Bab 31

1.2K 111 24
                                    

Sinna dan Eyza tengah duduk bersama di balkon rumah sakit. Memandang langit yang membentang, dihiasi bulan dan bintang sebagai temannya. Sesekali Eyza menoleh ke arah Sinna. Menatapnya dalam, meyakinkan dirinya bahwa Sinna adalah yang paling menderita dari kehilangan yang baru saja terjadi.

"Bang." Panggil Sinna pada Eyza.

"Iya Sinn?"

"Abang tahu gak yang lebih indah dari bulan?" Tanya Sinna dengan membalas tatapan Eyza yang sedari tadi tak berpaling darinya.

"Pasti aku kan?"

"Males banget Sinna sama Abang. Kenapa jadi kepedean gini sih." Ujar Sinna kesal tak bisa melanjutkan gombalannya pada Eyza.

"Hahaha. Gak usah ngambek gitu. Emang apa yang lebih cantik dari bulan?" Kini berganti Eyza yang bertanya.

"Kesabaran Abang menghadapi segala sifat Sinna." Jawaban Sinna membuat Eyza tersenyum, agak lain memang wanitanya ini.

"Kalau Sinna tahu apa yang lebih menarik dari bintang-bintang yang ada di langit?" Tanya Eyza gantian membuat Sinna salah tingkah.

"Ih Abang jangan ikut-ikutan. Gak cocok sama Abang." Jawab Sinna sambil menepuk bahu Eyza lembut.

"Jawab dulu dong. Curang banget gak mau jawab."

"Iya deh iya. Jadi apa bang yang lebih menarik daripada bintang-bintang di langit?" Tanya Sinna antusias.

"Melihat Sinna senyum dengan lingerie ditubuhnya." Jawab Eyza tengil membuat Sinna membulatkan matanya.

"Ih Abang."

"Hahahaha." Tawa Eyza membuncah. Ia bahagia melihat Sinna mulai dapat tersenyum kembali dengan candaannya.

"Gak lucu Abang." Jawab Sinna kesal.

"Loh itu memang menarik buat Abang. Kenapa jadi kamu yang gak terima coba." Ucap Eyza yang masih belum bisa menghentikan tawanya.

Sinna terdiam, kembali menatap langit yang cerah malah ini. Semburat senyum muncul menghiasi wajahnya entah apa yang dipikirkannya. Sementara Eyza meraih tangan Sinna yang tak terpasang selang infus untuk ia genggam.

"Hidup itu lebih seru dari rollercoaster ya dek." Ucap Eyza sambil mengecupi punggung tangan Sinna.

"Apa nih kok tiba-tiba rollercoaster?" Tanya Sinna memalingkan pandangannya kembali menatap Eyza.

"Iya lah. Naik rollercoaster kita udah lihat lintasannya, kita tahu apa yang akan kita hadapi di depan sana, naik turunnya, kecepatannya. Jadi kita bisa mempersiapkan diri untuk mencari cara melampiaskan ketakutan kita." Ucap Eyza terjeda sejenak. "Kalau hidup? Skenarionya dari Allah, gak bisa kita baca, gak bisa kita lihat dulu masalah apa yang bakal kita hadapi di depan sana. Persiapan kita cuma percaya bahwa Allah sebaik-baik pemberi takdir. Menyiapkan hati yang lapang, siap menerima segala bahagia sama halnya menerima segala ujian. Tapi Abang bahagia, partner yang Abang pilih untuk menghadapi apapun yang belum terlihat itu kamu, Sinna."

Pipi Sinna bersemu merah. Ini jauh lebih membuat hatinya berdebar ketimbang gombalan-gombalan yang pernah ia terima. Sungguh jika ditanya, Sinna merasa ia yang lebih beruntung dipertemukan dengan Eyza sebagai pasangannya.

***

"Tapi bang. Sinna penasaran deh." Ucap Sinna membuat Eyza melirik ke arahnya dengan tatapan bertanya.

"Kenapa Abang milih Sinna? Padahal sikap Abang nyebelin banget lho dulu. Dingin kayak kulkas empat pintu." Terang Sinna membuat Eyza memukul pelan dahinya.

"Sembarangan suaminya dikatain kulkas empat pintu. Biar dingin juga akhirnya bikin kamu jatuh cinta sampai gak bisa bangun lagi." Sinna hendak mengelak, namun memang kenyataan yang disampaikan oleh Eyza. Segala ketulusan yang Eyza beri, menanamkan cinta di hati Sinna begitu dalam hingga Sinna lupa bagaimana rasa gengsinya dulu menolak mati-matian Eyza untuk menjadi pasangannya.

Ruko BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang