🍀Part 11. Belanja Kebutuhan

504 64 32
                                    

Vote dulu!⭐

***

Setelah selesai makan malam, Gio berdiri dari kursinya sambil menggulung lengan baju kausnya. Valeska yang sudah selesai lebih dulu, merapikan piring dan gelas bekas makan mereka. Walaupun sering beradu argumen, Gio tak pernah membiarkan Valeska melakukan semuanya sendiri. Perlu diingat, bahwa Gio adalah orang yang mempunyai jiwa peduli terhadap orang lain, hanya saja, dia seringkali gengsi untuk mengakuinya.

"Kita ke supermarket sekarang?" tanya Valeska, sedikit ragu apakah Gio benar-benar serius dengan niatnya.

Gio mengangguk. "Kalau ngga jadi, besok kita mau makan apa" jawab Gio ketus.

Valeska melirik Gio dari ujung matanya. Dia selalu terlihat serius dan kadang sulit ditebak, tapi di balik sikapnya yang kaku, Gio masih peduli dengan hal-hal kecil seperti ini. "Gue siapin dulu daftar belanjanya," ujar Valeska sambil berjalan menuju ruang tengah untuk mengambil tas dan ponselnya.

Sementara itu, Gio menunggu di ruang tamu, melihat ponselnya yang ternyata ada beberapa pesan masuk dari Rahel.

Setelah beberapa menit, Valeska kembali dengan daftar belanjaan di tangan. "Udah siap".

Gio mengangguk lagi. "Yaudah, ayo berangkat." Mereka berdua menuju mobil yang diparkir di garasi, lalu Gio segera mengemudi keluar dari halaman rumah. Malam itu terasa tenang, dengan udara yang dingin dan jalanan yang sepi. Lampu jalan yang bersinar redup memberi nuansa kehangatan yang aneh, seperti menenangkan hati mereka setelah seharian penuh pertengkaran kecil.

Di dalam mobil, keduanya diam, terfokus pada pikiran masing-masing. Valeska melirik ke arah Gio sesekali, merasa ada sesuatu yang berbeda dari suaminya malam ini. Biasanya, Gio lebih suka menghindar dari tanggung jawab rumah tangga seperti ini, seperti malam pertama mereka tinggal bareng, Valeska kelaparan dan Gio hanya menyuruhnya untuk mencari makanan sendiri, tanpa inisiatif untuk membelikan atau sekedar mengantarnya. Tetapi kali ini dia justru berinisiatif. Valeska tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran Gio, namun dia tahu pria itu sama seperti dirinya, tidak ingin membuat orang tua kecewa dan akan mencoba untuk terlihat baik baik saja. Setelah beberapa menit mereka diam dalam keheningan, akhirnya Gio memberanikan diri untuk membuka suara.

"Keliatannya lo udah faham banget ngurusin masalah ginian, bahkan lo juga tanpa di suruh udah punya inisiatif buat masak." ujar Gio.

Valeska menyadarkan bahunya kebelakang, "Miya selalu ngajarin gue tentang itu, Miya juga selalu nyuruh gue buat nyatetin keperluan apa aja untuk bulanan. Dan untuk pertanyaan ke dua, Miya juga ngasih tau... " Valeska menghentikan sejenak ucapannya, gadis itu menghela nafas, dia berat untuk mengatakan akan hal ini. "Mia ngasih tau, kalau kita udah nikah harus nyiapin semuanya." ujar Valeska, dia sangat enggan mengatakan dengan gamblang kalau dirinya sudah menikah, apalagi yang menjadi suaminya adalah Gio, orang yang biasa mengundang keributan dengan dirinya saat di sekolah. Gio mengangguk-anggukan kepalanya dengan senyum kecil.

"terus, kenapa lo ngga nyiapin seragam sekolah atau baju lainnya buat gue?" tanya Gio, menatap sekilas Valeska yang terlihat menahan kesal.

"Ck, Gue mau masakin buat lo juga udah untung. Gua ogah ya nyiapin semuanya buat lo." ujar Valeska dengan suara tinggi.

"Gue kan ngomong santai, kenapa nyolot gitu si." ujar Gio.

"Abisnya.. Selaluu aja bikin kesel. Kita tuh nikah bukan karena CINTA, jadi gue ngga mau ngurusin lo dengan selayaknya istri istri baik di luaran sana." ujar Valeska. Gio diam tak menjawab.

"Val" panggil Gio setelah hening sejenak.

"Hmm" Valeska tidak menoleh, gadis itu memperhatikan sorot lampu di jalanan yang ia lewati.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang