🌹Part 42. Sayang?

971 109 37
                                    

Malam merambat pelan, merayap dengan sunyi yang biasa namun tetap terasa asing bagi Valeska. Di tengah kesunyian itu, rasa bosan mulai menghampiri, merambati pikirannya, membuatnya gelisah. Di ruang tamu, Valeska menggeser layar ponselnya, mencoba menghubungi teman-temannya, mengajak mereka keluar. Namun, di balik niat spontan itu, dia menyadari satu hal, dia belum meminta izin dari Gio. Keluarnya harus mendapat persetujuan dari suaminya itu.

"Kakaa suamiii... sini deh, aku mau ngomong penting!" teriak Valeska dengan suara manja, berharap panggilannya cukup keras untuk didengar Gio yang berada di kamar atas.

Suara Gio membalas, agak teredam dari kejauhan, "Bentar yaaa..."

"Cepettt... ini penting banget!" celetuk Valeska dengan nada sedikit memaksa, bibirnya cemberut meski Gio tak bisa melihatnya.

Gio mendesah, menyerah pada panggilan itu. "Hadeuh, bocil, bocil..." gumamnya dengan nada setengah bercanda, sambil memutuskan untuk keluar dari game yang sedang ia mainkan. Langkah kakinya terdengar menuruni tangga, menuju Valeska yang duduk di ruang TV dengan wajah cemberut yang menggemaskan.

Begitu sampai di hadapan Valeska, Gio tanpa ragu langsung merengkuh tubuh mungil istrinya, melingkarkan pelukannya erat-erat, dan menempelkan kecupan singkat di pipi. "Kenapa?" tanyanya dengan lembut, matanya menatap dalam-dalam pada wajah Valeska yang kini begitu dekat.

Valeska mendesah kecil, menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab, "Aku bosen deh... Boleh nggak aku keluar main sama temen-temen?" tanyanya pelan, matanya mengamati ekspresi Gio yang masih memandangi wajahnya dengan senyum yang begitu lembut dan penuh pengertian.

Gio tidak langsung menjawab, alih-alih, dia membiarkan senyumnya bertahan di wajahnya yang tenang. "Kemana?" tanyanya, suaranya rendah dan penuh perhatian, membuat Valeska merasa seolah sedang berbicara dengan seorang pria yang selalu mampu membaca pikirannya.

"Mungkin makan, atau..." Valeska menggantungkan kata-katanya, mencoba mencari jawaban yang tepat.

Gio segera memotong, "Jangan ke club," katanya dengan nada tegas namun tetap lembut. Dia tahu ke mana arah percakapan ini, dan dia ingin memastikan semuanya tetap dalam kendali.

Valeska tersenyum kecil, "Iya, kak... tenang aja," jawabnya sambil mengangguk. "Jadi, boleh kan?" tanyanya dengan nada manja, mengharapkan jawaban yang sudah ia prediksi.

Gio menatap Valeska sejenak, lalu mengangguk. "Boleh, sayang," ucapnya dengan suara lembut, membuat Valeska membelalak, terkejut mendengar panggilan yang jarang keluar dari mulut Gio.

"Apa? Apa? Gimana coba? Ulangi dong!" seru Valeska dengan antusias, matanya berbinar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Gio tertawa kecil, menggelengkan kepalanya. "Nggak ada pengulangan. Udah ah, mau ke kamar," jawabnya santai, sambil bangkit dari kursinya, namun belum sempat ia melangkah jauh, Valeska dengan cepat meraih tangannya, menariknya kembali hingga Gio terdorong sedikit ke belakang.

"Ih, Ka Gio... cepet ulangin!" rengek Valeska, matanya memohon dengan kilauan iseng yang Gio kenal baik.

Gio hanya tersenyum tipis, mendekatkan wajahnya lagi ke arah Valeska hingga hanya ada beberapa senti yang memisahkan mereka. Valeska bisa merasakan napas hangat Gio di kulitnya, dan seketika, seluruh tubuhnya terasa meremang, bulu kuduknya berdiri tegak.

"Sayangnya Gio," bisik Gio dengan suara rendah, nadanya dalam dan menggoda. Valeska memejamkan matanya sejenak, aroma mint dari napas Gio menyeruak memenuhi indra penciumannya, membuatnya terhanyut dalam momen itu.

Namun, Gio tiba-tiba menjauhkan wajahnya dan terkekeh pelan. "Kenapa merem? Mikir mesum ya?" godanya, melihat Valeska yang masih terpejam.

Valeska langsung membuka matanya, wajahnya memerah seketika. "Yakin nggak mau kiss aku?" tantangnya dengan nada berani, meskipun hatinya berdebar tak karuan.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang