70

165 19 9
                                    

Setelah seminggu berlalu, hari-hari terasa begitu berat, seakan waktu melambat di tengah nestapa yang tak kunjung sirna. Yoon yang selama ini dikenal tegar, kini meledak dalam amarahnya, menolak menerima kegelapan yang menggantikan warna-warni dunia yang dulu ia kenal. Ia memberontak, tak ingin tunduk pada nasib yang merenggut pandangannya.

Di sudut lain, Ton bergelut dengan rasa kecewa yang terpendam. Tubuhnya yang dulu bebas kini terkurung dalam batasan-batasan baru. Seakan dunia yang pernah ia jelajahi dengan riang kini menyusut menjadi ruang sempit tanpa gerak. Namun, ia belajar menelan pahit itu, sedikit demi sedikit menerima kenyataan yang tak bisa diubah.

Daniel, berbeda dari mereka, hanya terdiam saat ibunya mengurai kenyataan di depan matanya. Tak ada kata yang terucap, tak ada protes yang mengalir, hanya kebisuan yang memenuhi ruangan. Ia menelan segalanya sendiri, seperti laut yang menampung air mata hujan tanpa pernah meluap.

Waktu berjalan dengan langkah berat, membawa banyak perubahan. Kamila, yang dulu penuh wibawa, kini semakin tertutup, menahan cerita masa lalu yang menjadi awan hitam di atas kepalanya. Kenangan itu menjeratnya, tapi ia memilih membiarkan orang lain tetap di bawah matahari, tak ingin menyeret mereka ke dalam bayang-bayangnya.

Sementara itu, Win kian meranggas seperti daun di musim gugur, tubuhnya menipis seiring harapan yang terus ia genggam. Ia berlari di antara waktu dan asa, mencari secercah harapan di tengah usaha menemukan donor jantung. Mew dan yang lain hanya mampu menarik napas panjang, menyaksikan kekacauan yang mengurai simpul-simpul ketenangan mereka.

Namun, seperti hujan yang akhirnya reda, badai pun berlalu. Ton kini mulai belajar menerima bayangannya yang baru, tak lagi menuntut dunia kembali seperti dulu. Yoon, meski matanya tak lagi melihat dunia, telah menemukan kembali senyum yang dulu sempat hilang—senyum yang menyiratkan bahwa ia tak lagi bertarung melawan nasib, tapi mulai belajar berjalan di sampingnya.

Siang itu, mereka berkumpul di rumah Yoon. Mencoba kembali menghidupkan kebersamaan yang pernah hilang, meski masing-masing dari mereka berjalan di atas roda yang berbeda. Ton dengan kursi rodanya, Yoon menggenggam tongkat di tangan, dan Daniel yang wajahnya semakin pucat, duduk terdiam di kursi roda lainnya. Daniel seharusnya masih berada di rumah sakit, menjalani operasi ginjal, namun ia memilih menolak. Mencari donor tak semudah membalikkan telapak tangan, dan Daniel tahu betul beratnya harapan yang tergantung di ujung waktu.

Di bawah terik mentari, Gerald dan Saka duduk di atas rumput di emperan, di hadapan mereka ada camilan yang terserak. Di dalam rumah, para orang tua berbicara, mencoba menghalau kekhawatiran dengan basa-basi. Win sendiri tetap tinggal di rumah, dijaga oleh Oma Kamila, sementara Pawat dan Aidan memilih bersembunyi di kamar, tenggelam dalam permainan yang lebih sederhana.

“Kata kalian mau cerita,” ucap Yoon tiba-tiba, suaranya terdengar kosong, seperti matanya yang tak lagi bisa menangkap cahaya dunia.

Ton yang berada di sampingnya hanya mengerutkan dahi, mencoba menangkap maksud Yoon. “Cerita apa?” tanyanya, dengan nada yang masih bingung.

Yoon pun menoleh ke kanan, seolah mencari arah. Daniel menghela napas kecil sebelum membetulkan, “Kiri, Yoon, di kanan itu gue.”

“Hahaha, maaf, maaf, gelap soalnya.” Yoon tertawa, tapi tawa itu seperti bergema di ruang hampa, membuat yang lain tersenyum getir—penuh kepedihan yang tersembunyi di balik kelakar.

"Itu lho, waktu itu Gerald sama Saka mau cerita. Gerald itu saudara Bright," jelas Yoon, mencoba mengingatkan.

Daniel mengangguk tipis. “Daniel juga harus cerita. Kalian juga,” sahut Gerald, tatapannya menerawang jauh.

“Oke-oke, kita cerita semua. Tapi mulai dari siapa?” Daniel bertanya, meski suaranya terdengar tak seberapa antusias.

“Dari gue aja,” tawar Gerald, seraya menghela napas panjang. Ia memandang langit yang tampak cerah, tapi matanya seakan menembus awan, mencari jawaban dari masa lalu yang penuh luka.

Luka Yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang