Seperti pagi-pagi sebelumnya, Sinna sudah rapi dengan gamis rayon denim untuk pergi ke toko. Kerudung instan yang dipakainya menambah kecantikan dalam dirinya.
"Nduk, sebelum ke toko kamu bisa mampir ke pasar Ndak? Ibu pesan belanjaan di tempat langganan ibu. Tolong diambilkan ya?"
"Nggih Bu." Sinna si gadis patuh yang sekalipun tak pernah berkata tidak pada kedua orangtuanya. Padahal tak jarang kondisinya tidak memungkinkan untuk membantu kedua orangtuanya.
Seperti pagi ini, harusnya Sinna membuka toko lebih awal karena ada kiriman barang-barang yang stoknya sudah mulai menipis. Tapi ia menyempatkan dulu ke pasar menuju lapak penjual bahan lauk pauk untuk mengambil pesanan ibunya.
"Bu, mau ambil pesanan Bu Widya." Ujar Sinna pada sang empunya warung.
"Wah mbak Sinna, makin cantik ya. Sudah jarang ke pasar." Puji pedagang itu yang tentu mengenal Sinna karena dulu Sinna sering ikut Widya berbelanja ke pasar.
"Lho Sinna tho ini?" Ucap perempuan seusia Widya si sebelah Sinna.
"Nggih Bu." Ucap Sinna disertai dengan anggukan.
"Ini Tante Yanti Sinna. Bundanya Eyza." Sinna pun langsung menegakkan kepalanya melihat wajah lawan bicaranya.
"Eh iya Tante. Maaf Sinna nggak ngeh kalau tadi Tante yang nyapa Sinna." Ucap Sinna sedikit kikuk.
"Panggil bunda aja sayang. Loh ada acara apa nduk kok belanjaannya banyak?" Tanya Yanti yang melihat beberapa kantong kresek pesanan Widya yang harus Sinna bawa.
"Nggak tau tan, eh Bun. Ini pesanan Ibu." Yanti pun menganggukkan kepalanya.
"Biar di bantu Eyza atau Qary ya. Tadi bunda kesini sama mereka. Dimana dua anak itu." Tawar Yanti sambil celingak-celinguk mencari keberadaan kedua putranya. "Nah itu dia. Za, Ry sini. Bantu Sinna bawa belanjaan. Sekalian antar ke rumahnya." Perintah Yanti pada kedua putranya.
"Eh mbak Sinna. Sini Qary bantu bawa belanjaannya." Ucap Qary lembut yang langsung mendapat tatapan aneh dari Sinna.
Dasar bokem, giliran ada emaknya sopannya kayak gak pernah manggil pakai nama emak gue.
"Gapapa bunda, Sinna bisa bawa sendiri. Lagian takut malah ngrepotin. Sinna juga harus buru-buru ke toko. Ada kiriman barang dari sales." Bukannya apa-apa Sinna hanya malas berurusan dengan Qary yang menyebalkan. Bisa-bisa moodnya hancur seharian, karena ini hari pertama periodenya.
"Gapapa mbak Sinna. Biar Qary bawa ya. Mbak Sinna langsung ke toko, aku yang bawa ke rumah Tante Widya." Ucap Qary masih dengan nada lembutnya.
Tante? Biasanya Lo asal panggil Widya, dasar Qary si muka dua.
Eyza yang diam mendengarkan obrolan mereka, langsung mengulurkan tangannya mengambil belanjaan Sinna tanpa berkata apapun. Di bawanya belanjaan Sinna menuju mobil Yanti yang sudah terparkir di dekat pintu utama pasar.
"Eyza langsung ke rumah Tante Widya Bun. Nanti Eyza jemput lagi kesini." Ucapnya datar.
Sinna yang melihat sikap Eyza pun hanya berdiri mematung sambil sedikit menganga. Nih orang beneran batu kali ya? Diem-diem main angkut belanjaan orang tanpa permisi.
"Mbak Sinna mingkem, takut banget tiba-tiba jadi rumah laler." Ucap Qary membuyarkan pikiran Sinna.
"Qary, gak boleh gitu ah bicaranya." Tegur sang bunda pada Qary.
"Ya sudah, Sinna pamit dulu ya bunda. Titip bilang terima kasih sama bang Eyza sudah dibawakan belanjaannya." Sinna pun langsung pergi meninggalkan Yanti dan Qary setelah berpamitan dan mencium tangan Yanti.