Part 45

771 43 8
                                    

"Sebenarnya kondisi Dhike sama sekali belum berubah sejak koma."Kata Dokter itu sedih.

"Apa?Jadi dia masih koma?"Tanya Yona tidak percaya.

"Pendarahan diotaknya sangat luas.Dan walaupun sudah dijalani operasi otak, itu tidak menjamin dia akan selamat."Jawabnya lugas.

"Tapi jantung dia masih berdetak kan?" kata Ghaida tidak percaya.

"Jantungnya masih berdetak karena alat yang dia pakai disana.kalau alat itu dilepas, mungkin dia sudah...." Dokter itu tidak mampu meneruskannya.

Ghaida lemas dikursinya.Yona masih menatapnya tidak percaya. Dokter itu langsung menyodorkan surat pada mereka. Yona menatapnya bingung sementara Ghaida hanya bisa diam sambil menerawang ke langit-langit.

"Apa ini?" Tanya Yona.

"Ini adalah surat persetujuan untuk pelepasan alat-alat medis yang dipakai Dhike.Karena memang tak ada harapan lagi untuk dia sembuh."Ujar Dokter itu pelan.

"Kau membunuhnya pelan-pelan kalau itu dilakukan."Yona berang.

"Maaf Nona. Tapi kami tidak punya cara lain. Saya juga punya seorang Adik.Saya tidak tega melihat Dhike tersiksa seumur hidupnya dengan alat itu."Katanya lirih.

Yona hampir menerjang Dokter itu sebelum ditahan oleh Ghaida.Yona menatap Ghaida yang sudah menangis.Akhirnya Yona langsung memeluk sepupunya.Yona tidak mau alat-alat medis Dhike dilepaskan.Tapi dia juga tidak mau Dhike tersiksa dengan alat itu.

Dipelukannya, Yona merasakan bahwa tubuh sepupunya bergetar tanda dia menangis.Perlahan dilepasnya pelukan sepupunya.Ghaida mulai sadar, bahwa Yona berusaha menahan air matanya.Yona lebih tua 1 tahun dari Ghaida.Jadi dia sudah seperti Adik untuknya.

Mereka kemabli menatap Dokternya.Yona menunduk sambil mengacak kasar rambut pendeknya.Sementara Ghaida hanya mematung.Dia masih shock dengan penjelasan Dokter pribadinya.Yona meremas tangan Ghaida untuk menguatkannya. Dokter itu menyodorkan surat lain. Ghaida menatapnya bingung sementara Yona hanya menatapnya.

"Ini ada surat dari Dhike.Dia memberikannya pada saya tepat 1 hari sebelum dia dirawat disini dan koma."Aku Dokternya pelan.

"Surat apa ini?" Tanya Ghaida.

"Saya sendiri gak tahu.Dia bilang berikan ini pada Ghaida dan Yona kalau terjadi sesuatu pada saya."Sahut Dokter itu terus terang.

"Kita bawa surat itu keluar.Diruang rawat kamu."Saran Yona.

Ghaida mengangguk lalu menatap Dokternya."Saya permisi."

"Silakan."

Akhirnya mereke meninggalkan ruang Dokter. Suasana rumah sakit mulai ramai karena sudah masuk jam besuk. Hati mereka benar-benar kacau.Setelah perang, kini mereka harus merelakan keluarga mereka dikorbankan.Ghaida tidak mau.Karena dia sudah bersama Dhike sejak mereka masih kecil.

Kenangannya dengan Dhike kembali terbayang dibenaknya saat mereka sampai diruang rawat Ghaida.Ghaida duduk ditepi ranjangnya sementara Yona hanya duduk mematung disofa.Surat yang ditulis Dhike diletakkan dinakas sebelah ranjang.

Yona merasa panas dan mulai membuka jaketnya.Dia tampak memakai kaus tanpa lengan yang menampakkan tubuh kurusnya namun terlihat kuat.Ghaida memandang sepupunya yang tampak sedang menaruh jaketnya ke sandaran sofa.Tapi matanya terpaku saat melihat bekas luka yang tampak parah.Seperti luka bakar yang besar.

Selama mereka bertemu lagi, Yona tidak pernah menyinggung bekas luka itu.Dan baru kali ini juga dia melihatnya karena memang Yona selalu memakai baju lengan pendek.Luka itu terlihat dipunggung Yona yang kecil karena bajunya tersingkap sedikit tapi terlihat jelas.

Perlindungan, Peperangan, Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang