Part 53

47 2 0
                                    

Hiks

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hiks...hiks...hiks...

Suara isakan pelan mulai terdengar memecahkan keheningan ruangan kecil berukuran 4 kali 3 meter dipojok belakang rumah.

Nampak dua gadis tengah menangis tersedu-sedu sampai kaos keduanya basah, oh... jangan lupa dengan ingus yang sudah menempel dimana-mana seandainya ada admin lambe turah disini pasti dah jadi santapan netizen maha julid mereka itu.

" Kamu kenapa, San? Udah ikhlasin aja" Ujar Bulan sambil mengelus pelan bahu Sania dari samping.

Bulan mengelap matanya yang sedikit basah menggunakan punggung tangannya, begitu juga dengan Sania.

" Aku tahu gimana perjuangan kamu buat ngerjain itu, tapi kan kuasa kita cuma sampai dapat kata 'acc' dan nilai. Nggak tau juga bakal kayak gini, aku turut prihatin" Tambah Bulan.

Sania mengusap pipinya yang basah air matanya mulai deras , yang tadinya hening berubah jadi suara adu serot ingus kedua pemudi itu.

" Iya" Ucap Sania sambil memejamkan matanya sangat erat dan sedikit menengadahkan kepala.

" Udah jangan nangis lagi, malu itu sampai banjir gitu"

" Ngaca nyet!" Sentak Sania tanpa menoleh.

Bulan langsung melotot."Ih mulutnya nggak pernah makan bangku sekolah ya?"

" Kamu sekolah bangkunya dimakan?"

" Haha... ngelucu kamu?"

Bulan melanjutkan aktivitasnya bergelut dengan pisau ditangannya."Nih, ya San. Kata pak ustadz, orang sabar itu diawal, ikhlas itu diakhir, kamu kan udah sabar banget tuh ngerjain itu laporan, sekarang saatnya kamu ikhlasin" Efek ikut Ganis ke pengajian, Bulan jadi suka bawa-bawa pak ustadz kalo lagi nasehatin teman-temannya.

Malam ini, sepulang dari kajian di masjid tadi Sania memilih untuk menginap saja dirumah Bulan sementara Ganis sudah pamit pulang lebih dulu. Kedua gadis itu tengah bereksperimen membuat suatu masakan karena dilanda lapar tengah malam.

" Masa cuma karena kertas laporan kamu dipakai bungkus daun bawang aja kamu nangis?" Ucapan Bulan enteng banget kayak dompet Sania yang tidak ada isinya.

Sania melirik sinis."Aku nangis bukan karena itu, ya! Ini loh, aku lagi ngiris daun bawang. Kamu juga nangis ngapa ngatain aku sih, kampret!"

" Aku punya nama, ya cok!" Bulan ngegas.

" Diem kamu, bikin nggak mood aja!"

" Kamu yang diem!"

Dan setelah itu keduanya hening. Hanya suara peraduan pisau dan talenan juga aksi nangis bombaynya.

" Aku tau kamu sakit hati, San" Ujar Bulan memecah keheningan.

" Mulai lagi" Batin Sania.

" Hm" Gumamnya malas.

AKSARA CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang