Part 7

104 40 1
                                    

Mereka sampai di rumah tepat di hari Senin malam pukul delapan. Sama halnya seperti Geeta yang baru saja sampai di rumahnya. Dingin kini menyelimuti tubuhnya yang masih berada di luar rumah.
Ingin rasanya Geeta segera masuk, namun di sisi lain Geeta takut kena marah ayah dan ibunya.

Perlahan Geeta membuka pintu rumah.
"Geeta pulang!" Kata Geeta pelan.

Kamar mungil bernuansa ungu dan merah yang dipenuhi pernak-pernik hello kity menjadi kamar yang ditempati Geeta. Bahkan Geeta yang mendesain kamarnya sendiri sesuai dengan kesukaannya.

Nampaknya Geeta sangat kelelahan, buktinya kini dia sudah tertidur pulas di atas tempat tidurnya yang empuk itu.

Alam bawah sadar dipenuhi dengan mimpi yang indah membuat Geeta sukar untuk bangun. Namun kebisingan yang terjadi kemudian membangunkannya.

Geeta turun ke lantai satu untuk memastikan kondisi rumah.

Tiba-tiba nafasnya menjadi sesak, tubuhnya begitu gemetar, telapak tangan dan kaki nya terasa begitu dingin, semua itu terjadi saat Geeta melihat ayahnya yang kini duduk di atas sebuah kursi roda. Geeta berlari menuju ayahnya dan memeluk ayahnya dengan erat.

Tak terasa bulir-bulir beningpun keluar dari mata Geeta. Cairan bening itu pula mulai turun perlahan melalui hidungnya. Rasa sedih tak tertahankan lagi.

"Ayah,, ayah kenapa?!" Tanya Geeta dengan sisa suaranya yang terdengar serak. Namun ayahnya hanya menjawab dengan senyuman saja.

"Kalau ayah pegel terus mau duduk, jangan duduk disini! Duduknya di sofa aja! Ngapain ayah duduk disini?!" Ujar Geeta dengan air mata yang terus saja mengalir.

Lagi-lagi ayahnya hanya menunjukkan senyumannya saja, seakan ingin membuktikan kalau dia dalam keadaan baik. Namun isakan tangis Geeta masih terdengar kerasnya.

"Ayah!! Ayah!! Ayah gak apa-apa kan?"

Tek..tek..tek..
Hanya bunyi detakan jam saja yang kini terdengar. Ayah Geeta masih dengan senyumannya, tak mengeluarkan sepatah katapun.
Sampai ibunya Geeta datang dari arah dapur.
"Sudahlah Geeta! Jangan menangis!" Kata ibunya Geeta.

"Kenapa aku ga boleh nangis?! Sedangkan ayah tak memberiku jawaban dan aku bingung lihat kondisi ayah sekarang! Apa aku harus tertawa bahagia? Aku ini masih waras bu! Aku masih bisa menempatkan emosiku dan-"

"Kalau kamu bisa menempatkan emosimu, kenapa kamu menangis di depan ayahmu?! Apa ayahmu butuh air matamu Geeta?! Ayah butuh semangat dari kamu! Bukan tangisan yang nantinya bikin ngedrop!" Bentak ibunya Geeta dengan mata yang mulai mengeluarkan cairannya.

"Tapi ayah kenapa bu..?" Tanya Geeta yang mulai merasa lemas dan menjatuhkan tubuhnya perlahan sampai lututnya mengenai lantai.

"Ayahmu-" Jawab ibunya Geeta yang kemudian terpotong dengan kehadiran Cinta adik Geeta yang masih duduk di taman kanak-kanak.

Tangan mungil Cinta menarik dan meremas jaket yang Geeta pakai. Cinta merasa takut akan keadaan saat itu.
"Kak.." Ucapnya pelan.

Geeta kemudian membalikkan badannya dan bangkit seraya menggendong adiknya itu tanpa berkata apapun. Menangislah Cinta di pangkuan Geeta. Tangisan yang Geeta takutkan dari dulu kini dekat dengan telinganya.

"Cinta, jangan nangis sayang!" Kata Geeta pelan seraya menambah erat pelukannya.

"Kenapa gak boleh nangis? Kak Geeta juga barusan nangiskan?"

Tubuhnya yang mungil menolak untuk dipeluk dengan erat. Tangannya yang kecil itu mulai memukuli Geeta.

"Cinta sekarang kamu tidur ya! Jangan lupa berdoa dulu!"
"Kakak jangan tinggalin Cinta sendirian! Cinta takut!"
"Takut apa sayang? Bukannya kamu itu adik kakak yang pemberani ya?"
"Aku takut, ibu bentak-bentak, aku juga takut liat ayah di kursi roda kak!"
"Yaudah kakak temenin kamu tidur ya!"

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang