Anka and mission travel two worlds novel Part 8

717 92 0
                                    

Anka mengendarai motornya dengan kecepatan penuh membuat para pengendara lain mengumpat kesal karena ulahnya yang membawa motor dengan ugal-ugalan.

Lama berkendara Anka tiba pada sebuah gedung seperti rumah sakit.

Di dalam gedung itu, terlihat banyak perawat dan petugas kesehatan berpakaian serba putih.

Beberapa di antaranya bermain dengan boneka dan alat musik, berusaha menghibur dan menenangkan para pasien.

Anka mengacuhkan keramaian itu dan terus melangkah menuju ujung lorong di sayap gedung paling selatan.

Sesampainya di ujung lorong, Anka melihat seorang wanita paruh baya tengah mengamuk dan membanting barang-barang di sekitarnya.

Anka segera berlari dan memeluk wanita itu dari belakang, berusaha menenangkannya. Ia berbisik lirih sambil terisak, "Mom... tenanglah mom... ini Saka..." Sang ibu masih memberontak, tapi Anka bersama beberapa perawat terus berupaya mendekapnya hingga ia tenang.

"Lepaskan aku! Aku tidak melakukan itu!"

Petugas rumah sakit jiwa kemudian datang membantu dan memberi obat penenang pada wanita itu.

Anka terus memeluk dan mengelus punggung wanita yang kurus itu, menangis dalam diam melihat keadaan sang wanita yang kacau.

Setelah wanita itu agak tenang, para petugas memapahnya menuju sebuah ruang isolasi khusus agar tidak kabur atau menyakiti dirinya sendiri maupun orang lain.

Ruangan itu tertutup rapat, hanya ada sebuah tempat tidur, meja, dan kursi di dalamnya.

Sebenarnya jika Via tidak mengamuk dia akan kembali ditempatkan pada kamar VIP yang sudah Saka siapkan untuk ibunya agar ibunya dapat tidur dengan nyenyak, tapi jika ibunya sedang mengamuk seperti ini harus dipindahkan lagi pada ruangan ini agar sang ibu bisa lebih tenang dan bisa diawasi oleh dokter dan para perawat.

Saka berjalan di belakang sambil terus menggenggam dan membisikkan kata-kata menenangkan pada wanita itu.

Begitu memasuki ruang isolasi, petugas rumah sakit membaringkan wanita itu di tempat tidur dan mengikat pergelangan tangan serta kakinya dengan sabuk pengaman.

Wanita itu sudah tak lagi memberontak, tatapan matanya kosong menatap langit-langit.

Ia bagaikan tak bernyawa.

"Bagaimana keadaannya dok?"

"Ibu Anda memerlukan pengobatan rutin dan obat-obatan khusus agar kondisinya terkontrol. Kondisi kejiwaannya sedikit parah, kalau begitu saya permisi dulu." ujar dokter itu dan pergi dari sana.

Saka menganggukan kepalanya saja.

Wanita itu adalah ibunya Saka, Via yang selama ini berada dirumah sakit jiwa.

Benar, Via menderita sakit pada kejiwaannya, kejadian hari itu membuat pikirannya terganggu dan membuat dia harus mempunyai penyakit mental ini.

Saka sengaja menutupi agar ibunya tidak diketahui oleh siapapun, dia sengaja membuat agar orang orang hanya mengetahui jika Via sudah dinyatakan meninggal, alasannya karena Saka tidak mau jika orang lain mencari ibunya, hal itu dia sadari saat banyaknya orang orang berpakaian hitam sering kali muncul disekitarnya.

Saat Saka masih masih bisa dibilang anak anak kejiwaan ibunya sudah sedikit terganggu, Saka bertahan selama ini karena hanya dengan belas kasihan dari orang lain yang memberinya makanan dan pakaian.

Saat Saka ingin memasuki sekolah dasar kewarasan Via sedikit membaik, Via bahkan sempat bekerja untuk memenuhi kebutuhan Saka dan dirinya, hal itu membuat Saka kecil senang karena ibunya kembali memperhatikan dirinya.

Tapi saat memasuki sekolah menengah pertama kejiwaan Via kembali drop dan semakin menjadi jadi.

Saka pernah bertanya apa yang terjadi pada ibunya.

"Aku tidak melakukan itu mas!"

Hanya itu yang bisa didengar oleh Saka, semenjak hari itu Saka merasa dia diikuti dan diawasi oleh orang lain.

Saka akhirnya harus mencari pekerjaan tambahan untuk membiayai kehidupannya dan untuk mengobati ibunya yang berada dirumah sakit jiwa.

Semenjak hari itu Saka benci sekali dengan orang kaya yang sangat sombong, menurut perkataan ibunya, dirinya ditinggalkan oleh seseorang yang berada, Saat juga bisa membuktikan jika kalung yang ada pada dirinya juga bukan kalung sembarangan, itu bernilai puluhan miliar dan bisa dipastikan jika ayahnya dulu adalah orang kaya.

Tapi Saka benci itu, orang yang telah membuat kehidupannya menderita dan membuat kehidupan ibunya seperti ini.

Di pertengahan sekolah menengah pertama, Saka bertekad mencari uang dengan rajin agar bisa menghidupi dirinya dan merawat sang ibu.

Suatu hari dia tanpa sengaja melihat sekelompok anak muda balapan motor dan mendapat imbalan uang.

Maka timbul niatnya untuk menghasilkan uang dari balapan liar.

Saka pun belajar mengendarai sepeda motor, kadang meminjam motor balap milik peserta lain untuk berlatih.

Dia bertekad agar bisa balapan supaya bisa menghasilkan uang dan dari situlah dia mengenal teman temannya dan mendirikan King Varos hingga sekarang.

Sungguh kehidupan yang miris, masih kecil Saka harus hidup dengan penderitaan.

Saka akan terus melakukan balapan liar dan hasil balapan itu akan membiayai obat obatan untuk ibunya agar cepat sembuh.

"Ak-u ti-dak mela-kukan m-as."lirihan Via membuat Anka tersadar dari lamunannya, dia memegang tangan Via dan mengecupnya pelan.

Tampak Via sudah menutup matanya, mungkin obat penenang itu sudah bereaksi.

"Kasihan sekali tuan."Cio tidak tega melihat Via seperti itu, bahkan Via kadang terluka karena terus saja mengamuk jika tidak sengaja membuat barang yang mudah pecah dan bisa melukai dirinya."Bagaimana jika kita menyembuhkan saja tuan?"

Anka inginnya begitu, tapi mau bagaimana, jika itu terjadi maka pasti petugas medis dan orang lain akan heran, lagi pula ini Via juga belum bertemu kembali dengan Arya.

"Jadi begitu, Cio paham sekarang tuan."

"Mom, Saka nanti balik lagi kesini mommy jangan ngamuk lagi ya, nanti Saka bawain makanan kesukaan mommy."Saka mengecup singkat kening sang ibu kemudian dia pergi dari sana.

Saja berjalan gontai memasuki lobi rumah sakit jiwa.

Ia menghampiri meja registrasi dan bertemu dengan seorang perawat.

"Gua mau bayar biaya perawatan mommy gua, namanya Via." ucap Saka lesu.

Perawat itu mengecek komputer. "Untuk Nyonya Via, biaya selama tiga bulan ini adalah 500 juta rupiah."

Benarkan, mahal sekali, itulah yang kadang dipusingkan Saka jika tidak ada balapan atau taruhan yang menyangkut uang.

Meminjam? Untuk apa? Dia juga sudah mengatakan pada teman temannya bahwa dia tidak mempunyai orang tua, lagian itu juga bukan Saka jika meminjam pada orang lain.

Saka menghela napas berat, ia merogoh dompet dan mengeluarkan sebuah kartu. "Gua bayar pake kartu ini," ujarnya.

Sang perawat pun menerima kartu itu dan segera memproses pembayarannya. Setelah selesai, ia berkata, "Pembayaran 500 juta rupiah berhasil diproses lewat kartu anda. Terima kasih."lanjutnya.

Setelah membayar biaya untuk ibunya, Anka segera berbalik pergi dan meninggalkan rumah sakit, dia tidak bisa berlama-lama takut ada yang melihat dirinya, orang yang pernah mengikuti Saka waktu itu, itulah yang ditakuti oleh Saka.

Time Traveler ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang