Bab 7

925 101 33
                                    

Dua hari sudah Sinna benar-benar mendiamkan Qary. Ia tak menggubris sedikitpun kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Begitupun pesan-pesan yang Qary kirimkan melalui pesan WhatsAppnya.

"Hari ini ndak ke toko nduk?" Tanya Widya yang melihat Sinna tengah sibuk membereskan baju-bajunya.

"Siangan ya Bu. Sinna pengen beresin baju, sudah ndak enak dilihat lemarinya. Berantakan."

Widya tersenyum melihat Sinna yang tengah sibuk dengan setumpuk kain yang sedang dilipatnya satu persatu. Widya ingat dua hari yang lalu saat Sinna pulang dengan Eyza dengan raut wajah yang berbeda dari biasanya. Widya tahu betul, sesuatu telah tumbuh pada hati putrinya yang masih saja Sinna tolak dengan sekuat usaha.

"Sama Eyza gimana nduk? Kemarin katanya cuma sama Qary, kok pulangnya diantar Eyza?" Tanya Widya yang baru berani ia tanyakan pada putrinya. Raut muka Sinna sedikit berubah, bukan karena pertanyaan Widya melainkan ia ingat betul yang Qary lakukan malam itu pada Sinna yang membuat ia sangat kesal.

"Bang Eyza jadi panitia di sana Bu. Sinna mau pulang sendiri ndak dibolehin. Qary nya ketemu sama temennya di sana." Jelas Sinna jujur pada Widya.

"Eyza pinter ya nduk. Pinter cari uang, di rumah juga pinter sosialisasi sama warga. Ya Allah kok iso gak ono capeke." Ucap Widya memuji Eyza yang membuat Sinna sedikit melongo.

Bang Eyza emang keren sih Bu. Eh engga engga, astaghfirullah. Sadar Sinna mbatin opo kamu ki.

"Ya tho Sinn? Coba kalau orang lain, udah capek jualan ya pasti udah males kegiatan macem-macem lagi. Kayak kamu contohnya, kalau udah di rumah ya masuk kamar istirahat." Imbuh Widya yang membuat Sinna sedikit merasa tersindir.

"Hehehe. Ya kan capek tho Bu." Jawab Sinna sambil tersenyum dan menggaruk telinganya yang tak terasa gatal.

Saat tengah asyik mengobrol dengan ibunya, ada suara ketukan menyela diantara mereka. Widya segera berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu.

"Siapa Bu?" Tanya Sinna dengan mata dan tangan yang masih fokus pada baju-bajunya.

"Mbak Sinna." Sinna langsung saja menolehkan kepala mendengar suara yang tak asing lagi baginya.

Qary?

"Mbak Sinna masih marah ya?" Tanya Qary pada Sinna yang masih enggan membuka suara.

"Maafin Qary ya mba. Qary ngga bermaksud nyuekin mba Sinna lho. Niat Qary ngajak mba Sinna juga biar Dilla ada temen ngobrol. Eh malah jadi asyik sendiri. Maaf ya?" Ucap Qary dengan menatap wajah Sinna penuh harap.

"Nyenyenye. Ngeselin Lo." Ketus Sinna pada Qary.

"Ya kan namanya mau pdkt mba, aku masih grogi buat ketemu Dilla sendiri."

"Bodo amat." Jawab Sinna masih sama dinginnya.

"Btw kemarin malam Lo pulang sama siapa?" Tanya Qary yang langsung membuat Sinna merapatkan bibirnya.

"Sendiri lah." Bohong Sinna.

Bisa mati nih gue, kalau Qary tahu gue pulang sama bang Eyza.

"Tapi kata temen-temen gue di sana ada yang lihat Lo sama bang Eyza."

Mati gue.

"Salah lihat kali. Orang gue langsung pulang sendiri kok. Gak usah rese. Baru juga minta maaf udah tanya-tanya ga jelas." Jawab Sinna ketus untuk mengalihkan pembicaraan Qary tentang dirinya dan Eyza.

"Iya deh iya. Tapi gue di maafin ya. Dilla juga jadi ga enak sama Lo. Gue traktir es podeng deh seminggu." Bujuk Qary sama Sinna.

"Gue maafin." Jawab Sinna datar.

Ruko BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang