Bab 43

1.3K 134 37
                                    

Selang infus telah terpasang pada tangan kiri Sinna. Sesekali Eyza menyuapinya buah pisang juga minuman rendaman buah kurma. Gelombang cinta telah menyapa Sinna sejak maghrib tadi, hingga kini menjelang dini hari Eyza masih setia menemani setiap sakit yang Sinna rasakan.

"Astaghfirullahaladzim." Begitulah kirinya kalimat istighfar yang selalu terucap dari bibir Sinna yang membuat hati Eyza merasa getir. Untuk dipindahkan padanya pun rasanya Eyza tak akan sanggup menahan sakit sehebat yang Sinna rasakan saat ini.

Selain Eyza, ada juga Widya dan Yanti yang setia menemani Sinna sejak masuk ke rumah sakit. Dandi dan Arno pun tak ketinggalan, meski keduanya lebih memilih menunggu di luar rumah sakit sambil sesekali menanyakan kabar Sinna pada istrinya.

"Bu, Sinna minta maaf ya.." Ucapan Sinna terjeda saat gelombang rasa sakit itu kemudian muncul kembali.

"Tarik nafas sayang. Buang pelan-pelan." Ucap Eyza yang masih setia menggenggam jemari dan mengusap kening Sinna penuh cinta.

"Huh huh huh." Begitulah setiap hembusan nafas lembut yang Sinna keluarkan, saat rasa sakit menjalar pada seluruh tubuhnya.

"Allahumma sholli'ala Muhammad wa'ala ali muhammad." Lantunan sholawat Widya panjatkan, sambil bergantian memegangi perut Sinna. Memberikan kekuatan dan keyakinan penuh kepada putrinya bahwa hari ini perjuangannya akan dibayar kebahagiaan yang belum mereka dapatkan sebelumnya.

"Bunda Sinna minta maaf ya." Kini giliran pada mertuanya Sinna memohon ampun. Rasanya Sinna tahu sekarang, tidak ada hal di dunia yang sebanding dengan perjuangan mereka, para wanita hebat yang menjadikan dirinya juga Eyza saat ini berdiri di dunia.

"Iya sayang. Sakit ya nduk? Di tahan sebentar ya. Bismillah yuk nak, dicari jalannya biar mama ndak kesakitan ya nak. Udah banyak yang nungguin di sini. Mbah kakung, uti, oma, opa udah gak sabar ketemu kamu sayang." Ucap Yanti kini ikut memberi kekuatan pada Sinna.

Eyza terus mengusap kepala Sinna, sesekali juga mengecupnya. Dilihatnya keringat dingin beberapa kali mengalir, tanda bahwa tubuh wanitanya tengah bertarung hebat dengan rasa sakit yang ia tahan. Saat mata Eyza mulai basah, Sinna akan dengan senyumnya menenangkan Eyza.

"Sinna gapapa Abang. Anak Abang lagi berusaha untuk keluar. Mau cepet-cepet ketemu ayahnya yang ganteng." Ucap Sinna sambil tersenyum yang tentu Eyza lihat dengan menahan rasa sakit yang kini ia rasa.

Eyza kembali mengecup pelipis Sinna. Entah mengapa rasanya tak adil melihat istrinya menerima rasa sakit yang begitu hebat, padahal ini adalah hasil perbuatan yang mereka lakukan bersama. Tapi apa daya, Eyza kini hanya bisa setia berdiri di sisi Sinna dengan segala kekuatan yang bisa ia salurkan.

"Mau makan lagi gak sayang?" Tanya Eyza menatap teduh wajah istrinya.

"Pisang aja bang." Ucap Sinna lirih.

Eyza terus saja menawarkan makan juga minum pada Sinna, agar tenaganya kuat dan tak habis saat waktunya mengejan nanti. Begitulah kiranya pesan bidan juga obgyn yang sudah sempat melihat kondisi Sinna.

***

Beberapa jam berlalu, menjelang subuh seorang bidan kembali datang melakukan pemeriksaan dalam. Dimasukannya dua jari ke dalam jalan lahir Sinna untuk mengecek kemajuan pembukaan. Dirasanya pembukaan Sinna yang sudah hampir lengkap, ia segera mempersiapkan Sinna juga memanggil dokter yang akan menangani persalinan Sinna pagi ini.

"Sudah lengkap bukaannya ya Bu. Nanti kalau saya minta untuk mengejan ibu mengejan ya." Ucap dokter Rara memberi instruksi yang masih dapat dicerna oleh Sinna.

Perlahan tapi pasti dapat Eyza lihat, kepala anaknya yang mulai terlihat dari jalan lahir yang menurut Eyza tidak mungkin dapat dilalui oleh kepala bayi yang sebesar itu. Digenggamnya lebih erat tangan Sinna, dengan airmata yang sudah tak dapat ia tahan. Berkali-kali juga Eyza menundukkan kepalanya menciumi kepala Sinna, dan membisikkan seluruh kata yang dapat ia gunakan untuk menggambarkan betapa hebatnya perempuan di hadapannya ini.

Ruko BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang