BAB VII -Persiapan Debutene-*

11.7K 831 10
                                    

Halo semuanya terimakasih🤗 sudah mampir ke cerita ini.Sebagai penulis baru mohon dukungan dan sarannya.👏👏👏🫶🫶🫶

Selamat membaca💛🧡❤️, dan jangan ragu untuk memberikan umpan balik. Dukungan kalian sangat berarti untuk pemula seperti saya.

🚨Disarankan untuk memutar Vidio lagu diatas atau memutar lagu yang kalian rasa cocok supaya lebih bisa meresapi suasana cerita🚨

🚧Saran untuk yang tidak bisa memutar video YouTube musik diatas :saat pertama kali masuk langsung scroll ke bawah langsung,diusahain yang cepet,setelah loading kedengeran suaranya baru scroll ke atas lagi tapi jangan sampai ngelewati judul,baru baca🚧

**Terima kasih,Salam Pena**

❤️😙😁😆❤️

*******∆*******


Isaac melangkah mantap, mengikuti jejak si pencopet yang telah melarikan dompet gadis itu. Keramaian pusat kota tidak mampu mengalihkan pandangannya dari sosok pencopet yang semakin terdesak. Meski kerumunan orang berdesakan di sepanjang jalan, terutama para gadis muda yang mulai berkumpul hanya untuk melihatnya, tatapan Isaac tetap tajam, seolah memiliki kemampuan luar biasa untuk melacak mangsanya. Wajahnya dingin, seolah dipahat dari batu. Tak ada belas kasihan di sana.

Setelah beberapa saat, si pencopet menyelinap ke sebuah gang sempit yang gelap. Napasnya tersengal-sengal, lututnya lemas, dan dia bersembunyi di balik tong sampah besar. Namun, ketenangan itu hanya berlangsung sekejap. Langkah kaki berat terdengar mendekat, menggema di antara dinding-dinding sempit. Detak jantungnya berdegup kencang, wajahnya pucat saat kesadaran menghantamnya-seseorang telah mendekat ke arahnya.

"Tidak mungkin..." bisiknya dengan suara parau. Ini bukan pertama kali dia merasakan ketakutan mencekam ini.

Pria yang sedang mendekat itu adalah sosok yang pernah ia temui sebelumnya, sosok yang seharusnya dia hindari. Saat itu, dia berhasil lolos dengan memohon ampunan. Tapi kali ini, firasat buruk menghantuinya-kesempatan kedua mungkin tidak akan datang.

Isaac muncul di ujung gang. Siluetnya menjulang tinggi, seperti malaikat maut yang datang untuk menjemput. Cahaya remang-remang hanya mempertegas aura kekuatan yang terpancar dari tubuhnya. Mata Isaac yang dingin dan penuh amarah menyapu si pencopet, membuat kakinya bergetar ketakutan.

"Tolong... jangan," isak si pencopet. Lututnya goyah, hampir tak sanggup menahan tubuhnya yang gemetar. Air mata mengalir di wajahnya yang kusut, sama seperti saat pertama kali dia tertangkap. Dia masih bisa merasakan rasa sakit pisau yang menancap di telapak tangannya. "Saya... saya mencuri untuk adik saya yang sakit. Kumohon, beri saya kesempatan seperti dulu."

Isaac tak bergerak, hanya menatap tanpa emosi. Bibirnya terkatup rapat, menyisakan keheningan yang mencekam. Akhirnya, ia berbicara dengan suara rendah, tapi tajam bagaikan pisau. "Kau pikir aku akan membiarkanmu hidup setelah berani mengusik milikku?"

Si pencopet tersentak, terkejut, meskipun dia tidak sepenuhnya mengerti. Wajahnya semakin panik, dan kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar seperti semburat harapan yang putus asa. "Saya... saya tidak tahu! Saya tidak tahu kalau nona tadi kekasih Anda!" Ia berusaha membela diri, tapi Isaac hanya mengangkat tangannya.

Dalam hitungan detik, belati kecil melesat dari tangan Isaac, memotong udara dengan kecepatan mematikan. Belati itu menembus dada si pencopet dengan presisi yang mengerikan. Mata si pencopet terbelalak, mulutnya terbuka tanpa suara. Dia merasakan sakit luar biasa di dadanya, dan darah mulai merembes dari luka itu, menciptakan noda merah gelap di pakaiannya.

The Story ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang