Ruang ICU tampak sepi karena memang belum masuk jam besuk. Disudut ruang ICU, Dhike terbaring koma dengan kepala diperban dan berbagai macam alat medis yang dipakainya.Disana hanya terdengar suara alat perekam jantung yang menandakan bahwa Dhike masih bertahan.
Mungkin sudah hampir 1 bulan Dhike terbaring disana dalam keadaan koma.Karena benturan keras dikepalanya saat perang, mengakibatkan Dhike mengalami pendarahan hebat diotaknya.Sebenarnya Dokter pribadi Ghaida dan Dhike sudah menyarankan kalau alat-alat penunjang hidup untuk Dhike dilepas karena memang sudah tidak ada harapan lagi.
Tapi Ghaida dan Yona dengan keras menolak. Mereka masih yakin kalau Dhike akan bisa sembuh seperti dulu lagi. Dan dia akan sadar dari tidur panjangnya. Tak lama kemudian, Dokter yang menangani Dhike datang.Dia langsung memeriksa keadaan Dhike.
Diluar, Ghaida berdiri dan menatap Dhike yang sedang diperiksa.Sekarang Viny sudah pulang dan Yona ingin mengantar dan menemaninya dirumah. Tapi dia akan datang ke rumah sakit besok. Diambilnya obat yang selalu dibawanya dan diminumnya.Dia kembali menatap Dhike.
Sampai sekarang Ghaida masih berharap Dhike akan segera membuka matanya. Tak lama kemudian, Dokter keluar dan Ghaida langsung menghampirinya.
"Dok, bagaimana keadaan Ikey?" Tanya Ghaida.
"Belum ada perubahan yang berarti. Pendarahannya benar-benar luas." Sahut Dokternya muram.
"Tolong sembuhkan Adik saya Dok. Saya akan bayar berapapun asal dia bisa sembuh seperti dulu lagi." Kata Ghaida.
"Saya akan berusaha.Tapi pendarahan otak tidak bisa selamat."
"Saya yakin dia akan sembuh.Dia pasti sembuh."
"Baiklah.Saya akan berusaha buat dia sembuh."
Dokter itu pergi meninggalkan ruang ICU.Akhirnya Ghaida masuk ke ruang ICU untuk menjenguk Dhike.Dengan langkah berat, Ghaida mengambil baju ICU yang ada disana.Dia segera memakainya dan mengambil masker.
Langkahnya berubah gontai saat sampai diranjang Dhike.Air matanya kembali mengalir.Digenggamnya tangan Dhike yang terbebas dari infus.Genggaman erat Ghaida tidak dibalas oleh Dhike.Luka lebam diwajah Dhike sudah memudar seluruhnya.Kepala Dhike masih terbalut perban coklat.
Diciumnya perlahan kening Dhike sambil berusaha menahan air matanya.Dielusnya kening Dhike dengan hati-hati.Mata Dhike tetap tertutup.Dia melihat kearah alat perekam jantung Dhike yang masih berdetak. Dia berharap jantungnya akan tetap berdetak. Walaupun Dokter bilang itu karena alat yang ditanam dijantung Dhike.
"Maaf ya aku baru datang. Aku kemarin ketemu Dokter dulu." Ujar Ghaida.
Tak ada reaksi dari Dhike.Dia kembali meremas tangan Dhike yang sedingin es.
"Kemarin Dokter minta ijin ke aku untuk melepas alat bantu yang kamu pakai sekarang.Tapi aku gak mau.Itu sama aja Dokter membunuh kamu pelan-pelan."
"Aku sama Yona masih yakin kamu akan sembuh.Walaupun prediksi Dokter kamu gak akan bangun lagi dari koma."
"Berjanjilah sama aku kalau kamu akan bertahan untuk aku. Dan untuk orang-orang yang sayang sama kamu Key. Aku gak mau kehilangan kamu."
"Aku harus pergi. Nanti Sendy akan datang. Tetap bertahan Key.Kamu pasti sembuh."
Diciumnya kembali kening Dhike lalu dia meninggalkan ranjang Dhike.Dia melepas baju ICU dan masker ke tumpukan baju ICU.Ditutupnya pintu ruang ICU dengan perlahan.Ghaida melangkahkan kakinya ke rooftop.Dirooftop, Ghaida mengacak kasar rambutnya.
Dia hanya ingin Dhike selamat.Sangat ingin. Dia juga tidak ingin alat-alat bantu itu dilepas. Tapi apa yang bisa dia lakukan sekarang. Yona juga menolak mentah-mentah saran dari Dokter bahkan dia sampai mencengkeram kemejanya kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perlindungan, Peperangan, Cinta (END)
ActionSetelah mereka yang sangat aku sayangi pergi, aku akan berusaha melindungi mereka. Walaupun aku harus melanggar janji yang aku ucapkan -Frieska-