Qary berkerjasama dengan Dilla dalam upaya mendamaikan Eyza dan Sinna yang tak kunjung mau bertemu. Si dingin yang merasa dibohongi, dan si singa yang merasa hanya balas dendam atas kebohongan calon suaminya. Drama di antara dua manusia itu membuat Qary geram dan ingin segera menyelesaikannya.
"Dill, tolong jemput mbak Sinna ya. Ajakin ke salon, alasan apa kek sama Tante Widya. Ah ajakin perawatan pra nikah aja. Kalau udah selesai perawatan kamu ajak nongkrong tuh di stadion deket SMA." Ucap Qary menyuruh Dilla karena memang Sinna dan Eyza sudah harus dipingit.
"Beneran gapapa Ry?" Tanya Dilla sedikit takut.
"Udah gapapa. Daripada ada orang nikah diem-dieman. Ya iya kalau cuma diem-dieman, kalau di foto ga pada senyum? Apa gak panjang tuh urusannya. Bisa ada cewek minta ulang ijab Qabul Dilla." Terang Qary memberi keyakinan pada Dilla untuk melancarkan aksi mereka.
"Tapi kalau ada apa-apa kamu yang tanggung jawab ya Ry."
"Iya sayang." Jawab Qary yang membuat Dilla tersipu malu.
"Aku bilangin Abi ya Ry!"
Sampai di kediaman Sinna, Qary meninggalkan Dilla dan memantaunya dari kejauhan. Sengaja Qary tidak ikut masuk agar Widya juga Sinna si target tidak mencurigai rencana Dilla dan Qary.
Tok tok tok.
"Assalamualaikum." Salam Dilla setelah mengetuk pintu.
"Waalaikumussalam." Jawab Widya yang kebetulan tengah duduk di ruang tamu bersama Dandi. Ia langsung berdiri dan membukakan pintu. Dilihatnya Dilla sedikit gugup menyampaikan niatnya untuk mengajak Sinna keluar.
"Emm Tante. Maaf, mbak Sinna nya ada?" Tanya Dilla sambil tersenyum pada Widya.
"Ada nduk. Di dalem. Dilla masuk aja ya."
Dilla pun langsung masuk ke dalam rumah Sinna. Berjalan menuju kamar Sinna yang berada di samping ruang tengah sebelum dapur.
"Mbak Sinna." Panggil Dilla pelan dari balik pintu. Sinna langsung membukakan pintu untuk Dilla karena sudah hafal dengan suaranya.
"Dilla? Ada apa Dill?" Tanya Sinna sedikit heran.
"Keluar yuk mba."
"Wah ketularan gilanya Qary ni bocah. Ya gak akan boleh sama ibu. Bentar lagi gue nikah, udah dipingit noh sama nyonya menir." Ucap Sinna sambil menatap heran pada Dilla.
"Kita ke salon depan gang itu lho. Perawatan pra nikah. Anggap aja hadiah dari Dilla buat mbak Sinna." Kecurigaan Sinna mulai berkurang mendengar alasan yang Dilla ucapkan. Cukup masuk akal baginya.
"Bukannya mbak Sinna gak mau, tapi ya apa dibolehin sama ibu Dilla. Lagian gak cowok ya gak ceweknya hobi banget ngajak keluar dadakan, kek tahu bulat." Jawab Sinna gemas pada Dilla.
"Nanti Dilla yang ijin deh. Buruan mbak Sinna siap-siap."
Dengan segala cara Dilla meminta ijin pada Widya yang akhirnya berhasil. Entah apa yang Dilla katakan, tetapi Widya dengan ikhlas membolehkan Sinna untuk pergi perawatan berdua dengannya.
"Kok boleh Dill?" Tanya Sinna yang saat ini tengah di bonceng oleh Dilla menuju salon tempat tujuan Dilla.
"Dilla gitu loh. Bestie nya tante Widya."
Lah emang ga ada bedanya sama Qary. Pantes pacaran.
"Kamu gak bohongin ibu kan?" Tanya Sinna penuh selidik.
"Astaghfirullah mbak Sinna. Dosa lho bohongin orangtua. Dilla jujur sama Tante Widya mau bawa mbak Sinna ke salon." Jawab Dilla sedikit ngegas.
Maaf ya mba Sinna, Dilla bohong dikit. Dilla janji habis dari salon langsung pulang, tapi nanti kita mampir dulu. Batin Dilla merasa bersalah.