"Pawat, gimana kalau mereka..."
"Sttt... Abang jangan takut, ya," Pawat berbisik lembut, namun tegas, seolah menyelimuti kecemasan itu dengan kehangatan yang ia coba bangun di tengah keheningan malam. "Pawat di sini buat Abang. Aku yakin mereka pasti bertahan." Ia mendekap erat Abangnya, berharap pelukan itu bisa mengalirkan kekuatan, meski hatinya sendiri terombang-ambing oleh kecemasan yang sulit ia kendalikan.
Win tersedu-sedu, tenggelam dalam lautan air mata yang tak kunjung surut. Namun Pawat tetap mencoba terlihat tenang, meski di dadanya badai tak kunjung reda. Rasa takut dan cemas terus mengintai, tapi ia tahu, di hadapan Win, ia harus berdiri sebagai penopang. Sebagai satu-satunya pelita di malam yang begitu kelam.
Mobil mereka melaju membelah pagi kota Jakarta, pohon-pohon pinggir jalan seperti lukisan yang berlari di kaca jendela. Gemerlap kota yang biasanya menenangkan kini terasa bising dan jauh, seolah ikut terguncang oleh kecemasan yang melingkupi mereka. Sepanjang jalan, Pawat tak henti-hentinya merapal harapan, berbisik dalam hati agar waktu berpihak, agar kabar itu hanya sekadar bayangan buruk yang segera berlalu.
"Oma yakin mereka bakal baik-baik aja," suara Kamila terdengar dari kursi penumpang, lembut namun berusaha memecah kebekuan di dalam mobil. Ia menatap ke belakang, melihat Pawat dan Win yang terbalut dalam kekhawatiran yang sama. Kata-katanya meluncur seperti doa, mencoba menggapai hati yang terombang-ambing di tengah ketidakpastian.
Di antara bunyi klakson yang bersahutan memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil. Mereka terus melaju, mendekap harapan meski samar, mengejar secercah cahaya di ujung perjalanan menuju rumah sakit yang menunggu kabar takdir yang tak bisa mereka hindari.
Begitu mobil berhenti di depan lobi rumah sakit, Pawat segera membuka pintu, bersiap membantu Win yang masih terisak. Namun, langkahnya tertahan oleh tangan lembut sang Oma.
"Kamu langsung tanya resepsionis aja, biar Oma yang bantu Bang Win," ujar Kamila, suaranya tegar namun matanya menyiratkan keletihan.
Tanpa banyak kata, Pawat mengangguk. Sorot matanya penuh kecemasan, namun ia menyembunyikan kegelisahan itu dalam napasnya yang tertahan. Dengan cepat, dia berlari menuju meja resepsionis, melewati lantai dingin rumah sakit yang penuh langkah-langkah terburu-buru dan suara roda brankar yang berderit. Rumah sakit malam itu begitu ramai, diselimuti kebisingan sirine ambulans yang bersahutan, seakan-akan waktu mendesak mereka semua untuk berkejaran dengan nasib.
Pawat mendekati meja resepsionis, napasnya tersengal-sengal, pandangannya penuh harap. "Mbak, korban kecelakaan beruntun di persimpangan tadi... mereka ada di mana ya?"
Petugas resepsionis itu menatap Pawat sejenak, lalu melihat ke layar komputernya dengan cermat. Raut wajahnya berubah serius, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Korban kecelakaan beruntun baru saja dibawa ke UGD, Dek. Saat ini, dokter sedang menangani mereka, dan kami belum memiliki data lengkap terkait kondisi mereka."
Pawat menelan ludah, rasa cemas di hatinya semakin menguat. "Kalau saya mau lihat mereka, bisa sekarang, Mbak?"
Resepsionis itu menggeleng pelan, matanya menunjukkan pengertian. "Maaf, Dek, tapi saat ini hanya petugas medis dan polisi yang bisa masuk ke UGD. Ade bisa menunggu di depan UGD, mungkin nanti ada petugas atau dokter yang bisa memberikan keterangan lebih lanjut setelah penanganan awal selesai."
Pawat mengangguk lemah, rasa putus asa mencengkeram dadanya. Di benaknya, hanya ada wajah ayah, papa, dan abang yang berkelebat dalam bayangan. Dia kemudian melangkah kembali, menuju pintu UGD dengan hati yang semakin berdebar, menanti kabar yang bisa merubah hidupnya malam itu.
"Gimana?" Suara Oma terdengar lembut namun penuh kekhawatiran saat ia mendekat, mendorong kursi roda Win yang duduk dengan mata sembab, sisa air mata masih membasahi pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Yang berbeda
Novela Juvenil⚠️banyak typo dan nama yang salah, belum di revisi⚠️ Cerita ini bukan hanya tentang rasa sakit yang dirasakan Ton, tapi juga tentang perjalanan setiap karakter yang terlibat di dalamnya. Setiap tokoh menyimpan luka dan rahasia mereka sendiri, masing...