BAB XXXII -Duel Isaac dan Lucian-

6.5K 476 3
                                    

Halo semuanya terimakasih🤗 sudah mampir ke cerita ini.Sebagai penulis baru mohon dukungan dan sarannya.👏👏👏🫶🫶🫶

Selamat membaca💛🧡❤️, dan jangan ragu untuk memberikan umpan balik. Dukungan kalian sangat berarti untuk pemula seperti saya.

🚨Disarankan untuk memutar Vidio lagu diatas atau memutar lagu yang kalian rasa cocok supaya lebih bisa meresapi suasana cerita🚨

🚧Saran untuk yang tidak bisa memutar video YouTube musik diatas :saat pertama kali masuk langsung scroll ke bawah langsung,diusahain yang cepet,setelah loading kedengeran suaranya baru scroll ke atas lagi tapi jangan sampai ngelewati judul,baru baca🚧

**Terima kasih,Salam Pena**

❤️😙😁😆❤️

*******∆*******

Hutan Eldewood yang lebat, dengan pohon-pohon kuno menjulang tinggi, menyelimuti langit dengan kanopinya yang gelap. Cahaya matahari yang seharusnya menembus celah-celah dedaunan hanya menyisakan pendar samar, menciptakan bayangan yang bergerak pelan seperti roh-roh yang mengintai dari balik pepohonan. Di tengah suasana yang begitu sunyi, terdengar derap langkah kuda yang menapak lembut di tanah berlumut, seolah-olah enggan mengganggu ketenangan abadi hutan ini.

Isaac, dengan busur terentang di tangannya, berada dalam puncak konsentrasi. Tubuhnya kokoh di atas pelana, punggungnya lurus, dan matanya mengincar rusa putih yang lamgka, yang kini berdiri di antara semak belukar dengan tenang memakan rumput, tidak menyadari bahaya yang mengintainya. Di matanya, rusa itu bukan sekadar mangsa; ia adalah simbol dari pengejaran tanpa henti, dari upayanya memberi Daisy sebuah hadiah.Dia berencana membuat mantel dari bulu rusa itu,dan itu pasti sangat cantik jika dipakai oleh Daisy pada musim dingin nanti.

Namun, ketika anak panah Isaac melesat, ia tersentak. Sebuah anak panah lain datang dari arah yang berbeda dan menancap lebih dahulu pada tubuh rusa itu, membuat hewan itu jatuh ke tanah.

Isaac langsung menoleh, matanya menyipit saat menyadari kehadiran seorang pengganggu. Suara derap kuda mendekat, dan Lucian muncul dari balik bayang-bayang pohon, wajahnya dihiasi senyum yang penuh dengan kemenangan.

"Ah, Isaac," ujar Lucian dengan nada mengejek, "betapa sayangnya, aku yang mendapatkan buruannya."

Isaac tidak menjawab, hanya memandang Lucian dengan tatapan yang begitu tajam hingga bisa menembus kabut tipis yang mulai turun di sekitar mereka. "Apa maksud dari kelancanganmu, Lucian? Kau tahu, hewan itu sudah menjadi sasaranku," suara Isaac terdengar dalam dan penuh peringatan, tapi ada ketenangan yang menipu di baliknya, seolah badai yang belum siap meledak.

Lucian tertawa kecil, suara tawanya menggema di antara pepohonan seperti ejekan halus dari hutan itu sendiri. "Isaac, di hutan ini, tidak ada yang menjadi milik siapa pun sampai saat terakhir. Rusa itu, seperti yang lainnya di sini, bebas untuk diambil oleh siapa pun yang cukup cepat. Kau terlalu lamban!!"

Isaac menarik napas panjang, berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak di dadanya. "Kau tahu betul, Lucian, bahwa aku yang sedang memburunya."

"Tapi, sahabatku," kata Lucian dengan nada manis yang penuh dengan kepalsuan, "anak panahmu belum menancap. Dan dalam perburuan ini, kau harus tahu, siapa yang lebih dahulu menancap, dialah yang memiliki."

Isaac mengalihkan pandangannya sejenak, seolah mencoba mencari kendali di tengah pikirannya yang mulai dipenuhi rasa frustrasi. Dengan gerakan tiba-tiba, ia menarik tali kendali kudanya, bersiap untuk pergi.

The Story ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang