🌷Part 31. Kebetulan

783 96 37
                                    

"Sebesar apapun usaha kita, kalau yang kita perjuangkan ternyata masih terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya, kita hanya akan terus berhadapan dengan luka yang sama, seolah berjalan di atas kebodohan yang tak berujung."

_Valeska Elaika Ishvara_

***

Tiga hari telah berlalu,dimana Gio hanya menghabiskan waktunya di rumah...

Malam mulai merayap masuk, membawa serta sinar bulan yang lembut menelusup melalui celah-celah tirai di rumah Gio. Di dalam kamar yang remang, persiapan untuk pesta anniversary sekolah yang akan dihadiri mereka malam ini menciptakan atmosfer yang berbeda, lebih sibuk dari biasanya. Valeska berdiri di depan cermin, telaten merapikan helaian rambutnya yang jatuh indah di atas bahunya. Sementara itu, Gio duduk di tepi ranjang, kemeja dan jas sudah terpasang rapi, namun tatapannya kosong tertuju pada ponsel di tangannya, seolah tidak benar-benar di sana.

Sesekali, pria itu melirik Valeska yang masih sibuk di meja rias.

"Berapa lama lagi sih?" Gio akhirnya bersuara, nadanya mengisyaratkan kejengkelan yang mulai memuncak.

Valeska menghela napas panjang, menahan kekesalannya. "Sabar deh" jawabnya, berusaha tetap tenang meski suara Gio tadi menyulut sedikit emosi.

Gio berdiri, sedikit lebih mendekat, menatapnya di cermin. "Tinggal apalagi, Valeska? Bukannya udah selesai?"

Valeska mendesah, menatap pantulan dirinya dengan frustrasi. "Anting gue sebelahnya ngga ada." gumamnya, berusaha mencari anting yang hilang.

Gio menggeleng, matanya menunjukkan rasa tak sabar. "Pake yang ada aja napa, Val. Ribet banget lo, sumpah."

Namun Valeska menggeleng keras, tidak mau mengalah. "Ngga mau, Ka. Gue maunya yang ini." Nadanya tegas, meski ada sedikit nada cemas di baliknya.

Gio menggeram pelan, menahan diri agar tidak membentak. "Anjir, kesel," gumamnya, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar kamar, meninggalkan Valeska yang masih bersusah payah dengan perhiasannya. Langkahnya berat, penuh dengan rasa jengkel yang tak tersampaikan, sementara di kamar, Valeska tetap berkutat dengan kesempurnaan kecil yang menurutnya tak bisa ditinggalkan.

"Gue lebih kesel, kenapa lo berubah lagi kaya ka Gio yang sebelumnya" umpat Valeska sambil mencari anting yang dia maksud.

Setelah beberapa saat berjuang dengan antingnya, akhirnya Valeska menemukan pasangannya. Ia tersenyum kecil di depan cermin, merasa puas dengan penampilannya yang sudah sempurna. Gaun elegan yang ia kenakan tampak serasi dengan kilauan perhiasan di telinganya, dan rambutnya yang tergerai indah menambah pesonanya. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan sisa-sisa kekesalan yang tadi mengganggu pikirannya.

Valeska melangkah keluar kamar, menemui Gio yang sedang duduk di ruang tamu, tampak lebih tenang namun dengan tatapan yang masih sama kosong. Ia berjalan mendekat, berdiri di depannya.

"Udah siap, Ka," katanya lembut, suaranya kini jauh lebih tenang, mencoba mencairkan suasana yang tadi sempat tegang.

"Cantik nggak?" tanya Valeska dengan senyum lebarnya.

Gio menatap Valeska dari ujung kepala hingga kaki. Sekilas pandangannya mengeras, namun kemudian melunak saat melihat betapa anggun istrinya malam itu.

"Cantik," ucapnya singkat, tanpa menambahkan pujian yang mungkin diharapkan Valeska. Ia berdiri, mengambil kunci mobil dari meja, dan tanpa berkata apa-apa lagi, menuju pintu depan.

Valeska mengikuti di belakangnya, merasa ada jarak yang tak terlihat namun sangat nyata di antara mereka. Dia tahu, di balik sikap dingin dan ketidakpedulian Gio, ada sesuatu yang lebih dalam yang tak pernah ia ungkapkan.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang