Ton menggerakkan kursi rodanya dengan penuh perjuangan, memutar roda itu meski terlihat payah. Sementara di ruang kerja, suara Mew, Gulf, dan Kamila larut dalam diskusi serius, meninggalkan Ton seorang diri. Pawat menemani Win di kamar, membiarkan Ton menghadapi kesunyian yang akrab.
Di tengah deru kerinduan yang membara, langkahnya terhenti. Mba Ira, dengan senyuman hangat, berlari menghampiri. “Aden, mau ke mana?” tanyanya, menampakkan perhatian yang tulus.
“Mau ke kamar ibu,”
Dengan lembut, mba Ira membantu Ton menaiki tiga anak tangga, menuntunnya seakan-akan mengangkat beban di bahunya. “Mba anterin ya,” ujarnya sambil mendorong kursi roda itu kembali menuju kamar bi Nana, tempat di mana kenangan dan kasih sayang bersemayam.
Saat sampai, mba Ira pamit pergi, dan Ton, meski masih terengah-engah, memajukan kursi rodanya sendiri. Ia tersenyum manis, senyum yang membawa kehangatan. “Ibu, Ton kangen,” ucapnya, suaranya bergetar penuh rasa.
Seolah bi Nana duduk di depan matanya, ia mulai bercerita. Kata-kata mengalir seperti air dari sumber yang tak pernah kering, mengisahkan kehidupannya, harapannya, dan semua cerita yang ingin ia bagi. Dalam imajinasinya, Ton membayangkan ibunya mendengarkan setiap bait ceritanya dengan penuh perhatian, seakan waktu terhenti di ruang tersebut.
Tiba-tiba, mba Ira kembali, membawa sebuah kotak yang dibungkus rapi dengan kertas kado yang berkilau. Mba Ira berjongkok di depan Ton, wajahnya dipenuhi kerinduan yang mendalam. Dengan hati-hati, ia menyerahkan kotak yang dibungkus rapi ke pangkuan Ton, seakan membawa seluruh harapan dan kasih sayang yang terpendam.
“Aden,” ucapnya lembut, suaranya bergetar seperti embun pagi, “sebelum bi Nana pergi, dia nitipin ini buat Aden. Seharusnya mba kasih ini waktu Aden ulang tahun, tapi setelah kejadian kemarin, baru bisa sekarang.”
Ton menerima kotak itu dengan tangan yang bergetar, seolah memegang sesuatu yang lebih berharga daripada sekadar benda. Di dalam dirinya, kerinduan untuk bi Nana meluap, dan saat ini terasa seperti jembatan yang menghubungkannya kembali dengan kasih sayang yang telah pergi.
“Ibu…” bisiknya, nama itu terucap dengan penuh rasa. Ia merasakan kehangatan yang tak terlukiskan, seolah ibunya hadir di sisinya, mengingatkan bahwa cinta tidak akan pernah pudar meski jarak memisahkan. Kotak itu, meski sederhana, membawa serpihan kenangan dan harapan untuk merayakan hari-hari yang telah terlewat.
Dalam hening, Ton membuka kotak tersebut, dan seolah-olah setiap detik yang ia habiskan bersamanya berkilau kembali di matanya, memantulkan cinta yang tak akan pernah sirna.
Di dalam kotak itu, Ton menemukan sepasang sepatu yang selama ini ia inginkan, berkilau dalam cahaya lembut, seolah menyimpan harapan dan impian. Namun, di antara sepatu-sepatu itu, ada sesuatu yang lebih berharga—sebuah surat yang terselip, menunggu untuk dibaca.
Dengan hati-hati, Ton mengambil surat tersebut, jemarinya bergetar saat membukanya. Tulisan yang familiar itu segera memanggilnya kembali pada kenangan manis bersama bi Nana.
Anak ibu…
Nak, selamat ulang tahun. Di hari istimewa ini, ibu ingin kau tahu betapa berartinya dirimu dalam hidupku. Sejak kau lahir, cahaya di mataku semakin bersinar. Ibu selalu mengagumi semangatmu, kekuatanmu, dan segala impian yang kau miliki.
Meski ibu tak bisa selalu bersamamu, ingatlah bahwa cinta ibu akan selalu menyertaimu. Setiap langkah yang kau ambil, setiap rintangan yang kau hadapi, ibu percaya kau mampu. Jangan pernah merasa sendiri, karena cinta ibu akan selalu ada di dalam hati dan jiwamu.
Ketika kau mengenakan sepatu ini, ingatlah setiap langkahmu adalah perjalanan menuju impianmu. Berlarilah sekuat mungkin, kejar semua yang kau inginkan, dan jangan pernah ragu pada dirimu sendiri. Ibu selalu di sini, mengawasi dan mendukungmu dari jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Yang berbeda
Teen Fiction⚠️banyak typo dan nama yang salah, belum di revisi⚠️ Cerita ini bukan hanya tentang rasa sakit yang dirasakan Ton, tapi juga tentang perjalanan setiap karakter yang terlibat di dalamnya. Setiap tokoh menyimpan luka dan rahasia mereka sendiri, masing...