🔥Extra Part🔥

1.6K 130 43
                                    

"Sayang, Bi Sari izin pulang dulu," ujar Gio dengan suara lembut, menatap Valeska yang baru saja membuka mata dari tidur lelapnya.

"Hmm..." Valeska hanya menggumam, matanya masih setengah tertutup, suaranya berat dan serak, khas seseorang yang baru saja terbangun dari alam mimpi.

Gio tersenyum kecil, mengusap lembut rambut Valeska yang sedikit berantakan. "Aku mau keluar sebentar ya, main ke rumah Dimas," ucapnya sambil memperhatikan wajah istrinya yang masih terlihat mengantuk.

Valeska menghela napas pelan, lalu menjawab dengan suara yang masih terdengar malas, "Iya... tapi jangan lama-lama, ya?" Ada sedikit nada manja yang tersembunyi di balik suara seraknya, seakan ia enggan berpisah terlalu lama.

"Siap, Nyonya," jawab Gio dengan nada bercanda, seraya mencondongkan tubuhnya untuk mencium pipi Valeska, lalu menggeser ke keningnya, dan tanpa ragu, mencium bibirnya dengan singkat namun penuh kasih.

"Dahh," katanya sambil melambaikan tangan dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Gio kemudian melangkah keluar dari kamar, meninggalkan aroma wangi tubuhnya yang masih tertinggal di udara.

Sesaat setelah menutup pintu kamar, Gio bersenandung pelan, irama kecil yang menggambarkan suasana hatinya yang riang. Namun, di tengah keasyikannya, tanpa sengaja tangannya menyenggol vas bunga kecil yang diletakkan rapi di atas meja samping tangga.

Prang!

Suara pecahan kaca itu menggema nyaring, memecah keheningan rumah. Valeska yang masih setengah sadar tersentak kaget, hatinya berdegup lebih cepat dari biasanya.

"Apa itu?" gumamnya dengan rasa cemas yang merayap perlahan. Ia duduk di ranjang, matanya mencoba fokus pada sumber suara.

Dari kamar, Valeska berteriak, suaranya terdengar lebih keras dari biasanya, "Ka Gio, kamu ngapain?" Kekhawatiran bercampur dengan rasa penasaran, membuat suaranya menggetarkan udara.

Gio, yang masih berdiri di dekat tangga, memandangi pintu kamar di atas sana dengan ekspresi wajah yang meringis, seolah baru saja tertangkap basah melakukan sesuatu yang terlarang. Dalam hatinya, ia tahu masalah baru akan segera tiba. "Mampus gue," bisiknya, lalu tanpa berpikir panjang, ia melangkah cepat menuju pintu depan. "Kabur ah," tambahnya dengan cepat, berusaha meninggalkan kekacauan yang telah ia buat.

Dalam sekejap, Gio sudah menyalakan mobilnya dan melaju keluar dari pekarangan rumah, meninggalkan jejak kecepatan di baliknya.

Sementara itu, Valeska keluar dari kamar, matanya mencari-cari sumber suara tadi. Langkahnya perlahan saat menuruni tangga, namun hatinya tak tenang. Dan saat pandangannya jatuh pada pecahan vas yang berserakan di lantai, ia menghela napas panjang.

"Astaga... Ka Giooooooo!" teriaknya dengan nada marah yang bergetar. Rasa kesalnya memuncak, Valeska bergegas menuju pintu depan, berharap bisa menghentikan Gio sebelum ia benar-benar pergi.

"Heh, Gio!" panggilnya dengan suara lantang, namun mobil yang ditumpangi suaminya itu tak kunjung berhenti. Hanya debu dan angin yang menjawab seruannya. "Awas kamu yaaa..." ancamnya setengah bercanda, setengah serius, sambil melihat mobil Gio semakin menjauh.

Dengan langkah berat dan hati yang masih sedikit kesal, Valeska kembali masuk ke dalam rumah. Melihat pecahan kaca itu, ia menghela napas sekali lagi, lalu dengan hati-hati mulai membersihkannya. Namun, pecahan vas yang tajam itu tak sepenuhnya bersahabat, dan tak lama kemudian, ia merasa jari manisnya tergores.

"Aw..." Valeska meringis, merasakan perih dari luka kecil yang ditinggalkan pecahan kaca itu. Sesaat ia hanya berdiri di sana, menatap jari yang mulai memerah, sambil membayangkan betapa tenangnya Gio saat ini, melaju dengan mobilnya tanpa beban, sementara dirinya harus berurusan dengan semua ini.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang