Bab 9

1.1K 122 23
                                    

Sudut Pandang Sinna

Sudah hampir dua minggu aku mencari jawaban atas segala resah yang aku rasakan pada hatiku. Sungguh ada satu nama yang sebenarnya mengisi hatiku. Namun aku masih menunggu bagaimana cara tuhan menunjukkan buah dari istikharahku.

"Nduk, apa ndak kangen ke toko?" Tanya Ibu padaku.

Selama dua minggu ini aku memutuskan untuk beristirahat dari segala aktivitasku. Meski bukan lelah dan jenuh alasan sebenarnya, aku hanya ingin mengosongkan seluruh isi hati dan pikiranku dari satu nama yang menggangguku dalam upayaku mencari jawaban. Anggap saja agar proses ini menjadi adil bagi keduanya.

"Kangen to Bu. Sebentar lagi ya Bu. Semoga Allah segera memberi petunjuk yang baik buat Sinna." Ucapku menjawab pertanyaan ibu.

"Ada yang mau Sinna ceritakan sama ibu?" Tanyanya lagi.

"Ibu lebih ridho Sinna sama siapa?" Jawabku dengan balik bertanya.

"Ibu ridho dengan yang Allah pilihkan untuk Sinna. Siapapun itu nduk, insyaallah ibu terima. Gimana sudah ada yang pas di hati Sinna?" Aku kembali terdiam. Menimbang lagi apa harus ku ceritakan pada ibu. Atau harus ku simpan sendiri terlebih dahulu.

"Ibu dan bapak memang ndak mau ikut campur nduk. Tapi kalau Sinna punya sesuatu untuk dibicarakan ibu akan dengarkan, tanpa mempengaruhi pilihan Sinna."

"Bu, seminggu yang lalu Sinna sempat lihat mas Budi sama perempuan. Tapi ndak Sinna tegur lagipula kan Sinna bukan siapa-siapanya. Tapi ramahnya mas Budi ke perempuan itu sama dengan sikap yang mas Budi tunjukkan ke Sinna." Jelasku sedikit ragu. Ibu hanya tersenyum sambil sedikit mengangguk.

"Setelah itu, malam setelah Sinna berdoa Sinna mimpi sesuatu Bu." Ujarku lagi pada ibu yang masih setia mendengarkan.

"Sinna dilamar sama laki-laki tapi ndak kelihatan siapa laki-lakinya Bu. Tapi Sinna yakin laki-laki itu datang membawa lamaran yang sudah diterima langsung oleh bapak." Lagi ibu hanya tersenyum kepadaku.

"Jadi Sinna sedang curiga sama mas Budi? Tapi Sinna bimbang dengan mimpi Sinna yang belum jelas?"

"Iya Bu."

"Yang sabar ya nduk. Ditambah lagi doanya. Mimpi itu bisa jadi jawaban, bisa jadi cara setan mengelabuhi Sinna. Sinna ndak perlu menaruh kecurigaan apapun sama Budi. Kalau dia yang terbaik, pasti akan datang dalam keadaan baik." Memang ibu selalu berusaha menenangkan segala keresahanku beberapa hari ini. Jika kalian tanya bang Eyza, dia masih terus berusaha menghubungiku namun sengaja aku abaikan.

Qary juga beberapa kali datang menemui ku. Kadang sendiri beberapa kali datang bersama Dilla. Aku juga belum menceritakan perihal Eyza dan Budi.

From : Qary Bokem

Singa
Gue ke rumah ya

Ngapain?

Kangen sama Lo.

Matamu.

Gue sama Dilla.

Oke

Bersama Qary dan Dilla, kadang aku merasa sedang tidak memikirkan apapun. Kadang juga lupa bahwa aku sedang dihadapkan pada pilihan yang jawabannya masih abu-abu. Mau bagaimana lagi, aku juga enggan menceritakan segala sesuatunya pada Qary.

***

"Nduk, ada Qary di depan sama Dilla." Panggil ibu dari balik pintu kamarku.

"Nggih Bu."

Ruko BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang