BAB V -Isaac Howard-*

13.2K 858 15
                                    

Halo semuanya terimakasih🤗 sudah mampir ke cerita ini.Sebagai penulis baru mohon dukungan dan sarannya.👏👏👏🫶🫶🫶

Selamat membaca💛🧡❤️, dan jangan ragu untuk memberikan umpan balik. Dukungan kalian sangat berarti untuk pemula seperti saya.

🚨Disarankan untuk memutar Vidio lagu diatas atau memutar lagu yang kalian rasa cocok supaya lebih bisa meresapi suasana cerita🚨

🚧Saran untuk yang tidak bisa memutar video YouTube musik diatas :saat pertama kali masuk langsung scroll ke bawah langsung,diusahain yang cepet,setelah loading kedengeran suaranya baru scroll ke atas lagi tapi jangan sampai ngelewati judul,baru baca🚧

**Terima kasih,Salam Pena**

❤️😙😁😆❤️

*******∆*******


*🚨Peringatan konten sensitif, pembaca harap bijak dalam menanggapi🚨*


Di ruang bawah tanah yang dingin dan lembap, hanya suara cambuk yang terus menggema, memecah kesunyian dengan kejam. Udara dipenuhi aroma darah yang menyengat, bercampur dengan bau batu tua yang tak pernah terkena sinar matahari. Setiap kali cambuk itu mendarat, suara daging yang tercabik memenuhi ruang sempit, menggemakan kengerian di antara dinding-dinding batu yang berlumut.

Isaac Howard berdiri tegap di tengah ruangan, tubuhnya tegak tanpa sedikit pun menunjukkan rasa sakit. Wajahnya datar, tanpa ekspresi, seolah apa yang terjadi padanya hanyalah sekadar angin yang lewat. Matanya kosong, menatap jauh ke dalam kehampaan, sementara luka-luka di punggungnya yang mengalirkan darah terus-menerus sembuh dengan cepat. Bukan kesembuhan itu yang menakutkan, tetapi ketenangan Isaac dalam menahan siksaan yang begitu brutal tanpa mengeluarkan satu keluhan pun.

Di belakangnya,Grand Duke 'Callixt Howard', ayahnya, mengayunkan cambuk dengan kemarahan yang membara. Meski usianya sudah setengah abad, tubuhnya tetap kokoh dan wajahnya masih menyimpan ketampanan yang dingin. Dengan kekuatan luar biasa, cambuknya menghantam tanpa henti, memancarkan kebencian yang terpendam. Wajah Callixt memerah, matanya menyala penuh amarah yang mendidih.

"Dosa apa yang dibawa takdir hingga monster  ini, harus lahir dalam keluargaku?" ucapnya, nadanya penuh penghinaan. "Keberadaan mu adalah aib bagi nama besar Howard. Kau hanyalah kutukan yang seharusnya tak pernah ada!"

Isaac tetap tak bergeming, tak memberikan satu pun reaksi. Setiap kata yang keluar dari mulut grand Duke Callixt seperti angin dingin yang sudah terlalu sering menyentuh kulitnya. Kebencian ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.

"Wanita yang paling kucintai, tewas karena dirimu!" teriak grand Duke Callixt dengan suara bergetar oleh kemarahan. "Kau yang seharusnya mati, bukan dia!Seharusnya aku membunuhmu saat kau baru dilahirkan!!" Suaranya semakin keras, tetapi itu tidak membuat Isaac bergerak sedikit pun.

Luka lama di hati Isaac kembali terbuka mendengar kata-kata itu, tapi di luar, wajahnya tetap tak berubah. Dia telah lama tenggelam dalam rasa bersalah atas kematian ibunya, namun rasa itu kini hanyalah beban tanpa akhir, sesuatu yang tak lagi menyakitkan, hanya menjadi bagian dari dirinya.

Grand Duke Callixt mendekat. Mata merahnya  yang tajam memandang Isaac dengan kebencian yang sedemikian mendalam. "Kau, bukanlah putraku," katanya dengan dingin. "Kau adalah monster, yang tak pantas hidup di dunia ini. Nama Howard ternoda oleh keberadaan mu."

The Story ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang