Sepanjang lorong menuju toko emas, semua pasang mata melihat ke arah Eyza dan Sinna. Ada yang memuji kecocokan keduanya, ada pula yang membahas perihal status duda Eyza yang katanya tidak layak mendapatkan Sinna.
"Eh Abang duda, sudah bawa gandengan nih?" Tanya Tsalasa membuat beberapa orang melihat ke arah Eyza dan Sinna. Eyza memilih tak menanggapi pertanyaan Tsalasa.
"Ya elah sombong amat. Mbaknya kok mau sih sama duda?" Pertanyaan Tsalasa kini beralih pada Sinna. Sinna yang sudah ingin membuka mulutnya ditahan oleh Eyza.
"Sudah Sinn. Jangan diurusin." Bisik Eyza pada Sinna.
"Segala pakai bisik-bisik sih bang. Gue mau denger juga dong." Ledek Tsalasa semakin membuat Eyza menggelengkan kepala.
"Ayo sayang. Keburu tokonya tutup." Ucap Eyza langsung menarik tangan Sinna menjauh dari parkiran motor.
"Kenapa sih bang? Kamu takut naksir ya? Cantik gitu kok." Tanya Sinna dengan bibir sedikit mencebik. Eyza langsung melirik ke arah Sinna yang nada bicaranya sedikit berbeda.
"Cemburu?"
"Ngapain cemburu? Kan yang bakal nikah sama kamu aku." Jawab Sinna masih dengan nada sedikit kesal.
"Emang udah pasti nikah?" Tanya Eyza menjahili Sinna.
"Oh maksud kamu ngelarang aku ngeladenin dia biar kamu masih ada kesempatan deketin dia?" Tanya Sinna semakin emosi.
"Fix cemburu." Jahil Eyza semakin menjadi-jadi.
"Ya udah sana kalau kamu mau sama dia. Nanti aku bilangin sama ayah dan bunda. Emang dasar laki-laki, kesini mau cari mahar malah cari kesempatan buat deketin perempuan lain." Ucap Sinna semakin emosi dan berlalu meninggalkan Eyza.
"Eh eh eh. Sayang. Abang bercanda." Teriak Eyza lalu mempercepat jalannya mengejar langkah Sinna.
"Abang gak cari kesempatan deketin Tsalasa."
"Oh jadi namanya Tsalasa? Udah sampai tahu namanya ternyata." Respon Sinna membuat Eyza merasa salah langkah.
"Abang gak mau ngeladenin dia. Emang kamu mau calon suamimu di telanjangin terus di arak keliling pasar sama preman?" Jawaban Eyza membuat Sinna menahan tawanya. Ia teringat cerita Eyza soal ayah dan preman tersebut. Terlebih bayangan Eyza di arak keliling pasar membuat Sinna semakin tak bisa menahan tawanya.
"Dih sok-sokan cool tapi sama preman takut."
"Abang gak takut ya." Jawab Eyza tak terima.
"Itu buktinya, tadi Sinna gak boleh ngeladenin siapa tadi. Selasa ya?"
"Tsalasa Sinna." Ucap Eyza membernarkan.
"Dih. Pakai dibenerin lagi. Gak terima Sinna ganti nama dia?"
Udahlah. Mati aja gue kalau Sinna udah mode gini.
"Maaf."
"Bang Eyza takut ya?" Tanya Sinna sedikit meledek.
"Iya Abang takut. Puas kamu." Jawab Eyza yang kini berganti ngambek meninggalkan Sinna menuju toko mas.
Huu dasar.
Sesampainya di dalam toko emas, Eyza memperhatikan Sinna yang sedang melihat-lihat beberapa perhiasan. Ekspresi Sinna sedari tadi hanya tertuju pada sebuah kalung tipis dengan liontin berbentuk hati.
"Mau yang itu?" Tanya Eyza langsung menunjuk pada kalung yang Sinna perhatikan.
"Terarah Abang saja." Jawab Sinna sedikit berharap Eyza paham apa maunya.
"Tapi rantainya kekecilan Sinn menurut Abang. Cari yang gramasi nya agak besar ya. Takut bunda marah." Sinna mengangguk mengikuti saran Eyza.
***