Part 50 : Bingung

552 43 11
                                    

"Anak-anak bagaimana dengan tugas kemarin?"

Kelas berakhir dengan cepat dan Olivia pergi untuk jalan-jalan sendiri.

Andra menghampiri Olivia. "Oliv! Aku dengar kemarin kamu terlambat keluar dari hutan, bagaimana kabarmu sekarang?"

Olivia menatap Andra, tersenyum. "Aku baik-baik saja, ngomong-ngomong kamu akan ikut pertandingan 'kan minggu depan?" Andra mengangguk, ia memberikan pita kepada Olivia.

Olivia mengernyit, "apa ini? Apakah kamu memintaku mengikatkan pita di tanganmu saat pertandingan nanti?" menebak dengan benar, Andra mengangguk.

"Ya, tolong ikatkan," pintanya melas.

Olivia mengangguk, dia menyimpan pita itu dan melanjutkan perjalanannya.

Ia ingin menemui gurunya, Duke Chellion. Sudah lama ia tidak bertemu gurunya itu, agak rindu tapi juga masih kesal.

Olivia memasuki ruangan Duke Chellion dengan santai.

"Ayah~" Olivia berucap dengan nada centil. Ia hanya bercanda tapi tampaknya gadis itu tidak tahu bahwa di dalam ruangan bukan hanya Duke Chellion saja, melainkan ada orang lain.

Sebenarnya tadi sedang diadakan rapat di ruangan Duke Chellion, tapi ia tidak tahu tentunya.

Baron yang ada disana melongo.

"Ayah?" bisik mereka pelan.

"Apa dia baru saja bilang Ayah? Kapan Duke menikah?"

"Ya Tuhan, Duke dipanggil ayah!" ruangan menjadi ramai karena perbuatan Olivia.

Dia menutup mata malu, dia langsung berbalik pergi sebelum wajahnya dapat dikenali orang-orang.

Duke Chellion mau tidak mau tersenyum pelan, hampir terkekeh.

"Manis," gumamnya pelan.

Duke Berdehem. "Mari lanjutkan rapat dan selesaikan dengan cepat," ujar Duke Chellion.

Olivia menunggu di taman di dekat sana. Dia merutuki kebodohannya.

"Bisa-bisanya dia sedang rapat! Huh... aku malu sekali."

Tangan terulur menepuk bahu Olivia.

"Olivia," berbisik di telinga Olivia pelan.

Olivia bergidik ngeri.

"D-Duke! Mengagetkan saja!" Olivia memukul tangan gurunya itu.

Duke Chellion terkekeh pelan. "Maafkan aku, tapi kenapa kamu ke sini? Dan... memanggilku, 'Ayah'?"

Olivia malu, dia menutupi wajahnya kesal.

"Aku tadi ingin bercanda dengan Anda, Duke. Tidak disangka akan ada banyak Baron dan Marques di sana," ucap Olivia menyesal.

Duke Chellion duduk di dekat Olivia.

"Olivia, aku ingin berbicara dengan mu tentang hal penting," kata Duke Chellion.

Olivia menatap ke arah Duke Chellion, posturnya seperti murid yang mendengarkan dengan serius.

Duke Chellion merasa gemas dengan tingkah Olivia.

"Berapa umurmu tahun depan?"

Olivia menghitung, "itu 18 tahun," jawab Olivia.

Duke mengangguk. "Umurku 32 tahun sekarang, apakah kamu punya tipe ideal untuk menjadi kekasih?"

Olivia mengangguk. "Itu harus sangat tampan, sangat kaya, sangat mencintaiku, tapi kenapa Anda bertanya?"

Duke mengangguk paham. "Apakah kamu akan keberatan jika pasanganmu berumur jauh lebih tua darimu?"

Olivia merasa agak serius dengan percakapan kali ini. Dia belum pernah membayangkan untuk punya pasangan lagi. Bahkan di kehidupan masa depan ia tidak punya kekasih, dia masih punya bayang-bayang mantan suaminya yang keji itu.

"Sepertinya umur bukan masalah... Tapi, aku masih tidak memikirkan soal pasangan. Anda tahu, saya ingin menggapai cita-citaku, dan sulit untuk melakukannya jika aku punya pasangan nanti." Olivia berbicara dengan tulus, dia masih ingin mewujudkan hal-hal yang terlewat di masa lalu, tinggal sebentar lagi.

Lagipula, Olivia tidak ingin tinggal selamanya di sini, dia masih punya Ayah Profesor yang menunggunya pulang.

Duke Chellion menatap mata Olivia yang menggelap. Dia menyentuh kepala Olivia dan mengusapnya lembut.

"Aku paham, terutama sekarang perempuan sangat sulit untuk belajar setelah menikah, 'kan? Olivia, aku akan mendukungmu, bagaimanapun keputusanmu," ujarnya pelan, suaranya ringan dan tatapan matanya sangat dalam, dia menatap Olivia seolah gadis itu adalah harta berharganya.

Olivia tersenyum. "Guru, Anda adalah orang yang aku hormati, terima kasih untuk semuanya," ucap Olivia tersenyum. Ia memeluk Duke Chellion.

Duke Chellion merentangkan tangannya dan memeluk Olivia.

"Aku akan terus mendukungmu, mimpimu adalah mimpiku juga, kejarlah dan jika kamu lelah, aku ada disini, Olivia."

Olivia merasa nyaman, tapi dia tidak merasakan jantungnya bereaksi, dia merasa harus menyelesaikan semuanya dengan cepat.

Setelah percakapan itu Olivia dan Duke Chellion membuat keputusan bersama, bahwa mereka akan mencoba mendekatkan diri, bukan dalam ikatan sesuatu, karena masih banyak orang yang menyukai Olivia dan Olivia sendiri tidak bisa langsung menolak Duke Chellion.

Satu minggu kemudian, turnamen diadakan.

Olivia mengenakan gaun berwarna biru tua, dia mengikat kuda rambutnya.

Olivia mencari Andra. "Andra!"

Andra berbalik dan tersenyum cerah, senyumnya sangat menawan, tubuh tegap tinggi, warna mata emas yang cantik, aura positif menguar dari tubuh pemuda tampan itu.

Olivia langsung menarik tangan Andra dan mengikatkan pita berwarna biru kepada tangan kanan laki-laki tersebut.

"Sudah selesai! Ayolah kamu pasti bisa Andra!" Pemuda itu tersenyum dan mengangguk.

Arlon datang dan menatap Olivia, cemberut.

"Arlon? Kamu sudah lama tidak ada di Academy," ucap Olivia pelan. Arlon langsung bergelanyut memeluk Olivia.

"Aku rindu," bisik Arlon. Dia menjadi sangat manja.

Olivia mengangguk, menepuk-nepuk punggung Arlon.

"Ayo kita lihat pertandingan Andra," ajak Olivia. Ia sebenarnya bingung dengan banyaknya laki-laki yang berada di dekatnya.

Terutama sikap yang harus ditunjukkan.

Ia merasa seperti tokoh novel saja.

"Olivia," panggil Duke Chellion.

Olivia menolehkan kepalanya. "Iya? Oh, Lion," jawab Olivia.

Mereka berdua sudah memutuskan untuk mengucapkan nama masing-masing, sebenarnya Olivia masih agak canggung, entah kenapa dia merasa kurang nyaman namun mau bagaimana lagi.

Reinkarnasi Sang PermaisuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang