Vote dulu! ⭐
Malam merengkuh pagi dengan lembut, dan sinar matahari mulai merembes lembut melalui jendela kamar, menerangi ruangan dengan kehangatan pagi. Valeska dan Gio masih terlelap, hanya Valeska yang terbaring di tempat tidur, sementara Gio tidur di sofa, sampai alarm yang keras membangunkan mereka dari lenanya. Valeska terjaga dengan terkejut, matanya membelalak melihat jam yang menunjukkan pukul 07:35.
Dengan gerakan cepat dan penuh kepanikan, Valeska melompat dari tempat tidur dan berlari ke arah Gio, berusaha membangunkannya. "Ka Gio! Udah setengah delapan, kita kan mau ke rumah Miya!" Valeska menepuk lembut lengan Gio, yang masih setengah sadar dan bergelut dengan kantuk.
"Hmm... Iya, bentar lagi," jawab Gio dengan suara malas, berusaha meraih beberapa menit lagi untuk tidur.
"Kak, ayo dong..."
"Nanti, sepuluh menit lagi deh," Gio mengeluh sambil menggeliat di sofa.
Valeska menghela napas panjang. Dengan cepat, dia bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan sementara Gio masih bergumul dengan rasa kantuknya.
Di dapur, Valeska mulai memeriksa bahan-bahan yang ada, mencari apa yang bisa dimasak pagi ini. Namun, tanpa diduga, suara langkah kaki yang familiar terdengar dari arah tangga. Gio muncul di pintu dapur, mengenakan kaus santai dan celana pendek, tampak masih setengah tidur.
"Kok lo nggak langsung mandi sih?" tanya Valeska sambil melirik ke arah Gio.
"Males. Udah, gue bantuin lo aja deh di sini," jawab Gio, sambil mendekati meja dapur dengan ekspresi setengah mengantuk.
Valeska hanya menggelengkan kepala, merasa setengah bingung dan setengah mengerti.
"Bantu doa maksudnya," Gio tertawa kecil, membuat Valeska mendecak kesal.
Sambil menyiapkan bahan-bahan untuk sarapan, Valeska tiba-tiba teringat sesuatu. "Aduh, gue lupa beli bawang merah semalam."
Gio, yang sedang berdiri di sebelahnya, terlonjak kaget hingga bahunya terangkat. "Biasa aja bisa nggak? Ngga usah teriak-teriak gitu," ujarnya dengan nada sedikit kesal.
"Iya, iya, maaf," jawab Valeska, merasa agak bersalah.
"Tunggu aja, nanti juga ada penjual sayur keliling lewat," ujar Gio dengan santai.
Belum selesai Gio berbicara, terdengar suara khas tukang sayur keliling dari luar rumah. Valeska langsung mengambil dompetnya dan berlari ke depan. Benar saja, tukang sayur dengan gerobaknya sudah menunggu di sana, dikelilingi beberapa ibu-ibu tetangga yang sedang berbelanja.
"Bu, beli bawang merah, ya," kata Valeska sambil tersenyum ramah.
Salah satu ibu-ibu yang sedang berbelanja menatap Valeska dengan pandangan sinis. "Kamu orang baru di sini ya, dek?"
Valeska hanya membalas dengan senyum sopan, "Iya, Bu."
"Beberapa hari yang lalu saya dengar mereka baru datang, katanya rumah ini hadiah pernikahan dari orang tuanya," ujar salah satu ibu-ibu itu.
Tiba-tiba, salah satu dari mereka menyenggol temannya dan berbisik dengan suara cukup keras, "Nih anak nikah muda. Pasti hamil duluan."
Valeska terkejut mendengar tuduhan itu, namun dia berusaha tetap tenang. "Jangan sok tahu deh, Bu. Saya nikah karena sudah dijodohkan, bukan karena hamil duluan. Ibu nggak lihat perut saya langsing begini?" ujar Valeska sambil dengan bangga menunjukkan perutnya yang rata.
Namun, ibu-ibu itu tampaknya tidak percaya. "Ah, jangan bohong lah. Anak muda zaman sekarang, apalagi nikah buru-buru kayak gitu, pasti ada apanya."
Merasa tidak nyaman, namun enggan memperpanjang masalah, Valeska cepat-cepat membayar bawang yang dibelinya dan kembali ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Ficção AdolescentePernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...