❄Part 8. Gio Marah

1K 94 30
                                    

Gio membuka matanya perlahan, sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar membuatnya merasa malas untuk bangun. Di atas kasur, Valeska masih meringkuk di balik selimut, terlihat lelah. Gio menghela napas dan memutuskan untuk bangun lebih dulu. Dia melangkah ke kamar mandi, menyalakan air dan mulai mandi. Sementara itu, Valeska menggeliat di tempat tidur, badannya terasa berat dan kepalanya masih sedikit berdenyut akibat mabuk semalam.

Setelah beberapa menit, Valeska mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Gio keluar dengan handuk yang melilit di pinggang dengan kaos oblong yang menutupi bagian atas, mungkin karena kemarin Valeska teriak saat melihat dada bidang Gio terekspos jelas, rambutnya basah meneteskan air. Dia berjalan ke lemari untuk mengambil seragam sekolahnya di hari sabtu. Valeska mengintip dari balik selimut, memperhatikan Gio yang sibuk mengenakan pakaian.

Dengan malas, Valeska akhirnya memaksa dirinya bangun dari tempat tidur. Dia teringat akan janjinya untuk membuatkan Gio sarapan yang enak, walaupun yang ada di fikirannya hanya sandwich.

"Ngga mandi lo?" tanya Gio begitu melihat Valeska tidak bersiap siap untuk mandi.

"Nanti. Mau bikin sarapan," katanya dengan suara serak sebelum keluar dari kamar.

Di dapur, Valeska mulai menyiapkan sarapan sederhana. Dia membuka kulkas dan mengambil telur serta roti. Tangannya bergerak otomatis, memecahkan telur ke dalam wajan dan menggorengnya. Meski kepalanya masih sedikit pening, dia berusaha fokus pada apa yang sedang dikerjakannya. Setelah beberapa menit, sarapan selesai. Dua piring roti panggang dengan telur di atasnya siap di meja makan.

Valeska kembali ke kamar setelah selesai menyiapkan sarapan. Saat membuka pintu, dia melihat Gio sudah mengenakan seragam lengkap dengan rambut yang sudah rapih. "Udah kelar?" tanya Valeska sambil menuju lemari untuk mengambil handuk.

"Lo sana mandi. Jorok." ucap Gio sambil merapikan rambutnya di depan cermin.

"Bacot" jawab Valeska.

Valeska mengambil handuk, dan masuk ke kamar mandi. Setelah mandi dan berpakaian, dia turun ke bawah. Saat melewati ruang tamu, Valeska melihat Gio duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, bibirnya berkali-kali tersenyum. Valeska sudah menebak jika ia sedang membalas chat Rahel, pacarnya.

"Udah sarapan?" tanya Valeska sambil berjalan mendekati meja makan.

"Belum, gue nungguin lo, mau ada yang di omongin" jawab Gio tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Valeska duduk di meja makan, mengatur posisi duduknya sebelum akhirnya Gio ikut duduk di depannya. Mereka makan dengan hening, hanya suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Valeska merasa sedikit takut melihat perubahan wajah Gio yang lebih menyeramkan dari biasanya.

"Mau ngmongin apa?" tanya Valeska, tapi tidak di jawab oleh Gio. Valeska hanya diam, meneguk salivanya pelan-pelan.

Di tengah-tengah makan, Gio akhirnya memecah keheningan. "Lo inget apa yang lo lakuin semalam?" tanyanya tiba-tiba dengan nada datar, tapi cukup jelas kalau dia marah.

Valeska terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Ya, gue inget lah. Gue ke club, mabuk. Setelah itu udah ngga inget lagi, maaf kalau ngrepotin" ujar Valeska.

"Lo muntah di mobil gue, Lo bukan cuma ngrepotin, Val," Gio menatap Valeska tajam. "Gue harus ninggalin Rahel cuma buat jemput lo yang mabuk berat di rumah Piya. Lo selalu ganggu anjir. Gue harus bohong yang kesekian sama dia gara gara nutupin ini semua."

Valeska menggigit bibirnya, merasa bersalah tapi juga sedikit kesal dengan cara Gio menegurnya. "Gue udah bilang maaf. Gue nggak maksud bikin lo repot," gumamnya.

Gio menghela napas panjang. "Gue bukan nyari maaf. Gue cuma mau lo tau batas. Kalo lo mabuk lagi kayak gitu, gue nggak bakal ngasih lo uang saku sepeserpun. Lo urus sendiri hidup lo, ngerti?"

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang