Malam itu, keheningan terasa begitu menekan di dalam kamar mereka. Setiap derit lantai terdengar jelas, seolah menjadi satu-satunya suara yang mengisi ruangan. Gio duduk di sofa, sementara Valeska duduk di depan meja rias, merapikan rambutnya dan tak lupa memakai skincare sebelum tidur.
"Lo tau tas kecil gue nggak?" tanya Gio tiba-tiba.
Valeska menatap pantulan Gio di cermin yang mondar-mandir. "Nggak tau," jawabnya singkat.
Gio duduk di tepi kasur dengan wajah frustasi. "Cariin dong, gue nyari nggak ketemu-ketemu," pintanya, dengan sedikit nada memelas.
Valeska mendesah pelan. "Ih, males ah. Yang bener coba nyarinya," ujarnya sambil tetap fokus pada rutinitasnya.
Gio mendekati Valeska, berdiri di belakangnya dengan senyum jahil. "Val," panggilnya pelan, membuat Valeska sedikit tegang melihat seringai Gio dari pantulan cermin.
"Mau ngapain lo?" tanya Valeska waspada, mundur perlahan dari Gio.
"Mau bantuin gue atau...?" Gio menggantungkan kalimatnya, membuat Valeska semakin gelisah.
"Iya, iya, gue bantuin," jawab Valeska akhirnya, merasa tak punya pilihan lain. Dia tahu ke mana arah pembicaraan Gio.
Dengan sedikit terpaksa, Valeska mulai mencari tas yang dimaksud Gio. Tidak butuh waktu lama, dia menemukan tas itu di samping sofa. "Kayaknya lo harus cek ke dokter mata deh, takut buta," ujarnya sambil melempar tas tersebut ke arah Gio, yang menangkapnya dengan sigap.
"Jelas-jelas tas lo ada di samping sofa. Buta lo ya?" Valeska memandang Gio dengan kesal.
Gio tertawa kecil melihat Valeska yang terus mengomel. "Makasih, istri," ledeknya.
Valeska merasa merinding mendengar panggilan itu. Dia memutar bola matanya dengan jijik. "Najis."
"Lah, bener kan? Lo itu istri gue," balas Gio santai.
"KA GIO, STOP NGGAK!" Valeska hampir berteriak.
"Haha, salting mah salting aja, neng. Pipi lo udah merah gitu," ujar Gio, menikmati reaksi Valeska. Gadis itu segera membuang muka, tak ingin menunjukkan perasaannya.
Gio duduk kembali di sofa, sementara Valeska kembali sibuk dengan alat-alat skincarenya. Gio mulai mengutak-atik ponselnya, mengganti SIM card dengan kartu lain.
"Wah anjay, pacar gue ngechat banyak banget," katanya tiba-tiba.
Beberapa jam sebelum pernikahan mereka, Gio sengaja mengganti kartunya dengan kartu pribadi yang hanya diketahui oleh beberapa keluarganya dengan tujuan agar tidak mendapatkan pesan atau panggilan dari teman temannya, apalagi dari Rahel, kekasihnya.
Gio mencoba menelepon Rahel, dan dalam hitungan detik, terdengar suara Rahel dari seberang sana.
"Sayang, kamu ke mana aja sih? Nggak berangkat sekolah dua hari, nggak ada kabar apapun. Kata teman-teman kamu juga kamu nggak nitip surat izin ke mereka," ujar Rahel cemas.
Gio terkekeh pelan. "Maaf ya, sayang. Aku habis keluar kota, handphone aku mati, lupa bawa charger," ujarnya dengan alasan yang terdengar dibuat-buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Teen FictionPernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...