Sinna benar-benar menuruti permintaan Eyza untuk merias dirinya sebaik mungkin malam ini. Tubuhnya kini sudah terbalut dengan lingerie berwarna hitam dengan paduan brokat senada yang menutupi bagian dadanya, tentu saja baju tipis itu tak benar-benar menutupi tubuhnya yang sudah ia bersihkan dengan lulur tadi. Rambutnya ia kumpulkan menjadi satu dibagian belakang, diikatnya dengan satu ikatan membuat leher jenjangnya terekspos dengan indahnya. Wajahnya sudah ia tutup dengan sentuhan make up natural, dengan blush on berwarna nude senada dengan lipstik yang digunakannya.
"Duh ini berlebihan gak sih? Kok jadi deg-degan gini ya." Gumam Sinna pada dirinya sendiri kala melihat pantulan tubuhnya dari cermin besar yang terletak di pintu lemari pakaiannya.
"Udahlah gapapa, mengejar pahala demi kebahagiaan dan kepuasan suami." Gumamnya lagi membuat dirinya bergidik geli membayangkan ucapannya sendiri.
Eyza yang tadi memutuskan untuk shalat isya berjamaah di masjid, kini berjalan agak tergesa menuju rumahnya untuk menagih janji Sinna. Tak seperti biasanya, ia bahkan tak menyempatkan diri mengobrol dengan bapak-bapak yang dijumpainya di mushola. Dipikirannya saat ini hanya dipenuhi Sinna, Sinna dan Sinna.
"Za." Panggil Yanti yang kini sudah berdiri di depan rumah Eyza bersama Arno di sampingnya.
"Eh bunda, ayah." Kaget Eyza dengan perasaan mendadak lemas. Bayangan Eyza untuk memakan Sinna malam ini lenyap sudah. Di salaminya kedua orangtuanya itu tanpa mempersilahkan masuk terlebih dahulu.
"Lemes banget bang. Perasaan tadi ayah lihat dari jauh jalannya semangat." Ucap Arno melihat Eyza yang mendadak memasang ekspresi lemas.
"Gapapa yah. Ayah sama bunda dari rumah? Atau habis darimana?" Tanya Eyza sambil melirik beberapa kantong kresek yang Yanti bawa.
"Bunda dari rumah bang. Tadi kepikiran bawain beberapa bahan makanan untuk kamu dan Sinna biar gak usah beli gitu lho." Jelas Yanti sambil menunjukkan kantong-kantong belanjaan yang dibawanya.
"Kan bisa besok pagi Bun." Ucap Eyza membuat mata Arno memicing curiga pada anak sulungnya tersebut.
"Ayah tadi juga udah bilang gitu sama bunda Za. Tapi ya kamu tahu sendiri, namanya juga perempuan. Apalagi bundamu itu lho, kalau minta sesuatu harus dilakukan detik itu juga. Lagian malam Jumat bukannya ngajakin kelon, malah ngajak ke rumah pasutri yang jelas-jelas mau ngadon. Jadi lemes kan tuh anaknya." Ucap Arno frontal membuat Yanti gemas dan mencubit perut Arno.
"Sakit Bun." Pekik Arno menepis tangan Yanti.
"Rasain." Gumam Eyza lirih.
***
Eyza buru-buru membuka pintu rumahnya untuk mempersilakan ayah dan bundanya masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya Eyza melihat Sinna sedang duduk di sofa ruang tamunya. Lebih lagi tampilan Sinna yang tak layak menjadi konsumsi publik membuat Eyza meneguk ludahnya kasar dan merasa panik sekaligus. Dilihatnya Sinna dengan balutan lingerie hitam, mendudukkan dirinya di sofa dengan kaki menyilang disertai senyuman yang Eyza tahu tujuannya adalah untuk menggodanya. Eyza tanpa sadar mengumpat agak keras.
"Anjing." Eyza segera menutup mulutnya sendiri. Menggelengkan kepalanya pada Sinna memberi isyarat untuk Sinna segera beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam kamar saat ini juga.
"Mana anjingnya Za? Astaghfirullah." Terlambat sudah. Pekikan Eyza membuat Yanti penasaran dan tanpa sengaja melihat dari balik bahu Eyza membuat Sinna kelabakan dan segera berlari masuk ke dalam kamarnya.
"Ada anjing di dalam rumah Eyza Bun?" Tanya Arno tak kalah keras, membuat Sinna semakin merutuki kegilaannya dari balik pintu kamarnya.
"Sinna bodoh, bodoh, bodoh. Mau ditaruh dimana nih muka di depan bunda. Semoga tadi ayah gak sempet lihat Sinna lari." Rutuk Sinna tak henti-henti pada dirinya sendiri.