Beberapa minggu telah berlalu sejak malam yang tenang di balkon, dan kini hari yang dinantikan oleh banyak siswa akhirnya tiba, hari pengumuman kelulusan. Bagi Gio, ini adalah momen yang menandai akhir dari masa sekolahnya. Pagi itu, cuaca cerah seolah turut merayakan pencapaian mereka. Valeska yang dengan senyum mengembang di wajahnya, tampak begitu bersemangat saat mendampingi Gio untuk mengambil surat kelulusan.
Sesampainya di sekolah, suasana penuh dengan canda tawa dan kegembiraan. Para siswa yang sudah lulus tampak sibuk mengucapkan selamat satu sama lain, beberapa masih merapikan seragam, yang kini sudah menjadi kenangan dari masa lalu. Gio dan Valeska melangkah masuk ke dalam gedung dengan tenang, namun langkah mereka dipenuhi antisipasi.
"Kq Gio, aku bangga deh sama kamu!" ujar Valeska sambil menggenggam tangan Gio. Matanya berkilat dengan rasa bangga yang sulit ia sembunyikan.
Gio tersenyum kecil, menahan diri untuk tidak menunjukkan betapa gugupnya dia sebenarnya. "Makasih, sayang" jawabnya singkat, namun penuh makna. Dia merasa tenang dengan kehadiran Valeska di sisinya, seolah semua yang ia capai selama ini menjadi lebih berarti karena gadis itu ada di sana untuk menyaksikannya.
Setelah melewati beberapa koridor, akhirnya mereka tiba di ruang aula yang telah diatur untuk pembagian surat kelulusan. Para guru dan staf sekolah terlihat berdiri di depan panggung, siap untuk memberikan hasil kerja keras siswa selama bertahun-tahun.
Gio menunggu gilirannya dengan sabar, sementara suara-suara riuh para siswa lain yang menerima surat kelulusan dan nilai mereka memenuhi ruangan. Tak lama kemudian, nama Gio dipanggil.
"Giova Sandeva Dewangga, peringkat ke-4 dari 264 siswa," suara itu menggema di ruangan, dan sesaat, semua mata tertuju pada Gio. Ada rasa bangga dan juga keterkejutan di beberapa wajah, terutama dari teman-teman sekolah yang mungkin tidak menyangka bahwa Gio bisa meraih peringkat setinggi itu..
"Cukup, ketua minder liat ini bos" celetuk Rendra, dia sudah menebak jika dirinya tidak akan mendapatkan peringkat yang bagus seperti teman temannya. Bimo di urutan ke-8, Dimas di urutan ke-9.
Gio melangkah maju, menerima surat kelulusannya dari tangan kepala sekolah. "Selamat, Gio. Pencapaian yang luar biasa," ucap kepala sekolah dengan senyum tulus.
"Terima kasih, Pak," jawab Gio singkat namun dengan penuh rasa syukur. Dia melangkah kembali ke sisi Valeska, yang sudah menunggunya dengan senyum lebar dan mata yang berkilau penuh rasa bangga.
Valeska menatap Gio dengan penuh kagum. "Otak kamu encer banget anjay, kalau punya anak kayaknya nanti oon kaya emaknya deh," ujarnya.
Gio hanya mengangkat bahu sedikit, berusaha tetap rendah hati meski di dalam hatinya, dia merasa puas dengan hasil yang dicapainya. "Ini juga kan berkat dukungan kamu. Kamu juga pinter sayang, nanti aku ajarin oke, biar pas kamu ujian nanti, kamu bisa dapet nilai yang tinggi. Lebih tinggi dari aku" ucap Gio memberikan semangat untuk istrinya.
Setelah beberapa nama siswa dipanggil, suasana di aula semakin riuh dengan tepuk tangan dan sorak-sorai. Lalu, nama Rendra Yuda Saputra disebutkan dengan tegas oleh pengumum di depan panggung.
"Rendra Yuda Saputra, peringkat ke-11 dari 264 siswa."
Rendra, yang duduk di barisan tengah, langsung terdiam sejenak, matanya membesar, dan mulutnya sedikit menganga. Dia tidak pernah menyangka bahwa dirinya bisa mendapatkan peringkat yang begitu tinggi. Peringkat ke-11? Itu jauh melampaui ekspektasinya sendiri.
Di belakangnya, terdengar celetukan dari seorang siswi, "Dia ngerasa bodoh, ya elah, bodohnya dia kayaknya pinternya kita deh, iya ngga sih?" Beberapa siswa di sekitarnya tertawa kecil mendengar komentar tersebut, tapi Rendra hanya mengangkat bahunya dengan bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Teen FictionPernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...