38

412 44 9
                                    

SAWADIKHAAAAA PHI / NONG SEMUA NYA!!

Udah sampai mana iniii? Aku dari Bandung, kmha damang?

YOONTON UPDATE!!!

SELAMAT DATANG DAN SILAHKAN PERGI !!!

Gak bercanda!!! Lanjutttt aja lanjutttt

Note: maaf kalau ada typo 💃🙏

~HAPPY READING~

Komen biar aku semangat!

_____

Tentang rumah.

Kata orang rumah adalah tempat ternyaman untuk pulang, dimana di dalam nya terdapat semua orang yang menyambutnya saat lelah, menyambut semua keluh kesah nya saat pulang, memberikan pelukan hangat saat kejam nya dunia menghantam nya.

Tapi, itu kata orang. Karena rumah dalam versi nya adalah tempat tersakit untuk nya.

Rumah hanya memberikan luka tak kasat mata. Luka yang terus menerus di berikan hingga berdampak pada nya.

Rumah hanya berisikan orang-orang yang tidak menerima nya. Hanya ada orang-orang yang selalu membenci dan mengahakimi atas apa yang tidak ia perbuat.

Rumah adalah neraka dunia bagi nya. Tapi tanpa rumah dia tidak berteduh dari terik nya panas matahari dan dingin nya hujan.

Ton menghembuskan nafas nya kasar saat matanya menatap kumpulan orang yang sedang tertawa. Rumah, keluarga, apa itu? Yang Ton tau rumah hanya untuk pulang dan keluarga bagaikan orang asing yang satu atap dengan nya.

Ton menggenggam erat gelas yang berisi coklat panas itu, mata nya memerah melihat tawa keluarga nya.

"Bahkan mereka tertawa tanpa merasa ada yang kurang. Gue ini apa? Gue siapa? Peran apa yang gue ambil di dalam sini?" Ton bertanya pada dirinya sendiri, siapa dirinya?

Mata nya tetap fokus pada mereka. Keluarga nya berkumpul merayakan atas kepulangan Win. Ton tertawa hambar, Win hanya satu hari di rumah sakit itu pun pingsan karena kelelahan tapi mereka merayakan seakan Win telah melawan hidup nya dari maut.

Dia juga melihat Pawat yang ada disana tertawa tanpa merasa ada yang kurang. Bahkan setelah dia dan Pawat baikan anak itu tidak merasa ada yang kurang.

"Dari semua rasa sakit, kenapa harus sakit dari keluarga yang lebih besar?"

"Ayah, Ton kecewa pahlawan Ton udah gak sama. Papah, Ton cape, Peri Ton udah gak sama, udah gak sayang sama Ton." Lirih Ton.

Ton berjalan ke arah meja dekat kasur, dia mengambil pisau kecil yang selalu ia gunakan. Ton menggoreskan beberapa sayat di tangan nya hingga sebuah ide gila terbesit. Ton ingin memotong nadi nya.

Jika dia sudah tiada apa semua akan melihat nya? Tentu saja, semua akan menangis dan menyesal. Bibir Ton tertarik ke atas, membentuk setengah bulan sabit. Jika kematian nya adalah kebahagiaan untuk mereka, maka Ton akan lakukan.

Dengan perlahan dia tempel kan pisau itu di pergelangan tangan nya, mata nya memejam menikmati sensasi setiap goresan pisau.

Namun saat akan kembali menggores kilasan memori dengan Bi Nana teringat. Senyum di wajah wanita tua itu terbesit, dengan wajah penuh sayang, perkataan lembut nya. Ton melemparkan pisau kecil itu, tangan nya yang berlumur darah ia pakai untuk menutupi telinga nya.

"Ton jangan mati masih ada kita."

"Ton harus bertahan kita cari keadilan buat lo."

"Sayang, Ton anak ibu yang kuat bertahan ya sayang."

Luka Yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang