Vote dulu! ⭐
***
Keesokan paginya, Valeska terbangun lebih dulu. Cahaya lembut menerobos tirai, membuat matanya perlahan membuka. Saat menoleh ke samping, dadanya tiba-tiba berdebar keras ketika melihat sosok Gio yang tertidur begitu dekat, hanya berjarak satu jengkal darinya. Refleks, tangannya mendorong tubuh Gio dengan panik hingga pria itu jatuh terjerembab ke lantai.
"Aaaa!" jerit Valeska, suaranya membelah keheningan pagi.
BRUK!
Gio terbangun dengan terkejut. "Aduh" serunya dengan suara parau, masih setengah sadar, memegangi punggungnya yang kini terasa nyeri. "Val! Lo apa-apaan sih?!"
Valeska terperangah dan langsung melompat dari tempat tidur, panik melihat Gio yang terkapar di lantai. "Ya ampun, Kak! Maaf, maaf! Gue nggak sengaja!" ujarnya tergopoh-gopoh sambil mendekat.
Dengan raut wajah masam, Gio merintih kesakitan, "Nggak sengaja gimana? Lo kira gue bantal? Sakit, anjir!" gerutunya.
Valeska mengulurkan tangannya, membantu Gio berdiri. "Lagian kenapa pake tidur di samping gue segala." tanyanya curiga, matanya menyipit. "Heh. Jangan-jangan, lo udah berani nyentuh gue ya!" lanjutnya, sambil meraba tubuhnya, memastikan pakaian masih melekat sempurna.
Gio, meskipun masih kesal, menerima uluran tangan Valeska dan berdiri sambil meringis. "Gue yang angkat lo semalem. Gue juga capek, pengen ngerasain tidur di kasur."
Valeska mengernyit, mencoba mengingat kejadian semalam. "Ya kan bisa tidur di sofa, kaya biasanya nggak gitu aja," balasnya, mencoba merasionalisasi.
Gio menatapnya dengan campuran kesal dan geli. "Bukannya bangun tidur bikin badan seger, ini malah bikin badan sakit semua," gumamnya sambil merintih.
Valeska tertawa kecil, meskipun perasaan bersalah masih menggelayut di hatinya. "Maaf, sumpah. Hahaha... Sakit ya?" tanyanya, berusaha menahan tawa.
Gio mendengus, mencoba membetulkan posisi duduknya di tempat tidur. "Sakit lah. Gue tidur di samping lo udah nyiapin mental, tapi ternyata mental gue nggak cukup."
Valeska menepuk pundak Gio pelan, berusaha menyembunyikan tawanya. "Hahaha, kocak. Lagian, ngga bilang dulu."
Gio memutar matanya, menatap Valeska dengan ekspresi sebal. "Nyenyenye... Sono masak lah, gue laper," ujarnya dengan nada kesal yang masih tersisa.
"Nggak, gue mau mandi dulu," jawab Valeska santai, berjalan ke arah kamar mandi.
Gio hanya bisa menghela napas panjang sambil mengusap punggungnya yang masih terasa sakit. "Gila tuh orang," gumamnya lirih, setengah menertawakan dirinya sendiri.
Valeska terkekeh kecil sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi. Sementara itu, Gio masih terduduk di tempat tidur, memandanginya dengan tatapan yang penuh dengan keluh kesah dan sedikit tawa terpendam.
Setelah beberapa saat, Valeska keluar dari kamar mandi, segar dengan seragam sekolahnya. Melihatnya, Gio bangkit dari tempat tidur, mengambil handuk dan bersiap membersihkan diri. Ketika melewati Valeska, dia meliriknya sekilas dan bergumam, "Goblok, Valeska. Pinggang gue sakit banget."
Valeska hanya tertawa, tidak bisa menahan diri. "Salah lo sendiri," balasnya ringan.
Gio mendengus pelan, masuk ke kamar mandi sambil terus menggerutu. Sementara menunggu Gio mandi, Valeska turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Langkahnya terasa ringan, dan tawanya terus mengalir, mengingat betapa konyolnya pagi itu.
Di dapur, Valeska membuka lemari dan mulai mengecek bahan-bahan yang tersedia. "Gue masak apa, ya?" gumamnya, matanya menjelajahi isi lemari es. Akhirnya, dia memutuskan untuk membuat roti panggang dengan telur dadar, lengkap dengan secangkir teh manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA
Teen FictionPernikahan saat SMA Di kota kecil, Gio dan Valeska, dua remaja SMA, terpaksa menikah karena perjodohan yang diatur oleh orang tua mereka. Meskipun mereka awalnya saling tidak suka dan tertekan oleh situasi tersebut, pernikahan ini memaksa mereka unt...