Vote dulu ⭐
***
Setelah selesai membersihkan badannya, Valeska berdiri di depan cermin kamar mandi, dengan hati-hati mengganti perban yang menutupi lukanya. Gerakannya lembut, namun sesekali ia meringis ketika rasa perih menyeruak. Setelah memastikan semuanya rapi, ia menarik napas panjang, seolah ingin mengusir semua rasa sakit yang masih tersisa.
Tiba-tiba, handphonenya bergetar di meja. Nama Gio muncul di layar, membuat senyum kecil terukir di wajahnya. Tanpa ragu, ia segera mengangkat panggilan itu.
"Sini kebawah, gue beliin es buah buat lo," suara Gio terdengar di seberang, tegas seperti biasa.
Valeska terlihat kesal. "Ck. Kenapa ngga teriak aja sih? Sayang banget kuota gue," balasnya, dengan nada sedikit kesal.
"Jangan banyak bacot deh. Udah buruan," jawab Gio singkat, lalu tanpa menunggu respon lebih lanjut, ia langsung mematikan sambungannya.
Valeska mencengkram kuat handphonenya, diam diam senyum menghiasi wajahnya. Ia melepaskan handuk yang melingkar di kepala, rambutnya terurai dengan lembut. Dengan gerakan perlahan, ia mengambil sisir dan mulai menyisir rambutnya, memastikan penampilannya rapi sebelum turun ke bawah.
Di dalam cermin, Valeska melihat bayangan dirinya yang tampak lebih tenang, mungkin semenjak ada seseorang seperti Gio yang kini mulai berubah, meski dengan caranya yang kadang tak terduga. Setelah memastikan semuanya siap, ia menghela napas pelan dan berjalan keluar dari kamar, siap menemui Gio yang sudah menunggunya di bawah dengan es buah di tangan.
Valeska berjalan menuruni tangga dengan langkah ringan, meskipun masih ada sisa rasa sakit di tubuhnya, namun pikirannya sudah melayang ke arah es buah yang menunggu di bawah. Setibanya di ruang tamu, ia melihat Gio duduk di sofa dengan es buah di tangan, tampak tenang seperti biasa.
Gio menoleh ketika mendengar suara langkahnya, matanya sejenak memeriksa Valeska dari ujung rambut hingga ujung kaki, memastikan bahwa ia benar-benar baik-baik saja. Ada keheningan singkat di antara mereka, seolah keduanya sedang saling membaca pikiran masing-masing.
"Lama banget," ujar Gio dengan nada datar.
Valeska hanya tersenyum tipis, lalu duduk di samping Gio. "Rapi-rapi dikit, Kak. Biar ngga kaya gembel" jawabnya, mencoba menghangatkan suasana dengan sedikit candaan.
Gio menyerahkan mangkuk es buah ke tangan Valeska. "Nih, punya lo," ucapnya sambil memperhatikan reaksi Valeska yang tampak senang menerima es buah itu.
Valeska mengambil sesendok es buah dan mencicipinya. Rasa dingin dan manis langsung menyentuh lidahnya, memberikan sensasi segar yang menenangkan. "Beli di mana? perasaan dari tadi di rumah" tanyanya.
"Deliv" jawabnya singkat.
Valeska hanya mengangguk. Mereka berdua duduk dalam keheningan nyaman, menikmati es buah sampai di suapan terakhir.
Di luar, angin malam berhembus lembut, membawa kesejukan yang meresap hingga ke dalam ruangan. Dan di antara mereka, mulai ada rasa nyaman yang masih di sembunyikan oleh mereka. Ralat, maksudnya hanya di sembunyikan oleh gio.
Gio mematikan siaran TV di hadapannya, lalu memutar tubuhnya, kini duduknya menghadap ke Valeska dengan kedua kaki terlipat di atas sofa. Matanya yang teduh menatap Valeska, seolah mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik wajah gadis itu.
"Capek nggak?" tanya Gio, suaranya lembut namun penuh perhatian.
Valeska menggeleng pelan, "Nggak, kenapa?" jawabnya, mencoba terlihat tenang meskipun ada rasa gugup yang mengendap di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Teen FictionPernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...