"Selamat pagi cantiknya, mama. Kita mandi dulu ya nak. Tuh lihat tuh ayahnya, masih bobok. Semalem gantian sama mama jagain adek, karena adek rewel." Ucap Sinna yang kini tengah menimang anaknya yang memang lebih rewel di malam hari.
Setiap dua jam sekali atau kurang dari itu Sinna akan terbangun untuk memberi ASI yang sudah ia perah kepada putrinya. Bukan karena Sinna tak mau memberi ASI secara langsung, namun bayinya yang kesulitan untuk meminum ASI dari payudara Sinna langsung. Hal itu pula yang membuat Sinna hampir baby blues karena stress perihal mengASIhi yang ternyata sama sekali tak mudah.
Di malam pertama saat ia menginap di rumah sakit setelah anaknya lahir, bayinya terus menangis sepanjang malam karena haus ingin menyusu. Namun saat diberi puting oleh Sinna ia justru semakin menangis karena sulit menghisap puting Sinna. Eyza yang melihat pun hanya bisa mengasihani tanpa berbuat apa-apa. Sesekali Eyza yang bergantian menimang putrinya, lalu kembali diambil oleh Sinna dan coba ia beri asi lagi namun sia-sia.
"Abang. Bangun yuk, udah siang ini. Udah mau jam 7." Ucap Sinna lembut pada Eyza yang masih pulas dalam mimpinya.
"Ayah bangun ayah. Ini adek udah bangun. Adek mau mandi ayah." Ucap Sinna lagi menirukan suara anak kecil mewakili putrinya yang juga masih lelap dalam gendongannya.
"Eunghh." Lenguhan keluar dari mulut Eyza, disertai tubuhnya yang menggeliat sambil membuka matanya perlahan.
"Bangun yuk bang, Abang harus ke toko." Ucap Sinna lagi yang kini membuat Eyza membuka matanya dan mendudukkan diri di tepi ranjang.
"Mau mandiin adek ma?" Tanya Eyza pada Sinna.
"Iya bang. Barusan jemuran di luar, sekarang mau mandi nih. Biar seger. Abang mandi gih." Jawab Sinna sambil menciumi putrinya agar terbangun.
"Curang banget cuma anaknya yang dimandiin. Suaminya mana pernah." Gerutu Eyza dengan ekspresi kesalnya.
"Eyza!" Tegur Sinna yang dijawab kekehan oleh Eyza.
"Itu kan adek masih bobok, mending mandiin ayahnya dulu." Ucap Eyza yang kini sudah berdiri dan mengambil posisi di belakang tubuh Sinna untuk memeluknya.
"Abang. Masih pagi ya! Jangan ngelantur." Tolak Sinna sambil menatap tajam ke arah Eyza yang menumpukan dagunya pada bahu kiri Sinna.
Eyza masih di posisinya, memandangi wajah putrinya yang tertidur sangat nyenyak. Berbeda dengan putrinya yang semalam menangis saja meminta tidur dalam gendongan. Sungguh perjuangan sebagai orangtua memang berat.
"Kalau pagi tidur udah kayak putri tidur, ada drumband lewat juga gak akan bangun. Kalau malem ngereognya masyaallah. Ini diajarin siapa sih ini." Gumam Eyza sambil terus memperhatikan wajah polos putrinya.
"Gak sadar diri, pas ngidam kayak apa. Ya nurun dari ayahnya lah, siapa lagi." Jawab Sinna kesal yang membuat Eyza tertawa kecil.
"Mandi ih bang." Perintah Sinna lagi.
"Kamu gak kasihan apa dek, yang bawah udah bangun lho. Mandiin lah." Ucap Eyza lagi dengan wajah usilnya.
"Sinna potong ya burung Abang!" Seru Sinna membuat Eyza menjauh dari tubuh Sinna.
"Kalau dipotong, terus mau dienakin pakai apa? Jari? Mana paten!" Jawab Eyza frontal kemudian berlari menuju ke kamar mandi.
"ALRAFAEYZA!" Teriak Sinna yang tentu tak dihiraukan oleh Eyza.
***
Di dapur, Widya tengah sibuk memasak kambing yang sudah di sembelih oleh Dandi subuh tadi. Rencananya ia akan membagikan nasi berkat untuk mengumumkan aqiqah anak Sinna dan Eyza. Sengaja tak dibuat acara besar, karena memang tidak ada dalam adat keluarga Dandi dan Widya.