Dua Minggu sudah, shalat subuh Eyza jalani sendiri tanpa Sinna sebagai makmumnya. Selama dua Minggu itu pula, keduanya benar-benar membangun kembali pondasi cinta diantara keduanya. Memupuk kembali kepercayaan, menumbuhkan keterbukaan, dan menguatkan hubungan diantara keduanya.
"Kok adek pakai mukena?" Tanya Eyza yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri dan akan melaksanakan shalat subuh.
"Ya masak shalatnya pakai sarung bang." Jawab Sinna bercanda membuat Eyza menatapnya.
"Emang sudah selesai? Kata orang-orang bisa sampai 40 hari." Tanya Eyza lagi.
"Sudah berhenti darah nifasnya bang. Alhamdulillah, tadi Sinna cek udah bersih. Jadi Sinna mandi sebelum Abang bangun tadi." Jelas Sinna membuat senyum terbit di wajah Eyza.
"Kenapa senyum-senyum gitu?" Tanya Sinna yang tentu ia tahu kemana arah pikiran Eyza.
"Gapapa. Ayo sholat dulu, ngobrol terus keburu siang." Ajak Eyza yang langsung diikuti oleh Sinna.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Eyza berbalik mengulurkan tangannya untuk dicium oleh Sinna. Setelah Sinna mencium tangannya Eyza mendekat lalu mencium kening Sinna agak lama.
"Apa doa adek hari ini?" Tanya Eyza setelah merapalkan beberapa doa pada sang kuasa.
"Banyak bang." Jawab Sinna.
"Abang selalu berdoa Allah berikan selalu kesehatan pada Abang dan Sinna biar bisa sama-sama sampai batas yang Allah tentukan. Semoga Abang bisa membahagiakan adek lahir dan batin. Apapun keadaannya, Abang selalu ingin adek yang menjadi tempat pulang Abang seburuk apapun sesuatu yang terjadi diantara kita nanti." Jelas Eyza lembut yang membuat Sinna tersenyum.
"Duh bisa aja Abang mah. Masih pagi jangan bikin anak orang salting ah." Ucap Sinna yang justru tak dapat menahan diri atas ucapan Eyza.
"Abang serius dek. Tujuan hidup Abang saat ini cuma mewujudkan sakinah, mawaddah warahmah bersama adek." Imbuh Eyza lagi.
"Aamiin ya bang. Maafin Sinna yang masih banyak kurangnya ya. Sinna yang belum bisa jadi istri yang sempurna buat Abang. Sinna berharap Abang jangan capek dulu untuk ngajarin Sinna." Ucap Sinna sambil menggenggam tangan Eyza erat.
"Banyak hal yang terjadi di hidup Abang yang Abang syukuri, termasuk bertemu adek yang selalu bisa mengambil seluruh fokus Abang untuk berhenti sejenak di adek." Terang Eyza pada Sinna. "Insyaallah Abang gak capek, tapi balesannya di kasur setiap malam ya."
"Heh! Udah ah. Gombalnya kejauhan, biasanya kalau gini-gini ada maunya nih." Ucap Sinna menyudahi pembicaraannya dengan Eyza diakhiri kekehan dari Eyza.
***
Setelah menunaikan shalat subuh berjamaah keduanya kini tengah bersiap untuk jalan pagi bersama di sekitar jalanan rumah mereka. Selain untuk jalan pagi, Sinna juga berniat untuk memberi beberapa jajanan pasar yang ingin ia makan. Eyza hanya menurut saja diajak oleh Sinna keluar pagi buta seperti ini.
"Bang, naik dikit yuk lihat matahari terbit di sawah atas." Ajak Sinna yang sedari tadi bergandengan tangan dengan Eyza.
"Ini masih gelap banget lho dek, kalau ketemu anjing hutan atau gak celeng gimana?" Ucap Eyza mengingatkan Sinna.
"Ya lari lah. Gitu aja repot." Jawab Sinna tak peduli.
Halah lari, kayak bisa lari aja. Ujungnya juga gue yang disuruh ngadepin.
"Nunggu agak terangan dikit deh dek." Pintah Eyza sekali lagi.
"Ya kalau terang gak lihat sunrise dong bang. Ayok ah cemen banget." Tantang Sinna pada Eyza membuat Eyza akhirnya pasrah.