Setidaknya aku pernah berkata jujur, bahwa aku mencintaimu. Walau rasanya terlalu sakit karena tak berbalas, setidaknya aku tak menyesal pernah merasakan itu semua.
Cause i'm in love with you. With all the little things about you.
***
"Mereka berdua udah sampai mana, sob?" Tanya Langit pada lelaki di sampingnya yang baru saja menutup percakapan dalam telepon.
"Mereka mau mampir ke minimarket dulu, kita disuruh duluan aja.. " Jawabnya setelah menyimpan handphone terlebih dahulu dalam saku celananya.
Langit kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Lagian kenapa sih lo harus punya banyak fans kaya tadi, ribet kan jadinya. Mana pada alay semua lagi, kita jadi ditinggal mereka berdua... " Lanjut lelaki itu.
Langit terkekeh sendiri.
"Mana gue tahu, gue punya fans kaya begituan. Perasaan gue ga pernah tebar senyuman maut kaya lo deh. Iya kan, Tuan Daniel sang pelontar senyuman maut?" Ucap Langit dengan tawa renyahnya.Daniel juga ikut terbawa suasana. Lelaki itu tertawa sambil geleng-geleng kepala.
"Justru itu. Cewek tuh malah lebih suka sama cowok dingin tipikal lo gini. Dan gara-gara lo, fans gue berkurang tadi.."
Mereka akhirnya tertawa bersama. Setelan rapi dan keren masih menempel dalam tubuh mereka. Acara kelulusan sekolah SMA memang selalu seperti ini.
"By the way, gimana kabar Marsya?" Tanya Daniel setelah tawa mereka mereda.
Yang ditanya malah mengangkat bahunya acuh. "Masih sama. Kayanya dia udah bisa ngelupain lo deh. Akhir-akhir ini dia udah kelihatan bahagia sama sahabatnya lagi.. " Jawab Langit menciut di bagian akhir.
Daniel yang menyadari perubahan suara pada ucapan sahabatnya ini, langsung menyadari hal itu.
"Dan gimana kabar lo sendiri?" Tanya Daniel lagi.
Langit tahu apa maksud dari pertanyaan Daniel barusan.
"Gue ga tahu harus gimana. Walaupun gue tahu semuanya, rasanya dia tetep ngejauh dari gue.." Jawab Langit lesu.
"Lagian gue ga ngerti sama kalian berdua. Dua orang yang berwatak dingin, dilanda masalah rumit yang bikin kalian makin dingin lagi. Lo sabar aja.." Kata Daniel heran.
Alis Langit berjengit. Bukan karena ucapan Daniel, tapi apa yang ia lihat di depannya saat ini. Dua orang wanita sedang beradu mulut didepan sana. Keberadaan mereka menghalangi jalan raya.
Mobil yang dia kendarai semakin mendekat ke arah dua wanita tadi. Langit kembali berjengit saat melihat salah satu dari kedua perempuan tadi, mengeluarkan sebuah pisau kecil dari tas kecilnya.
Daniel langsung melihat ke arah pandang yang sama dengan sahabatnya. Mata Daniel langsung melotot tajam saat melihat apa yang terjadi dan siapa yang ada di sana.
"Itu Elina bukan, sih? Eh! Itu cewek yang satunya lagi kenapa mainan pisau segala? Lengan Elina berdarah, bro!" Seru Daniel seperti suporter bola.
Jika bukan dalam keadaan serius seperti ini, Langit bersumpah ingin menyumpal mulut Daniel yang kelewat cerewet itu.
Dan Langit baru sadar kalau kedua wanita itu adalah orang yang ia kenali. Segera Langit menyampirkan mobilnya saat melihat Vena kembali menodongkan pisaunya. Lelaki itu keluar diikuti Daniel.
Nyatanya, kedua lelaki itu cukup terlambat. Elina sudah menangkup pisau todongan Vena dengan kedua tangannya. Alhasil, warna merah pekat mulai membasahi aspal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Persegi
RandomPerasaan cinta tulus terpaksa harus terhalang oleh kehadiran cinta lain, membentuk susunan cinta dalam sebuah persegi. Untuk bisa keluar dari dalam persegi itu, mereka harus bekerja ekstra dalam membaca perasaan orang lain. Bahkan harus mengorbankan...