🍀Part 15. Teman Lama

785 86 35
                                    

Vote dulu ⭐

***

Malam itu, dapur dipenuhi dengan keheningan yang nyaris menyelimuti suasana. Hanya denting sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring yang terdengar di antara Gio dan Valeska. Meski tak banyak bicara, keduanya tampak nyaman dengan keheningan yang melingkupi ruang. Makanan di hadapan mereka hampir habis ketika ketukan dari arah pintu depan tiba-tiba memecah keheningan. Gio dan Valeska saling pandang sejenak, Valeska mengernyitkan dahi, tanda heran di wajahnya.

"Siapa yang datang malam-malam begini?" tanya Valeska, kegelisahan mengintip dari balik sorot matanya.

Gio hanya mengedikkan bahu, tampak acuh, "Sana, lo cek ke depan," ujarnya dengan nada ringan, hampir seperti perintah.

"Nggak ah, lo aja, Kak," Valeska menolak sambil mencibir.

"Dih, masa lo nyuruh suami?"

"Justru karena lo suami, lo harusnya yang ngecek dong."

Gio menghela napas panjang, lalu berkata, "Cepetan, Valeska. Gue males"

"Kalau ternyata maling gimana?" Valeska berusaha mencari alasan.

Gio mendengus pelan, "Bodoh, mana ada maling ketuk pintu dulu." Ia mulai merasa kesal, meski hanya sedikit.

"Sana, Kak. Lo aja yang cek, gue takut," jawab Valeska dengan nada merengek yang justru semakin membuat Gio jengkel.

Pria itu memutar bola matanya, menahan kesal. Akhirnya, ia meletakkan sendoknya dan berdiri dari kursi. "Dasar, disuruh kok ngga nurut," gumamnya sambil berjalan menuju pintu. Langkahnya mantap, sedikit terburu-buru, sementara Valeska tetap duduk di tempatnya, matanya tak lepas mengawasi Gio yang semakin menjauh dari dapur.

Saat pintu terbuka, Gio dikejutkan oleh sosok yang tak asing lagi. "Kak Ayla?" katanya setengah tak percaya, ekspresi wajahnya berubah seketika, menjadi cerah dan penuh kegembiraan. Sebelum ia bisa berkata lebih banyak, Ayla sudah merangsek masuk dan memeluknya erat. Gio membalas pelukan itu dengan senyum lebar, raut wajahnya seolah menghapus kelelahan hari itu.

Valeska, yang penasaran dengan siapa yang datang, akhirnya bangkit dari kursi dan berjalan pelan menuju ruang tamu. Setengah hati ia ingin tahu, namun ada keraguan yang tertinggal di tiap langkahnya. Ketika sampai di ambang pintu dapur, matanya tertumbuk pada pemandangan yang tak ia duga. Gio sedang berpelukan dengan seorang wanita yang asing baginya. Seketika, ada sesuatu yang menusuk dalam dadanya, perasaan tak nyaman yang sulit ia pahami.

"Kak, siapa itu?" tanya Valeska akhirnya, suaranya terdengar datar, namun ada nada penasaran yang tak bisa ia sembunyikan.

Gio melepaskan pelukannya dan berbalik menghadap Valeska. "Ini Kak Ayla, sahabat kecil gue sama kakak gue, kita beda tiga tahun," jawabnya dengan senyum yang berbeda dari biasanya. Senyuman yang terasa hangat, hampir terlalu hangat. "Kak Ayla, kenalin, ini Valeska."

Ayla menoleh ke arah Valeska dan tersenyum ramah, "Oh, hai! Lo temannya Gio juga ya?" tanyanya dengan nada ceria.

Namun Valeska tak membalas senyum itu. "No. Istri," jawabnya singkat sebelum kembali berbalik ke dapur. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya, sesuatu yang tak ingin ia tunjukkan pada siapapun.

"Masa gue cemburu," gumam Valeska dalam hati, mencoba menepis perasaan yang berkecamuk.

Melihat Valeska yang tampak dingin, Gio sedikit bingung. Namun, kehadiran Ayla malam itu terlalu menggembirakan baginya untuk larut dalam kebingungan. Kenangan masa kecilnya bersama Kakaknya dan Ayla tiba-tiba berkelebat dalam benaknya, hujan-hujanan di depan rumah, naik sepeda keliling komplek, makan mie dengan telur setengah matang di warung pojok, dan berbagai momen indah yang tersimpan dalam memori.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang