56. Omega Relationship

1.1K 140 10
                                    

*) aku ingatkan sekali lagi bahwa semua hal tentang Alpha, Beta, dan Omega yang ada dlm cerita ini hanyalah imajinasi semata. So, jangan di samakan dengan cara kerja dunia nyata(^_^♪)

***

Di kamar di bengkel Shinichiro, Wakasa mengulum lolipopnya dengan tenang. Mata ungunya menatap bosan ke sekeliling kamar. Tiba-tiba, pintu terbuka dari luar yang berhasil mengalihkan pandangan Wakasa.

Shinichiro melangkah perlahan ke dalam, membawa serta dua gelas berisi coklat panas di tangannya. Yang satu disodorkan pada Wakasa sementara yang lain tetap di tangannya. Shinichiro menyesap sedikit minumannya saat dia sudah duduk di sofa tepat di samping Wakasa.

"Masih belum mengantuk?"

"Mn." Wakasa berdengung sebagai jawaban. Omega itu meringkuk di pelukan Shinichiro, menghirup dalam-dalam aroma mereka yang kini bercampur menajadi satu dan memenuhi seisi kamar.

Shinichiro mengelus surai Wakasa yang tidak diikat. Senyum terbit saat tangannya turun ke tengkuknya, mengusap pelan kelenjar Omega yang kini terdapat bekas gigitan. Alpha-nya bersorak bahagia karena dia akhirnya sudah benar-benar menandai miliknya.

Omeganya.

Shinichiro mungkin akan menyombongkan hal ini pada dua temannya yang lain nanti.

"Shin-chan."

"Mm?" Shinichiro bergumam sebagai jawabannya dengan tangannya yang masih setia memainkan helaian rambut Wakasa.

"Apa Takemichi bersama Manjiro sekarang?"

Tangannya berhenti di udara. Shinichiro menatap Wakasa dengan raut wajah bingung. "Ya. Mereka pergi ke festival bersama Emma juga. Ada apa?"

"Tidak ada. Aku hanya-" Wakasa menjeda kalimatnya.

"Aku merasa sedikit tidak tenang."

Shinichiro memeluk Wakasa erat, paham dengan apa yang ia katakan. Biasanya, jika Omega merasa nyaman dengan Omega lain mereka akan saling membaui, melekat seperti Takemichi saat bersama Inupi ataupun Takemichi bersama Chifuyu.

Wakasa juga sama. Yang membedakan adalah bahwa Wakasa seorang Omega dewasa dengan naluri untuk 'melindungi' Omega lain yang lebih muda dan menganggapnya seperti anaknya sendiri yang harus dia jaga dengan baik.

Dan itu terjadi pada Wakasa dan Takemichi. Sejak pertemuan pertama, keduanya sudah terikat satu sama lain sehingga Takemichi tanpa sadar menganggap Wakasa sebagai salah satu 'orang tuanya', alias ibu Omega. Jadi, wajar saja jika terkadang Wakasa menjadi khawatir karena itu adalah naluri alami.

"Ingin menelponnya mereka?" tawar Shinichiro. Wakasa memikirkannya selama beberapa saat sampai akhirnya mengangguk.

Shinichiro mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, hampir menekan nomor adiknya sampai suara ketukan terdengar. Shinichiro mengerutkan keningnya bingung.

"Aku akan mengeceknya sebentar lalu kita akan menelpon mereka."

Wakasa hanya mengangguk sementara Shinichiro mulai bangkit dari sofa dan pergi untuk mengecek ke luar. Di dalam kamar, Wakasa mengetuk pelan sandaran sofa selama beberapa saat sebelum akhirnya memilih untuk menyusul Alpha-nya.

Di sisi Shinichiro, laki-laki bersurai hitam itu mulai menyalakan lampu sehingga bengkel yang semula gelap itu perlahan menjadi terang. Dia berjalan menuju pintu, mengerutkan keningnya saat melihat sosok familiar yang berada di luar kaca bengkel.

"Manjiro, ada apa?"

Shinichiro menatap Takemichi yang meringkuk di pelukan adiknya. Tubuh keduanya sedikit basah karena air hujan.

Mikey yang tengah menggendong Takemichi segera masuk ke dalam, tidak repot-repot bertanya tentang bau sang kakak yang kini bercampur dengan aroma manis permen. Takemichi terlelap saat dalam perjalanan, mungkin karena kelelahan menangis. Mikey harus memelankan laju motornya dengan tangan kiri yang memegang kedua tangan Takemichi agar anak itu tidak terjatuh.

"Shin, apa Wakasa masih ada di sini?"

"Ya, dia-"

"Ada apa?"

Kalimat Shinichiro dipotong oleh Wakasa yang kini sudah ada di belakangnya. Omega dewasa itu memasang wajah bingung, sampai matanya menatap terkejut pada Takemichi yang terlelap.

"Waka, bisakah kau menjaga Takemichi sebentar? Dia sedikit gelisah."

Tanpa membalas perkataan Mikey, Wakasa segera mendekat dan membawa Takemichi ke pelukannya. Omega pirang itu menggeliat, merengek pelan dalam tidurnya. Wakasa segera menepuk punggungnya pelan sehingga Takemichi kembali tenang.

AAAA.... MOMY WAKA, PUK-PUK AKU JUGA PWLISSS>///<

"Aku akan membawanya ke kamar," ucap Wakasa. "Sebaiknya kau menjelaskan apa yang terjadi Manjiro."

Mikey mengangguk paham. Wakasa berbalik dengan Takemichi di pelukannya. Dia berjalan selama beberapa langkah sampai tiba-tiba kembali pada Mikey dan menyentil dahinya pelan.

"Pangil aku Waka-nii, bocah! Aku lebih tua darimu."

Mikey mengaduh pelan, tertawa kecil dan mengangguk. "Kau harus menemui kakek dulu, Waka-nii."

"Itu urusan Shin-chan."

Mikey kembali tertawa sementara Shinichiro menggeleng pelan mendengar perkataan sang adik. Saat Wakasa sudah tak lagi terlihat, senyum di wajah Mikey menghilang. Pemimpin Toman itu menghela napas pelan, menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan lelah.

Shinichiro yang melihat itu ikut duduk di samping adiknya. Rokok di saku celana ia ambil beserta pemantiknya. Shinichiro menyesap nikotin itu perlahan sebelum akhirnya berbicara.

"Jadi, ada apa?"

Mikey hanya diam di tempatnya. Keheningan melanda selama hampir tiga puluh menit sampai akhirnya Mikey menceritakan apa yang terjadi sebelumnya.

***

Wakasa yang sudah sampai di kamar segera meletakkan Takemichi ke tempat tidur dengan pelan. Keningnya berkerut saat melihat jaket Takemichi sedikit basah. Untung saja anak itu mengancingkan jaket sehingga baju yang ia kenakan tetap kering.

Mendekat, Wakasa mulai melepaskan jaket Takemichi agar si mata biru tidak kedinginan. Takemichi kembali merengek, mulai membuka matanya perlahan mungkin karena hidungnya mencium aroma familiar.

"Waka-nii," Takemichi memanggil namanya pelan, suaranya sedikit serak karena terlalu banyak menangis sebelumnya.

Wakasa yang selesai melepaskan jaket merahnya bergumam sebagai jawaban. Dia menggantung jaket Takemichi sebelum akhirnya ikut naik ke tempat tidur, menyelimutinya dengan feromon agar Takemichi merasa nyaman.

Takemichi menenggelamkan wajahnya di leher Omega dewasa itu, menghirup dalam-dalam aromanya yang kini sedikit berbeda. Berkedip pelan, Takemichi lalu mendongak untuk menatap Wakasa.

"Waka-nii, baumu seperti Shin-nii."

Wakasa tertawa pelan, mengelus surai Takemichi yang di cat. "Kenapa? Apa kau tidak menyukainya?"

Takemichi segera menggeleng yang menandakan jika apa yang dikatakan Wakasa tidak benar.

"Aku suka," ucapnya teredam di dada Wakasa. Takemichi benar-benar merasa nyaman saat mencium aroma Shin dan Wakasa yang sudah bercampur di kamar. Takemichi bisa menebak beberapa hal di kepalanya tanpa perlu bertanya.

Wakasa kembali terkekeh mendengar perkataannya. Dia menarik selimut hingga menutupi tubuh mereka, memeluk Takemichi erat dan membauinya dengan lebih banyak feromon.
.
.
.
Tbc...
11 Agustus 2024

Restart (Omegaverse)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang