Part 48 (END)

1.2K 62 12
                                    

Untuk sesaat hanya ada keheningan.Ghaida menatapnya dengan wajah pucat dan berantakan.Dokter itu menatapnya dengan wajah muram.Ghaida mulai gontai.Lantai rumah sakit mulai seperti pasir hisap yang menahan kakinya.

"Maaf. Saya sudah berusaha." Ujar Dokter itu muram.

"Maksud Dokter apa?" Tanya Sendy.

"Dhike sudah meninggal." Kata Dokter itu lugas.

"Bohong. Dokter bohong kan? Dia masih hidup kan?" Tukas Sendy keras.

"Sen, sabar. Mungkin ini yang terbaik untuk Dhike." Ujar Jeje menenangkan.

Sendy menangis keras.Jeje langsung memeluknya erat.Yona memeluk Viny sambil menangis.Lidya juga ikut menangis sambil mengelus punggung Yona.Ghaida langsung masuk ke dalam ruang ICU.Tampak seorang suster yang melepas semua alat-alat medis yang dipakai Dhike.Air matanya kembali mengalir bahkan lebih deras dari yang tadi.

Wajah Dhike yang biasanya dingin kini terlihat damai dengan senyum.Suster itu langsung menutupi tubuh Dhike dengan kain putih sampai batas kepala.Setelah suster itu pergi, Ghaida membukanya dan menatap wajah Dhike untuk terakhir kali.Dielusnya wajah Dhike yang sudah dingin.

Diciumnya kening Dhike dengan lembut.Melody masuk ke dalam diikuti Sendy yang langsung memeluk tubuh Dhike.Sendy mencium pipi Dhike sambil menahan air mata.Melody mengelus punggung Ghaida untuk menyabarkannya.Ghaida kembali memeluk Melody.Saat seorang petugas rumah sakit ingin membawa jenazahnya, Ghaida langsung menghampirinya.

"Maaf.Boleh saya menggendongnya dulu? Saya mau membawanya berkeliling." Pinta Ghaida.

Petugas itu mengiyakan dan Ghaida langsung menggendong Dhike ala bridal.Ghaida berusaha tegar saat menggendong Dhike menelusuri rumah sakit.Mereka semua hanya mampu melihat Ghaida yang sedang menggendong Dhike dengan pandangan muram.

Kenangan itu kembali datang.Dengan bahu bergetar Ghaida kembali menggendong Dhike yang sudah kaku digendongannya.Air matanya terus saja mengalir.Seisi rumah sakit tampak menatap Ghaida dengan tatapan heran.Tapi dia tidak memedulikannya dan terus berjalan.

Sendy terus menangis dibahu Jeje.Kinal juga tidak bisa menahan isaknya.Stella tetap memeluk Kinal yang sudah menangis keras.Kinal merasa bersalah karena saat bom itu meledak, Dhike yang menyelamatkannya dari runtuhan gedung.

"Udah jangan nangis Dek. Nanti dia malah gak tenang." Nasihat Stella.

"Kenapa harus dia Kak?Kenapa bukan aku? Aku yang buat dia begini." Jerit Kinal.

"Kinal, kamu ngomong apa sih?Ini udah takdir. Mungkin ini yang terbaik untuk Dhike." Jawab Stella agak keras.

"Aku gak mau kehilangan dia Kak."

"Iya Kakak ngerti.Tapi kita harus terus berjalan."

Kinal masih menangis.Ve juga memeluknya dari belakang.Ini adalah tragedy paling menyedihkan yang terjadi sepanjang hidupnya.Stella juga mengelus punggung Ve untuk menguatkan Adik angkatnya.Melody memeluk Frieska yang juga menangis.Bahkan Nabilah ikut menangis dipelukan Gaby.Kakak yang baik hati itu sudah pergi.

Beby hanya menunduk dan Shania mengelus bahu Beby yang lunglai.Setelah menunggu beberapa lama, Ghaida datang dan langsung membaringkan jasad Dhike dan tubuhnya kembali ditutupi kain putih.Para staf rumah sakit langsung membawa jasad Dhike.

Ghaida mematung tapi dadanya mulai terasa sesak.Wajahnya semakin pucat dan matanya mulai berkunang-kunang.Melody yang mulai merasa janggal langsung menghampiri Ghaida.Belum sempat Melody sampai disisinya, Ghaida sudah ambruk dilantai.

Wajahnya sangat pucat Melody memangku Ghaida ke pangkuannya.Kinal juga menepuk pelan pipi Ghaida.Ve memeriksanya dengan cermat.Ve menempelkan telinganya ke dada Ghaida.Detaknya sangat lemah dan dia langsung panic.

Perlindungan, Peperangan, Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang