Part 31

1K 51 2
                                    

Ve diam menatap Frieska yang menatapnya tajam. Mulutnya hampir terbuka tapi ditutupnya lagi saat melihat Frieska mulai menampakkan sisi lainnya yang dulu. Bahkan Ve sudah mencari tahu semua hal tentang Frieska dan semua keluarganya.

"Jawab. Dimana Ibuku sekarang? Apa yang terjadi pada Ibuku?" Tanya Frieska dengan nada tidak sabar.

"Ibumu sudah meninggal." Sahut Ve akhirnya.

Frieska diam dan membelalakan matanya mendengar jawaban Ve. Air matanya menetes perlahan. Ve menatapnya dengan sorot mata tenang. Dicarinya kebohongan dibalik mata indah itu. Tapi nihil. Frieska tidak melihat adanya kebohongan. Dicengkeramnya kembali jaket Ve yang sempat melonggar.

"Kau bohong. Ibuku belum meninggal." Bantah Frieska.

"Sayangnya aku gak bohong." Balas Ve dengan nada pelan namun tegas.

Frieska melepaskan cengkeramannya dan terdiam. Dia terduduk lemas dilantai rooftop. Ve menatapnya nanar. Bagaimanapun juga dia paham perasaan Frieska. Dia juga sudah tidak pernah bertemu Ibunya. Bahkan sampai sekarang, Ve tidak pernah mengenal Ayahnya. Jangankan bicara. Bertemu saja tidak pernah. Air mata Frieska semakin deras mengalir.

Ve duduk dilantai rooftop lalu mulai menceritakan semua yang dia dapat. Rica meninggal dibunuh oleh mafia. Adit bahkan sebenarnya meninggal karena dibunuh tapi dibuat seolah kecelakaan. Frieska menatapnya tajam sementara Ve hanya diam.

"Itu yang aku dapat. Terserah kamu mau percaya atau gak. Yang jelas ada satu hal yang harus kamu lakukan sekarang." Ujar Ve panjang lebar.

Frieska tetap menatapnya tapi dia diam saja.

"Jaga Adik dan Kakakmu. Mereka akan dalam bahaya sekarang." Pesan Ve.

Ve segera meninggalkan Frieska yang masih mematung dirooftop. Tanpa Frieska sadari, Ve menitikkan air mata karena teringat dengan masa lalunya.

***

Ditempat lain, Ghaida berdiri menatap sekolah miliknya. Semua kenangannya kembali memenuhi kepalanya. Saat belajar berdua dengan Dhike, bermain hingga matahari terbenam, perkelahian antar siswa dan acara olimpiade yang selalu diikutinya berdua dengan Dhike.

Dia berada disana karena Melody menelfonnya untuk meminta Ghaida menjemput Nabilah. Hari itu Kakak-kakaknya sedang sibuk. Melody ada meeting sampai malam, Frieska menginap diasrama untuk tugas dan Beby sedang pergi ke Solo bersama Shania.

Penjaga sekolah tua disana juga mengenalnya dengan baik. Ghaida sempat mengobrol sebentar dengan penjaga lalu memasuki sekolah. Bangunan yang masih berdiri kokoh itu tampak indah. Orang tua Ghaida memiliki yayasan yang besar hingga mereka sanggup membangun 3 sekolah dan 1 gedung yang dijadikan kampus. Dan disanalah mereka berdua bersekolah.

Tak lama kemudian, bel pulang sekolah berbunyi. Tapi Ghaida yang masih dipenuhi masa lalu tidak mendengarnya. Setelah hampir 20 menit, Ghaida baru ingat apa tujuannya dan segera menuju kelas Nabilah. Dari kejauhan, dia melihat anggotanya datang.

Dhike, Kinal, Ve, Sendy dan Jeje menatapnya. Ghaida tersenyum lalu melangkah diikuti mereka semua. Kinal memandang seisi sekolah dengan pandangan kagum. Ve tampak bersandar dibahu Kinal. Jeje sesekali memainkan smartphonenya dan melakukan hal konyol sepanjang jalan. Sementara Sendy menggandeng Dhike yang masih memakai jaket.

"Gimana? Apa dia mau ikut?" Tanya Ghaida.

Ve yang tahu pertanyaan itu untuknya diam sejenak. "Mungkin gak. Mungkin juga iya."

"Jadi dia belum jawab ya? Agak sulit." Simpul Ghaida.

"Apa kita gak cari orang lain aja?" Tanya Jeje.

Perlindungan, Peperangan, Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang