🌷Part 37. Obrolan Ringan

927 112 33
                                    

Suasana di kantin begitu ramai, dipenuhi oleh siswa-siswi yang mengantri dengan gelisah, namun belum juga mendapatkan makanan. Di sudut kantin yang lebih tenang, meja panjang tempat Gio dan teman-temannya serta Valeska dan gengnya menjadi saksi bisu canda tawa yang mengisi udara segar yang masuk dari jendela terbuka.

Rendra, yang masih mengingat kejadian kemarin, meluapkan kekesalannya. "Lihat nih, bocah tolol! Kemarin dia dorong gue sampai hampir jatuh ke lubang sampah di warung Bi Runi. Goblok banget, sumpah," gerutunya sambil mengingat kembali saat dirinya hampir celaka gara-gara Dimas yang tidak sengaja mendorongnya.

Gio, Valeska, dan yang lainnya langsung tergelak mendengar kisah itu, terutama saat melihat ekspresi Dimas yang kesal setelah kepalanya ditoyor oleh Rendra.

"Padahal udah gue bilang jangan naruh motor deket lubang sampah, tapi dia ngeyel, anjir. Alasannya biar motor nggak kepanasan! Kan udah sempit, udah tau itu buat jalan keluar. Salah lo sendiri lah Ren," jawab Dimas dengan nada membela diri, tak mau kalah.

Bimo yang dari tadi tertawa terbahak-bahak, akhirnya angkat bicara sambil memegangi perutnya yang terasa kaku. "Goblok, capek banget gue ngetawain kalian. Hahaha!"

Laura yang juga tak bisa menahan tawanya menimpali, "Kak, seharusnya sekalian aja dorong yang kenceng biar dia jatuh kebawah, kumpul sama temen temennya. Hahaha!"

Rendra, yang merasa diabaikan oleh teman-temannya, langsung merajuk dengan nada dramatis, "Ini nggak ada yang ngebela dedek? Ih, sumpah, nggak pernah sekecewa ini. Gila sih, sakit hati banget. Cukup tau sumpah"

Citra yang mendengar itu langsung melontarkan komentar dengan tatapan jijik, "Jih, najong anjir. Geuleuh. Nggak cocok muka sangar tapi menye-menye gitu."

"Cit, astaga cit"

Tawa mereka perlahan mereda saat seseorang tiba-tiba muncul dan duduk di samping Valeska. Rahel, dengan senyum lebar yang terkesan tanpa beban, menyapa dengan nada santai, "Hay Val."

Valeska, yang duduk di sisi yang lebih terbuka, segera menggeser tubuhnya, merasa tidak nyaman. Namun Rahel tak bergeming, malah berkata dengan nada seolah tak ada kesalahan, "Maafin gue ya."

Tatapan Gio yang tadi masih penuh canda, kini berubah tajam dan dingin. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia bangkit dari tempat duduknya yang di dekat tembok, keluar dari kursi panjang, mendekati Rahel dan dengan tegas menempatkan tangannya di antara Rahel dan Valeska, menghalangi Rahel untuk menyentuh istrinya.

Valeska mendongak, melihat Gio dengan tatapan khawatir. Namun tatapan Gio tetap terfokus pada Rahel, seolah mengunci pandangannya dengan dingin. "Mending lo pergi deh. Lo nggak seharusnya ada di sini," ucap Gio, suaranya datar tapi penuh ancaman.

Rahel berdiri, mencoba mempertahankan posisinya dengan senyum penuh kelicikan. "Kok kamu gitu sih, sayang?" celetuknya, berusaha menggoda Gio.

Namun Gio hanya tertawa kecil, tertawa penuh penghinaan. "Sayang? Heh, kita udah putus, lol. Gue nggak sudi punya pacar kayak lo," ucapnya tajam, jari telunjuknya mengarah tepat ke wajah Rahel, membuat gadis itu terdiam.

Gio melanjutkan dengan nada penuh penyesalan yang dingin, "Dua tahun gue cuma buang-buang waktu sama cewek banyak drama kayak lo."

Rahel mencoba membela diri dengan suara manja yang semakin tak cocok di telinga Gio, "Apaan sih, aku nggak banyak drama sayang."

Seluruh kantin kini terdiam, memperhatikan konfrontasi yang semakin memanas. Mata semua orang tertuju pada mereka, namun Rahel tampaknya tak peduli.

Emosi Gio akhirnya memuncak. "Lo itu seharusnya masuk penjara, bangsat." teriaknya keras, suaranya menggema di seluruh ruangan.

GIOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang