Bab 6

966 116 14
                                    

"Halo Qary? Ini Lo jadi ngajak gue keluar gak sih?" Tanya Sinna pada ponselnya yang terhubung dengan Qary.

"Ya Allah mbak. Ini baru jam set 7, gue juga baru kelar mandi. Tadi sok-sokan gamau. Sekarang ngeburu-buru buat berangkat. Mau Lo apa sih?"

"Gue tunggu sampai jam 7, kalau Lo belum sampai rumah gue, berarti ga jadi." Tegas Sinna pada Qary.

"Ya Al.."

Tut. Panggilan telepon langsung dimatikan sepihak oleh Sinna tanpa mendengar jawaban dari Qary. Widya sedari tadi memperhatikan putrinya yang sudah bersiap-siap dengan celana kulot highwaist dan hoodie warna krem yang membungkus tubuh bagian atasnya hingga menutupi belakang kepalanya.

"Mau kemana nduk? Kok udah rapi?" Tanya Widya pada Sinna.

"Itu lho bu, Qary ngajakin ke pasar malam. Di lapangan sebelah balai desa." Jawab Sinna.

"Sama Eyza juga?" Tanya Widya lagi.

"Mboten Bu."

"Loh kok mboten?" Tanya Widya sekali lagi.

"Ya karena yang ngajak Qary Bu. Bang Eyza juga kan pasti sibuk Bu." Jawab Sinna sedikit malas. "Sinna pamit nggih Bu, itu Qary udah sampai di depan rumah." Pamit Sinna menyalami tangan Widya.

"Loh kok Lo keluar duluan sih mbak. Gue mau pamit sama Tante Widya." Ucap Qary yang melihat Sinna sudah siap di depan rumah.

"Gak usah basa-basi Ry. Gue udah pamit tadi sama ibu. Ayo buruan keburu malem." Ajak Sinna pada Qary. "Eh bentar Ry, tumbenan Lo rapi gini. Mana wangi banget. Lo gak lagi ngajak gue kencan kan?"

"Huek. Mual gue tiba-tiba. Gue juga kalau mau ngajak kencan orang lihat-lihat dulu kali." Jawab Qary berpura-pura seperti orang akan muntah.

"Sumpah nyesel gue ngeiyain ajakan Lo. Udah ayo berangkat."

Sinna yang kesal berjalan lebih dahulu mendahului Qary. Mereka memang memutuskan untuk berjalan kaki saja dari rumah Sinna. Karena jarak dari rumah Sinna menuju lapangan terbilang cukup dekat.

"Beneran galaknya kayak singa." Gumam Qary di belakang tubuh Sinna, yang membuat Sinna mendadak menghentikan langkahnya. Qary yang tidak fokus melihat langkah Sinna pun terkejut dan hampir menabrak tubuh Sinna.

"Sinna, apaan sih. Segala mendadak berhenti. Nanti kalau gue nabrak Lo, dikira modus. Kasih aba-aba bisa gak." Gerutu Qary yang hampir saja terhuyung ke depan menabrak tubuh Sinna.

"Ry." Panggil Sinna lirih pada Qary.

"Hmm."

"Qary." Panggil Sinna sekali lagi.

"Apa sih mbak. Ga jelas banget. Buruan jalan lagi." Ucap Qary sambil sedikit mendorong tubuh Sinna.

"Itu Abang lo kan?" Tanya Sinna sambil menunjuk seorang laki-laki yang tengah berdiri di depan pintu masuk pasar malam.

"Mana ah?" Jawab Qary balik bertanya.

"Itu yang pakai sarung sama Hoodie warna krem, di depan pintu masuk." Tunjuk Sinna pada Qary. "Jangan-jangan Lo sengaja ya ngajak dia. Ngeselin deh Lo." Kesal Sinna.

"Wallahi mbak. Gue juga gatau Abang bakal berdiri di sana." Jawab qary sambil mengangkat dua jarinya tanda bersumpah bahwa iya tidak berbohong. "Eh bentar gue lupa." Tambah Qary sambil menepuk jidatnya.

"Lupa apa Ry?" Cecar Sinna dengan nada yang sudah mulai marah.

"Abang kan jadi panitia pasar malam. Ya pantes dia disana. Sorry ya gue lupa." Jawab Qary santai.

Ruko BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang