🌹Part 50. Permintaan Aneh

1.2K 108 35
                                    

Lumayan barbar guys, maapin🥲

***

Di dalam kamar yang remang-remang, dengan cahaya lampu tidur yang lembut menyelimuti ruangan, keheningan malam terasa begitu akrab. Namun, keakraban itu segera terganggu oleh aksi Gio yang tiba-tiba mencium leher Valeska, membuat gadis itu sedikit tersentak. Valeska, yang semula nyaman dalam pelukan suaminya, segera memprotes dengan nada manja namun tegas.

"Ka Giooo, ih... Jangan macem-macem loh yaaa. Jangan mentang-mentang udah lulus terus mau sentuh aku seenaknya," ujarnya sambil memalingkan wajah, meskipun ada senyum tipis yang coba ia sembunyikan.

Gio, dengan tatapan nakal dan senyum menggoda, hanya menjawab santai, "Sekali ajaa." Tangannya masih mencoba menarik Valeska kembali dalam dekapannya, seolah tak ingin melepaskannya begitu saja.

Namun, Valeska dengan cekatan menjauhkan tubuhnya dari pelukan Gio. Dengan gerakan cepat, dia menyibak selimut yang menutupinya dan bangkit dari kasur, lalu melangkah ke sofa. Wajahnya memerah, bukan hanya karena malu, tapi juga karena kesal. "Anjir. Ngga mau!" pekiknya, setengah menantang dan setengah tertawa. Kemudian, dengan nada yang sedikit kesal namun tetap lembut, dia berkata, "Aku masih sekolah setahun lagi, kalau aku bunting nanti siapa yang mau disalahin?"

Gio, yang tetap duduk di pinggir kasur dengan tatapan santai, menjawab enteng, "Kamu lah, kan kamu yang hamil." Matanya berbinar nakal, seolah menikmati setiap respons dari Valeska.

Mendengar itu, Valeska tak bisa menahan diri untuk tak marah. Dengan nada yang lebih serius dan nada kesal yang tak bisa ditutupi, dia berkata, "Goblok. Lo yang minta!" Suaranya kini sedikit meninggi, jelas menunjukkan bahwa ia tidak main-main.

Gio, yang tak kehilangan selera humornya, hanya tersenyum, bahkan semakin meledek Valeska dengan nada bercanda. "Katanya 'Aku-kamu'. Kok sekarang pake 'Lo' lagi?" ucapnya, memperolok perubahan kata sapaan dari Valeska yang sebelumnya lebih manis.

Valeska, yang merasa diolok-olok, hanya bisa mendengus. "Ka Gio nyebelin sihhh," ujarnya, sambil melipat tangan di depan dada, berusaha menunjukkan kekesalannya, meskipun jauh di dalam hatinya ada rasa sayang yang tetap tak bisa ia abaikan.

Gio tertawa kecil mendengar keluhan Valeska, tawa yang penuh kehangatan dan rasa sayang yang terpendam. "Iya, sayang. Ngga kok, tenang aja," ujarnya, mencoba menenangkan, meskipun senyum liciknya masih tersisa di sudut bibirnya, menandakan bahwa dalam benaknya, ia masih menikmati momen ini.

Valeska menatap Gio dengan tatapan tajam namun manis. "Kamu boleh meluk aku, cium aku, asalkan jangan minta itu sebelum aku lulus kuliah," ucapnya tegas, namun ada nada serius yang membuat Gio tak bisa lagi menanggapinya dengan enteng. Pernyataannya itu membuat Gio terdiam sejenak, tercengang dengan permintaan yang mendadak.

"Buset, lama amat, Neng," jawab Gio akhirnya, berusaha meredakan keterkejutannya dengan humor, meskipun ada rasa penasaran yang tak bisa ia sembunyikan.

Valeska mengangkat dagunya dengan sikap angkuh namun manis, "Biarin," balasnya singkat, namun penuh makna. Di balik kata-katanya, ada janji tersembunyi, sebuah komitmen bahwa dia ingin menyelesaikan sesuatu sebelum benar-benar menyerahkan seluruh dirinya pada Gio.

Dalam keheningan yang kembali mengisi kamar mereka, tak ada lagi tawa menggema, namun keduanya tahu bahwa malam ini telah membawa mereka lebih dekat, meski dengan perdebatan kecil dan canda yang mereka nikmati. Mereka saling memahami, bahwa dalam setiap canda, setiap kata, ada cinta yang terus tumbuh, cinta yang akan selalu menjadi pengikat kuat dalam perjalanan mereka ke depan.

***

"Good morning, cintaa..." bisik Gio dengan lembut di telinga Valeska, suaranya serak menggelitik, membuatnya terbangun perlahan dari tidurnya yang nyaman. Matanya masih setengah terpejam, cahaya pagi yang menyelinap melalui celah-celah tirai belum cukup kuat untuk benar-benar menariknya dari pelukan kasur.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang