Sejak subuh tadi Sinna sudah dibuat kelimpungan oleh Eyza. Badan Eyza mendadak demam, perutnya bergejolak sejak ia terbangun untuk mandi sebelum subuh tadi. Belum lagi Eyza melarang Sinna beranjak dari sisinya membuat Sinna semakin bingung dibuatnya.
"Assalamualaikum ibu." Ucap Sinna pada ponselnya yang sekarang ia letakkan tepat di atas telinganya.
Sinna memutuskan meminta bantuan pada ibunya. Karena sikap Eyza mendadak berubah drastis menjadi sangat manja. Bahkan untuk sekedar ke kamar mandi saja Eyza mengekor di belakang Sinna.
"Waalaikumsalam. Pripun nduk?" Jawab Widya bertanya pada Sinna.
"Ibu lagi repot ndak di rumah? Sinna mau minta tolong." Ucap Sinna membuat Widya sedikit khawatir, karena tak biasanya Sinna menelpon hanya untuk meminta bantuan.
"Gimana nduk? Ada apa?" Tanya Widya dengan nada penasaran.
"Ini bu. Ibu gak boleh panik dulu ya. Sinna ndak papa. Tapi Abang mendadak demam sama mual muntah Bu. Dari subuh tadi Ndak mau Sinna tinggal-tinggal. Padahal Sinna mau buatkan sup ayam kampung biar badannya enakan, tapi Abang bener-bener Ndak mau Sinna tinggal Bu." Jelas Sinna membuat Widya sedikit menghela nafas lega.
"Kamu tuh nduk, ibu kira kenapa. Ibu dah mau panik." Ucap Widya membuat Sinna terkekeh.
"Eyza sakit nduk?" Tanya Widya lagi untuk memastikan.
"Iya Bu. Mungkin kecapekan. Sinna minta tolong ibu kesini ya? Bantuin Sinna masak sup ayam." Pinta Sinna dengan sedikit tak enak hati karena harus merepotkan ibunya.
"Ya nduk. Nanti ibu belanja bahan masakannya dulu, baru jalan ke rumah Sinna." Jawab Widya dengan senang hati untuk membantu Sinna.
"Ndak usah Bu. Bahan masakan di rumah Sinna masih lengkap. Bulan lalu juga bunda bawain Sinna banyak bahan masakan." Tolak Sinna agar tak semakin merepotkan Widya.
"Ya sudah nduk, ibu tak selesaikan beres-beres rumah dulu. Habis itu ibu tak kesana minta diantar sama bapak." Ucap Widya mengalah pada Sinna.
"Eh tapi Eyza ndak lagi ngidam to? Kamu belum isi lagi to?" Tanya Widya penasaran melihat tanda-tanda yang terjadi pada tubuh Eyza.
"Mboten Bu. Sudah Sinna cek garisnya satu. Mungkin belum rejeki. Dan mungkin bang Eyza memang kecapekan aja." Jawab Sinna membuat Widya mengerti.
"Ya sudah, Sinna tutup teleponnya ya Bu?"
"Ya nduk. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
***
Eyza terus saja mengusal pada Sinna, bahkan saat Sinna tengah menelpon ibunya tadi Eyza terus saja mengganggunya. Entah apa yang sedang terjadi pada Eyza hingga manjanya bertambah berkali-kali lipat.
"Abang pasti pusing kepalanya, Abang bobokan aja ya? Biar adek buatkan sup ayam." Bujuk Sinna lagi siapa tahu sekarang Eyza mau mendengarkannya.
"Ndak mau." Jawab Eyza sambil menggeleng dalam pelukan Sinna.
"Kenapa mendadak kayak bayi gini sih?" Tanya Sinna sambil mengusap-usap rambut Eyza dengan penuh sayang.
"Nyaman banget peluk adek gini. Pusingnya jadi gak berasa, mual muntahnya juga mendadak hilang." Ucap Eyza tak terdengar jelas karena wajahnya masih terbenam pada dada Sinna.
"Ya udah yuk pindah ke ruang tamu. Nanti kalau ibu Dateng, takut Sinna gak denger. Gak enak kalau ibu nunggu kelamaan di depan rumah." Ajak Sinna lembut pada Eyza.
Kali ini Eyza menurut pada Sinna. Ia melangkah sambil memeluk Sinna dari belakang, membuat langkah Sinna sedikit berat. Untung suaminya itu tengah sakit, jika tidak mungkin sudah di dorongnya Eyza dengan sekuat tenaga.