32

40 16 0
                                    

Usai mengumumkan kemenangan yang diraih tim Elina, Marsya ikut tersenyum dan kembali larut dalam percakapan bersama Daniel. Tenggorokannya kering. Ia pikir ia membutuhkan air minum.

Marsya bangkit dari duduknya setelah pamit pada sang kekasih di sampingnya. Kaki kiri ia gunakan sebagai tumpuan untuk berdiri.

Saat pantatnya mulai meninggalkan tanah dan rerumputan, ada sebuah benda tajam yang menusuk kaki kirinya.

"Ahhhrrrggg!" Jeritnya yang mengundang semua perhatian.

Marsya kembali terduduk kesakitan. Sebenarnya sedari tadi ia merasa ada yang berbeda dari sepatunya. Awalnya ia biasa saja karena merasa tak memberi rasa sakit yang berarti.

"Kamu kenapa, Sya? Mana yang sakit?" Tanya Daniel dengan raut wajah cemasnya itu.

Semua orang mulai mengerumuni tempatnya. Menanyakan hal yang sama. Termasuk sang kakak.

"Kaki aku sakit. Sakit banget.. " Ringis Marsya.

Langit sebagai kakak langsung bertindak cepat. Dengan sangat hati-hati, ia melepaskan sepatu yang digunakan adiknya itu dari kaki kiri Marsya. Langit bahkan sempat melirik Marsya sejenak yang meringis ngilu.

Setelah sepatu itu terlepas dari kaki Marsya, dari dalamnya keluar sebuah paku payung kecil. Paku itu menggelinding keluar dengan noda darah yang menyelimuti bawah paku.

Semua orang tercengang. Marsya mengernyit bingung, sejak kapan ada paku dalam sepatunya?

"Kenapa ada paku di sepatu kamu?" tanya Daniel mewakili semua yang pasti mempertanyakan hal yang sama.

Marsya menggeleng tak tahu. Sebenarnya, rasa sakit yang ia rasakan tidak seberapa. Hanya ngilu.

"Kakak tahu kamu ceroboh, tapi ga mungkin sampai ada paku di sepatu kamu. Kamu engga main-main sama paku kan, dek?" Tanya Langit lebih khawatir.

"Seharian ini aku ga mainin paku, Kak. Dan lagi buat apa juga aku mainin paku?" Jawab Marsya.

"Coba lo inget-inget, lo nyimpen sepatunya dimana sebelumnya? Siapa tahu ada yang dengan sengaja masukkin paku itu di sepatu lo?" Ucap Adel.

"Ish! Lo ngomongnya kemana aja.." Tegur Geeta pada Adel. Menurut Geeta, mana mungkin ada orang yang sengaja melakukan itu. Jika ada, dia sudah sangat keterlaluan.

"Engga. Lo bener, Del. Kalau perspeksi Adel salah, itu berarti Marsya emang ceroboh.." Sambung Ridwan.

"Kita harus terima segala kemungkinan bukan?" Tanya Adel kembali.

Langit memikirkan semua yang dikatakan teman-temannya itu. Secara logika, jikalau memang bukan Marsya yang melakukan ini, maka ada keterlibatan orang lain yang mengancam keselamatan adiknya.

Terlalu asyik berfikir siapa pelakunya, Langit hampir lupa akan keadaan kaki Marsya yang belum di obati.

"Kaki kamu harus di obati, Dek. Vena! Bantu obatin adik gue.." Panggil Langit.

Langit mengedarkan pandangannya sesaat. Ia melihat Vena berdiri menghampirinya dan meninggalkan Elina sendirian. Perempuan yang bahkan sampai detik ini tak kunjung berbicara dengannya itu, terlihat sedang gelisah.

Ada perasaan cemas yang timbul dari hatinya melihat Elina yang terlihat ketakutan. Dari tempatnya berdiam diri, Langit bisa melihat dengan jelas tatapan mata Elina yang tak fokus pada apapun. Sesaat kemudian, bulir air mata mulai turun mengaliri pipinya.

Marsya menatap kakaknya yang sedang menatap ke arah lain. Sesekali Marsya meringis saat merasakan alkohol mengenai kakinya yang terluka tadi. Vena mengatakan bahwa ia harus menahan rasa perih ini.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang