Malam itu, langit malam membentang gelap, hanya diterangi oleh kerlip bintang yang samar-samar. Dimas, Rendra, Bimo, Shavira, Citra, dan Laura berdiri di depan rumah megah yang menjulang di hadapan mereka, terdiam sejenak memandangi kemewahan yang ada. Desir angin malam yang sejuk menyelusup di antara mereka, membawa aroma rumput yang basah oleh embun.
Rendra mengerutkan kening, matanya menatap heran ke arah rumah besar itu. "Ini beneran rumahnya Gio?" tanyanya, ragu-ragu. "Kayaknya salah deh. Gio kan rumahnya bukan di komplek ini."
Bimo, yang berdiri di sampingnya, ikut mengangguk, ekspresinya tak kalah bingung. "Iya, bener. Gue yakin ini salah alamat."
Rendra melirik Dimas, mencari kepastian. "Gio pindah rumah ya, Dim? Kok lo tenang banget?"
Dimas, yang sudah tahu lebih dulu tentang pernikahan Gio dan Valeska, hanya tersenyum tipis. Sebuah senyum yang mengandung rahasia yang belum terungkap. "Tenang aja, nanti lo juga ngerti," jawabnya dengan nada tenang, hampir misterius.
Bimo mulai gelisah, tangan Rendra ia cengkeram, berniat menariknya pergi. "Yuk pulang aja, Ren. Ini pasti salah rumah deh."
Sebelum Rendra sempat menjawab, Laura menatap mereka dengan tajam. "Bisa gak, diem aja dulu? Gue capek dengar ocehan lo berdua," ujarnya dengan nada kesal.
Akhirnya, Dimas menekan bel rumah di samping pintu besar itu. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka perlahan, dan di sana berdiri Valeska dengan pakaian santai, senyumnya ramah, namun sedikit terkejut melihat kerumunan di hadapannya.
"Lah, kalian? Gue kira siapa," ujar Valeska dengan senyum mengembang, namun tak mampu menyembunyikan keheranannya.
Bimo, yang masih dalam kebingungannya, berseru, "Lah, katanya ke rumah Gio, kenapa malah jadi kerumah Valeska."
Laura, yang sudah mulai kehilangan kesabaran, menatap Bimo dengan tatapan tajam. "Ka Bimo ganteng, diem aja bisa gak? Lo dari tadi ngomooong terus, nyebelin," ujarnya geram.
Valeska tersenyum tipis mendengar percakapan itu, lalu mempersilakan mereka masuk. "Masuk dulu ngga si, ribet banget kalian ini"
Mereka semua melangkah masuk, rasa canggung masih menyelimuti suasana, terutama bagi Rendra dan Bimo yang tak bisa menyembunyikan kebingungannya. Setelah melewati ruang tamu yang luas dan berdekorasi elegan, mereka tiba di ruang keluarga. Di sana, Gio duduk santai di sofa, mengenakan kaos dan celana pendek. Wajahnya terlihat lebih segar, lebih tenang daripada terakhir kali mereka melihatnya.
Bimo, dengan ekspresi tak percaya, membuka mulutnya lebar-lebar. "Gio? Lo ngapain di sini? Terus, kenapa Valeska juga ada di sini? Wah, jangan-jangan kalian..."
Gio menatapnya dengan alis terangkat, merasa aneh dengan kesimpulan temannya. "Apa? jangan-jangan apa?"
Bimo, dengan nada menggoda, berteriak, "Kalian berdua mesum ya?"
Gio tertawa kecil, kemudian menjawab dengan tenang, "Suami istri berduaan di rumah sendiri, mesum menurut lo?"
Rendra, yang masih berusaha memahami situasi, mengernyitkan dahi. "Tunggu, tunggu. Maksud lo... suami istri?"
Gio menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Saatnya kebenaran terungkap. "Gue sama Valeska udah nikah. Kita dijodohin sama orang tua kita."
Suasana hening sejenak, hanya desiran angin dari luar yang terdengar, mengiringi keterkejutan yang perlahan-lahan mencair di antara mereka.
Keheningan menggantung di udara seperti kabut yang enggan hilang, saat Rendra dan Bimo menatap Gio dengan ekspresi ternganga. Mulut mereka terbuka, tapi tak ada kata yang keluar, sementara Dimas, Shavira, Citra, dan Laura saling melempar cekikikan kecil, menikmati kebingungan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Teen FictionPernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...