63

149 17 4
                                    

Mew tidak pernah benar-benar mengerti permainan takdir. Sejak kecil, ia hidup seperti sebuah alat bagi keluarganya, berfungsi hanya untuk memuaskan ambisi dan harapan mereka. Sepi adalah teman paling akrab, sebab kedua orang tuanya, Kamila dan Antoni sibuk bekerja, sedangkan abang dan adiknya memilih tinggal di rumah Oma, jauh dari jangkauan hati Mew yang senantiasa kosong. Kesendirian itu begitu kental terasa, hingga tak ada tempat di rumah yang menawarkan kehangatan. Hanya Bi Nana, pembantu baru yang diserahkan tugas merawatnya, yang mengisi sudut-sudut rumah dengan bayangan seseorang.

Meski demikian, Mew selalu tampak ceria, senyum dan tawanya mengalir seperti ombak kecil yang menghempas pantai, tak pernah absen membuat semua orang di sekitarnya tertawa. Tapi di balik semua itu, ada kesepian yang melilit hatinya—rapuh dan sunyi.

Saat Mew menginjak usia remaja, masuk ke sekolah menengah pertama, semua menjadi berubah. Senyum itu semakin jarang muncul, digantikan dengan sikap nakal yang menyelimuti hari-harinya. Anak-anak di kelasnya mengenal Mew sebagai pengacau, si biang keributan yang selalu menjahili teman-temannya. Tapi di balik kenakalan itu, tersimpan rasa ingin diakui, keinginan untuk mendapatkan perhatian yang selama ini terasa begitu jauh.

Hingga suatu hari, ia bertemu Max. Sosok yang pendiam dan terasing dari keramaian, seorang korban dari kekerasan yang tak terlihat oleh orang lain. Teman sekelas mulai membully Max tanpa ampun, membuatnya semakin terpuruk. Mew, dengan segala kepeduliannya yang tersembunyi di balik topeng nakal, merasa terpanggil untuk membantu. Anak kaya yang bisa dengan mudah menggunakan kekuasaan ayahnya, ia mengancam ayah Max yang selalu bermain tangan. Ancaman itu berhasil. Ayah Max dipekerjakan, diberi tanggung jawab yang membatasi tindak kekerasannya.

Mew pun kembali mendekati Max, menawarkan pertemanan dengan cara yang ugal-ugalan. Max yang awalnya ragu, perlahan menerima tangan Mew. Dan sejak itu, mereka berteman, meniti hari-hari penuh kehangatan yang jarang Mew rasakan sebelumnya.

Tapi hidup, seperti halnya cerita, tak selalu mulus. Ketika mereka naik ke kelas 9, dua anak baru muncul—Tay dan Zee. Terkenal karena kelakuan buruknya, mereka diusir dari sekolah sebelumnya karena sering membully. Tak butuh waktu lama bagi Tay dan Zee untuk mulai mengganggu Max dan Mew. Hingga suatu hari, Mew yang tak tahan lagi, menantang Tay berkelahi. Pertarungan singkat itu berakhir dengan Tay dilarikan ke rumah sakit setelah menerima tendangan Mew di tempat paling lemah. Sejak kejadian itu, Zee dan Tay mulai menghormati Mew dan Max.

Anehnya, dari pertentangan itu, persahabatan mereka lahir. Keduanya akhirnya bergabung dengan Mew dan Max, membentuk kelompok yang tak terpisahkan. Dan bersama-sama, mereka menjejakkan kaki di sekolah menengah atas ternama di Jakarta, tempat di mana ayah Mew dengan segala pengaruhnya berhasil membantu Max mendapatkan beasiswa.

Di hari pertama masa orientasi, mereka bertemu Mile—si anak baru berkacamata, cupu namun memiliki ketegasan yang memikat. Mile, dengan segala keluguannya, terlihat seperti orang yang ingin dijaga. Namun, di balik sosok pendiam itu, ada ketangguhan yang membuat Mew tertarik untuk mendekatinya. Tak lama, Mile pun menjadi bagian dari lingkaran persahabatan mereka.

Dan kemudian datang Off—anak beasiswa yang wajahnya tengil, penuh dengan kesan “ngeselin” di mata Mew. Off adalah ketua kelas yang cerewet, selalu punya banyak alasan untuk mengomeli siapa pun yang tak mengerjakan tugas. Pertemuan mereka penuh dengan adu cekcok, terutama soal uang, membuat Mew merasa semakin muak dengan kehadirannya.

Namun, di balik segala perdebatan itu, ada Max—si penengah. Setiap kali perselisihan mulai memanas, Max dengan tenang meredakannya, sehingga perkelahian adu fisik tak pernah benar-benar terjadi. Meski begitu, semester demi semester berlalu, dan akhirnya Off mulai melunak. Ia bergabung dengan kelompok mereka, meskipun adu cekcok antara Mew dan Off tetap menjadi bumbu yang menyenangkan dalam persahabatan mereka.

Luka Yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang