🌹Part 41. Gio merajuk

457 81 26
                                    

Pagi yang cerah menyelimuti rumah itu, dan Valeska sudah siap dengan seragam hari Seninnya. Ia berdiri di balkon, menunggu Gio yang masih berkutat dengan rambut jambulnya di depan cermin. Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya, sementara ia memandangi pemandangan dari atas sana, menikmati detik-detik sebelum hari yang sibuk dimulai.

Tak lama, Gio muncul dari kamar, berjalan menuju Valeska dengan langkah santai. Tatapan matanya yang lembut berusaha menangkap perhatian gadis itu. "Kenapa nggak langsung turun? Nggak mau sarapan?" tanyanya, suara yang terdengar begitu familiar di telinga Valeska membuat hatinya sedikit bergetar.

Valeska menoleh dan melemparkan senyuman manis yang selalu membuat Gio merasa damai. "Nggak," jawabnya, singkat namun penuh makna, seakan ada sesuatu yang ia sembunyikan di balik senyum itu.

Gio mengerutkan keningnya, sedikit bingung. "Kenapa? Sarapan, Valeska. Nanti sakit perut," katanya, kali ini suaranya lebih lembut, menunjukkan kekhawatiran yang tulus.

Valeska menggeleng pelan. "Nggak mau, Kak Gio. Soalnya gue udah diajak sarapan bareng sama Ka Arga," ucapnya tanpa beban, meskipun matanya tetap mencuri pandang ke arah Gio untuk melihat reaksinya.

Mendengar nama itu, ekspresi Gio langsung berubah. Senyum yang tadinya menghiasi wajahnya perlahan memudar. "Oh gitu. Yaudah, sana," balasnya dengan nada sinis yang menyelinap di antara kata-katanya. Tanpa menunggu respons lebih lanjut, Gio mengambil tasnya dari sofa, lalu berjalan keluar kamar, meninggalkan Valeska sendirian.

Valeska terkejut. Tak menyangka Gio akan bereaksi seperti itu. "Ka Gio! Kok gue ditinggalin?" pekiknya, berlari mengejar Gio yang sudah berada di ambang pintu.

Sesampainya di samping Gio, Valeska merangkul lengannya, mencoba meredam ketegangan. "Ka Giooo... Gue nggak enakan buat nolaknya," ucapnya dengan nada manja, mencoba mencairkan suasana.

Namun, Gio tetap pada sikapnya. "Yaudah sana. Mau bareng tinggal berangkat, gitu aja kok repot," jawabnya datar, matanya lurus menatap ke depan, seolah tak ingin melihat Valeska yang memohon di sampingnya.

Valeska mengerutkan kening, mencoba memahami perasaan Gio yang tiba-tiba berubah. "Ka Gio marah?" tanyanya, kali ini suaranya penuh kekhawatiran. Namun, Gio hanya diam, tak memberikan jawaban.

Mereka melewati dapur, di mana Bi Sari, yang sedang menata piring di atas meja, langsung berhenti dan menatap Gio dengan tatapan bingung. "Den Gio nggak sarapan?" tanyanya, suara ramahnya mencoba menghentikan langkah Gio.

Gio hanya mengangkat bahu. "Kasih aja ke tetangga, Bi, Gio ngga sarapan" ucapnya singkat tanpa menoleh, membuat Bi Sari semakin kebingungan.

"Yang bener, Den?" Bi Sari mencoba memastikan, namun Gio sudah keluar menuju mobil tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Begitu mereka masuk ke dalam mobil, Valeska duduk di sebelahnya dengan perasaan yang campur aduk. "Ka Giooo, jangan diemin gue dong," ujarnya dengan nada kesal namun ada nada memelas di balik suaranya.

Gio mencoba memaksakan senyum, meskipun jelas terlihat di matanya bahwa hatinya masih gusar. "Nggak, Valeska," jawabnya, suaranya terdengar kosong, seperti tak ingin memperpanjang pembicaraan.

Valeska semakin gelisah. "Ka Gio marah kenapa?" tanyanya lagi, mencoba mencari jawaban di balik sikap dingin Gio. Laki-laki itu menghela napas panjang, mencoba menahan diri untuk tidak meledak. Ia merasa seolah sedang diuji kesabarannya, berhadapan dengan perempuan yang memiliki sifat manja seperti anak kecil, namun itulah yang membuat Valeska unik di matanya.

Gio akhirnya menoleh, memutar tubuhnya untuk menghadapi Valeska. "Kapan dia ngajak lo buat sarapan bareng?" tanyanya, kali ini nada suaranya sedikit lebih tajam.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang