BAB XLVIII - Undangan Royal Banquet -

6.2K 623 60
                                    

Halo semuanya terimakasih🤗 sudah mampir ke cerita ini.Sebagai penulis baru mohon dukungan dan sarannya.👏👏👏🫶🫶🫶

Selamat membaca💛🧡❤️, dan jangan ragu untuk memberikan umpan balik. Dukungan kalian sangat berarti untuk pemula seperti saya.

🚨Disarankan untuk memutar Vidio lagu diatas atau memutar lagu yang kalian rasa cocok supaya lebih bisa meresapi suasana cerita🚨

🚧Saran untuk yang tidak bisa memutar video YouTube musik diatas :saat pertama kali masuk langsung scroll ke bawah langsung,diusahain yang cepet,setelah loading kedengeran suaranya baru scroll ke atas lagi tapi jangan sampai ngelewati judul,baru baca🚧

**Terima kasih,Salam Pena**

❤️😙😁😆❤️

*******∆*******

Di dalam kantor Isaac yang luas, udara terasa hangat, meskipun di luar salju turun deras. Suasana ruangan memberikan kenyamanan yang kontras dengan beratnya cuaca di luar.

Daisy duduk tenang di atas sofa beludru, tampak serius memusatkan perhatiannya pada saputangan putih yang sedang ia sulam. Benang lembut tergulung rapi di tangannya, tetapi perhatiannya sering teralihkan oleh Isaac, yang duduk di seberang meja besar, sibuk membaca dokumen strategi perang.

Sesekali, Isaac melirik Daisy dan memanggilnya, mengganggu konsentrasinya.

Dengan gerakan cepat, Isaac bangkit dari kursinya dan menyelinap mendekati Daisy.

"Cup."

Tanpa peringatan, bibirnya mendarat lembut di pipi Daisy, meninggalkan kecupan singkat.

Daisy tersentak, lalu mengusap pipinya yang basah dengan cemberut kecil. "Isaac," gumamnya, berusaha menghindar, meskipun tak sepenuhnya menjauh. "Apa-apaan ini? Aku sedang mencoba fokus."

Isaac hanya tertawa kecil, kedua tangannya kini bertumpu pada sandaran sofa, memerangkap Daisy. "Aku hanya ingin tahu apakah pipimu masih semanis kemarin," ujarnya dengan suara rendah yang menggoda, tatapannya memancing reaksi dari Daisy.

Daisy mendesah pelan, mencoba mengabaikan getaran di perutnya. "Isaac, ini serius. Aku harus menyelesaikan saputangan ini untukmu. Jika kau terus mengganggu, aku tak akan pernah selesai." Meski terdengar jengkel, nada bicaranya penuh kehangatan.

Isaac menunduk lebih dekat, senyumnya tak luntur. "Aku hanya ingin memeriksa, sayang. Apa salahnya kalau aku menikmati sedikit waktu denganmu?" Tangannya melingkar di pinggang Daisy, menariknya mendekat tanpa memberi kesempatan untuk menghindar. Tubuh mereka kini hanya terpisah oleh benang yang Daisy pegang erat.

Daisy memutar matanya, meski bibirnya sedikit tersenyum. "Bukankah kau masih memiliki dokumen yang harus diselesaikan? Cepat kerjakan! Setelah itu, baru kau boleh ke sini."

"Aku sudah menyelesaikannya," sahut Isaac sambil mengacak-acak rambut Daisy dengan gemas. Setelah itu, dia duduk di samping Daisy, merangkul bahunya, sementara Daisy hanya meliriknya tajam karena rambutnya berantakan.

"Kalau begitu, duduk diam dan jangan menggangguku. Aku sudah hampir selesai," keluh Daisy.

Isaac tertawa kecil, mendekat lagi, kali ini menempelkan dagunya ke kepala Daisy. "Bagaimana kalau aku yang melanjutkan, dan kau yang duduk manis di pangkuanku?"

Daisy menatap Isaac dengan tatapan menantang. "Aku tak percaya kau bisa menyulam lebih baik dariku. Kau hanya akan merusak benangnya."

Isaac mengangkat bahu santai, tangannya masih melingkar di tubuh Daisy. "Mungkin kau benar, tapi aku pasti lebih ahli dalam hal lain. Seperti..." Isaac tiba-tiba mengecup pipi Daisy lagi, kali ini lebih lama, membuat wajah Daisy memerah seketika.

The Story ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang