❄Part 3. Wedding

495 55 33
                                    

Pagi itu, langit cerah menaungi rumah besar yang menjadi tempat berlangsungnya pernikahan antara Gio dan Valeska. Rumah tersebut dihiasi dengan elegan, menggunakan warna-warna pastel yang lembut. Bunga mawar putih dan merah muda menghiasi setiap sudut, menambah nuansa romantis pada hari yang istimewa ini. Tidak ada tamu selain keluarga besar dari kedua belah pihak yang hadir, menjadikan suasana lebih intim dan pribadi.

Valeska berdiri di sebuah kamar yang telah dipersiapkan khusus untuknya. Dia mengenakan gaun putih sederhana namun anggun, dengan detail renda yang menghiasi bagian bahunya. Di cermin, dia melihat pantulan dirinya, seorang wanita yang akan segera memulai babak baru dalam hidupnya. Perasaan campur aduk menghampirinya, antara gugup, kesal dan bingung, namun juga ada harapan besar untuk masa depan.

Di ruangan lain, Gio sedang mempersiapkan diri. Dia mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasinya dipilih dengan warna yang senada dengan dekorasi ruangan. Dengan napas yang tertahan, dia mencoba menenangkan dirinya. Meskipun pernikahan ini adalah hasil dari kesepakatan kedua keluarga, dia bertekad untuk menyetujui semua ini demi kekayaannya yang tidak akan hilang. Memang gila.

"Anjir lah, bisa bisanya gue jadi suami dia." gerutu Gio sambil menatap dirinya dari pantulan cermin.

Acara dimulai dengan sederhana namun khidmat. Para tamu, yang tak lain adalah anggota keluarga dari kedua belah pihak, telah duduk di tempat yang telah diatur rapi di taman belakang rumah. Di altar kecil yang dihiasi bunga-bunga, seorang pendeta menunggu dengan senyuman hangat. Dia akan memimpin upacara pernikahan ini, memastikan bahwa setiap janji yang diucapkan adalah awal dari sebuah ikatan suci.

Valeska melangkah keluar dari kamarnya, ditemani oleh ayahnya, Dito. Mereka berjalan menuju altar, di mana Gio telah berdiri menantinya. Setiap mata tertuju pada mereka, dan meskipun acara ini bersifat pribadi, kesakralan momen ini tetap terasa sangat kuat. Gio menatap Valeska tatapan tajam, sedangkan Valeska berusaha tersenyum karena semua mata tertuju padanya.

Ketika mereka tiba di altar, Dito melepaskan tangan Valeska dan menyerahkannya kepada Gio. "Jagalah dia dengan baik," bisik Dito kepada Gio, sebelum dia mundur dan bergabung dengan keluarga lainnya.

"Gue KDRT aja kali ya." bisik Gio tepat di samping Valeska.

"Kalau gitu, lo akan gue bunuh" jawab Valeska membalas kekesalannya karena Gio.

Pendeta memulai upacara dengan doa dan kata-kata pembukaan yang penuh makna.

"Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa yang akan berjalan bersama di dalam suka dan duka. Gio dan Valeska, kalian berdua telah memilih untuk menempuh hidup bersama, saling berbagi cinta dan kebahagiaan. Ini adalah awal dari perjalanan baru, sebuah perjalanan yang akan kalian lalui dengan penuh cinta dan komitmen."

Gio dan Valeska saling bertatapan saat pendeta berbicara, walaupun dengan paksaan. Dalam tatapan itu, biasanya ada rasa saling mengerti, seakan mereka tahu bahwa pernikahan ini lebih dari sekadar janji di depan keluarga, tetapi juga janji kepada diri sendiri dan satu sama lain. Namun sayangnya, itu semua tidak berlaku untuk pernikahan Gio dan Valeska.

"Valeska Elaika Ishvara," lanjut pendeta, "apakah kamu bersedia menerima Giova Sandeva Dewangga sebagai suami, untuk mencintai dan menghormatinya dalam setiap keadaan, baik suka maupun duka, sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, hingga maut memisahkan?"

Valeska menarik napas sejenak sebelum menjawab, "Saya bersedia." ujarnya, "fak kata gue teh, bisa bisanya anjir gue jadi istri manusia ngeselin ini" gerutu Valeska dalam hati, melirik tajam ke arah Gio.

Pendeta kemudian beralih kepada Gio. "Giova Sandeva Dewangga, apakah kamu bersedia menerima Valeska Elaika Ishvara sebagai istri, untuk mencintai dan menghormatinya dalam setiap keadaan, baik suka maupun duka, sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, hingga maut memisahkan?"

Gio menjawab dengan datar, "Saya bersedia."

Setelah kedua mempelai menyatakan kesediaan mereka, pendeta meminta mereka untuk bertukar cincin. Gio mengambil cincin yang telah disiapkan dan dengan hati-hati memasangkannya ke jari manis Valeska. "Dengan cincin ini, aku mengikat janji untuk selalu bersamamu, dalam setiap langkah hidup kita," ucap Gio dengan penuh perasaan.

"bacot!, siapa yang ngajarin? gue tabok orangnya langsung. Ngga terima gue, bisa bisanya pernikahan gue isinya drama semua." ujar Valeska,lagi lagi dia hanya menggerutu dalam hati.

Valeska mengambil cincin yang akan dia berikan kepada Gio. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia memasangkannya ke jari manis Gio. "Dengan cincin ini, aku berjanji untuk selalu mencintaimu, mendukungmu, dan berjalan bersamamu, apa pun yang terjadi," kata Valeska, suaranya penuh keikhlasan. "huek, enek gue" ujar Valeska sangat pelan, yang hanya bisa di dengar oleh Gio.

"diem anjir, drama sebentar apa susahnya si." ujar Gio dengan suara berbisik memarahi Valeska.

Pendeta tersenyum hangat setelah mereka bertukar cincin. "Dengan ini, saya nyatakan bahwa kalian telah resmi menjadi suami dan istri. Semoga cinta dan komitmen yang kalian ucapkan hari ini akan menjadi fondasi yang kuat untuk rumah tangga kalian. Sekarang, Gio, kamu boleh mencium pengantin wanita."

Gio mendekatkan wajahnya ke Valeska, dan dengan lembut dia mengecup keningnya. Ini adalah momen yang sederhana namun penuh makna, menandakan awal dari perjalanan hidup mereka sebagai suami istri. Tepuk tangan dari keluarga mereka yang menyaksikan momen tersebut memecah keheningan, memberikan restu dan kebahagiaan untuk pasangan yang baru menikah ini.

Setelah upacara selesai, satu per satu anggota keluarga mendekati Gio dan Valeska untuk memberikan ucapan selamat. Dito dan Sandra, orang tua Valeska, adalah yang pertama. Dito memberikan pelukan hangat kepada Gio dan berkata, "Selamat, Nak, Piya percaya kamu akan menjadi suami yang baik untuk Valeska."

Sandra mencium pipi Valeska dengan lembut, menahan air mata bahagia. "Miya bangga sama kamu. Mulai sekarang, kamu dan Gio akan membangun hidup baru bersama. Jalani dengan penuh cinta dan kesabaran."

"Apaan sih Mi, inget ya. Ini semua tuh sementara" ujar Valeska. Sandra yang mendengarnya tidak marah, dia hanya tertawa kecil.

"liat aja beberapa bulan kemudian." ujar Sandra tersenyum tipis.

Giliran Diana dan Martin, orang tua Gio, yang memberikan restu mereka. Martin memberikan pelukan kepada Valeska, senyumnya penuh kehangatan. "Selamat datang di keluarga kami, Valeska. Dari dulu kita udah anggap kamu seperti anak kita sendiri" ujar Martin.

Diana, yang selama ini dikenal dengan kelembutannya, memeluk Gio erat-erat. "Gio, kamu udah buat Bunda bangga, Sayang. Mulai sekarang, kamu dan Valeska akan menjalani hidup bersama. Selalu ingat bahwa kami selalu ada untuk kalian."

Gio dan Valeska menerima ucapan selamat dengan penuh rasa syukur. Meski pernikahan ini terjadi atas kesepakatan keluarga, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, sebuah ikatan yang akan mereka bangun bersama dengan cinta dan komitmen.

Setelah semua ucapan selamat diterima, mereka berdua akhirnya bisa duduk bersama sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Gio menggeser tubuhnya agar duduk sedikit lebih jauh dari posisi Valeska.

"Mundur lo sana yang jauh, ngilang aja sekalian" ujar Valeska.

"Songong nih anak. Gue makan juga lo. Kesel gue liatnya" ujar Gio sangat sangat kesal dengan perempuan di sampingnya.

"Nanti gue pulang ke rumah Piya Miya, nggak mau sama lo" ujar Valeska, wajahnya cemberut, tangannya terlipat kedepan.

"Dih, siapa juga yang mau sama lo" ujar Gio.

Saat malam mulai datang, suasana di rumah perlahan menjadi lebih tenang. Para tamu mulai berpamitan, meninggalkan pasangan pengantin baru untuk menikmati momen pertama mereka sebagai suami istri.

***


Selamat Malam Bes

13/08/24

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang