Olivia menatap ke arah jendela dengan gusar, ia benar-benar bingung kenapa semuanya mengajaknya berkencan.
Ia masih ragu dengan dirinya sendiri.
Chisan datang dan membuat lamunan Olivia buyar. "Ada apa?"
Olivia menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. "Bingung... Waktu ku di sini masih banyak?" tanya Olivia dengan nada sedih.
Chisan menatap layar dan menunjukkan tubuh Olivia di masa depan yang terawat apik dalam kapsul.
"Kamu tetap harus kembali nantinya, Ryne," ucap Chisan dengan wajah tenang. Ia sengaja memanggil nama Olivia di kehidupan masa modern.
Olivia mengangguk. "Ya," jawabnya pelan.
Sulit....
Merelakan sesuatu yang sudah dianggap penting.
Setelah itu Olivia kembali ke kediamannya.
"Ayah, Ibu aku pulang," sapa Olivia sembari menatap kedua orang tuanya yang sedang makan di meja makan.
Ibu Olivia tersenyum cerah. "Ayo, Olivia kemari. Ibu sudah menyuruh Koki untuk memasakkan makanan favoritmu!"
Medellin keluar sambil menyapa Olivia, dia mengambil jas Olivia dan membawa gadis itu ke meja makan.
"Hai, Medellin," sapa Olivia. Medellin tersenyum cerah dan membungkuk hormat.
Olivia gadis kecil itu kini tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, wajahnya semakin bersinar, rambutnya panjang dan halus, lekuk tubuhnya sempurna, kulitnya seputih salju, bibirnya kecil dan berwarna merah yang cerah dan cantik.
Olivia duduk dan setelah makan ia pergi ke kamar.
Dia mulai membuka catatan yang telah ia tulis, ia kadang merinding membaca kata-kata yang tertulis di sana.
Setiap ia membaca kalimat-kalimat yang menyakitkan itu, hatinya terasa seperti diiris-iris.
Mata Olivia berkobar.
"Sebelum aku pergi, aku harus benar-benar membalas dendam," gumam Olivia pelan.
Ia terisak, disatu sisi ia tidak mau meninggalkan hidupnya di sini, namun di sisi lain ia ingin melupakan hidup yang memuakkan ini.
Olivia pergi ke ruangan lain dimana disana tersedia piano.
Dia mulai duduk dan menatap ke arah taman yang terpampang jelas melalui jendela.
Olivia memainkan nada piano dengan tempo cepat dan lambat, tangannya yang lentik menari-nari di atas not, wajahnya tampak sedih.
Gambaran Olivia yang bermain piano sangat indah, terutama di ruangan itu, ruangan khusus yang memantulkan cahaya matahari, benda-benda klasik di sana yang ditata apik.
Olivia berjalan di Mansion sambil menatap semua dekorasi dengan rasa nostalgia.
Setelah kembali dari kediamannya, Olivia kembali ke Academy.
Ia menatap Arin yang berjalan bersama William.
Olivia mengernyitkan dahi, karena Arin sangat berpenampilan berbeda dari dulu.
Dulu dia pasti mengenakan pakaian yang polos, seperti anak baik-baik, namun sekarang auranya berbeda.
Seperti lebih dewasa, ia menggunakan beberapa make up, dan dia menggenggam lengan William, tersenyum ke arah orang-orang dengan bangga.
Olivia melewati Arin dengan cepat.
Ia merasakan mual.
Dia seperti melihat dirinya di masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi Sang Permaisuri
FantasyKarya Asli. Terimakasih telah membaca~ Mohon bijak dalam berkomentar, menerima kritik dan saran pembangun! Olivia Autumnt Dell Ollion-sosok Permaisuri kejam dan terkenal egois. Berumur 40 tahun, telah memegang urusan harem di istana selama 25 tahu...