Tiga Puluh Sembilan

44 14 5
                                    

Sadarlah... bahwa ada seseorang yang keras kepala tengah memperjuangkanmu. Sekalipun perjuangannya selalu terabaikan.

****

Awan mendung menyelimuti Kota Bandung pagi itu. Angin yang berhembus mengenai kulit dan membuatnya menjadi dingin. Hari ini hari Minggu, Adel pergi untuk menjenguk Alwan di rumah sakit.

Mobil yang dikendarainya melesat dengan cepat. Membelah jalanan Kota Bandung yang mulai padat.

Setibanya di rumah sakit, Adel melihat Alwan yang sedang tertidur pulas. Di kursi sebelah tempat tidur Alwan, ibunya setia menunggu. Senyum terukir di wajah cantiknya, membuat kerutan di dekat matanya terlihat jelas. Adel juga ikut tersenyum saat melihat Ibunya Alwan yang tersenyum ke arahnya.

"Bagaimana keadaan Alwan, bu?" Tanya Adel hati-hati takut membangunkan Alwan.

"Sudah mulai membaik. Tapi tekanan darahnya masih rendah." Jawab Ibunya Alwan.

"Kamu ke sini sendiri?" Tanya Ibunya Alwan seraya merangkul Adel.

Adel mengangguk dengan senyuman yang masih bertengger di wajahnya.

"Ibu tahu, ini sangat sulit untuk Alwan, dia-" Ujar Ibunya Alwan namun terhenti di tengah jalan.

"Bu, Alwan mau istirahat. Jangan berisik." Perlahan tapi pasti mata tajam milik Alwan terbuka.

Dengan cepat mata itu menemui keberadaan Adel.

"Lo ngapain di sini? Gue ga butuh belaskasihan dari lo!" Alwan kembali memejamkan matanya namun tak berhenti berkata.

"Lo kasian kan sama gue? Daripada lo cape-cape kasihanin gue. Mendingan lo pulang, dan urusin urusan lo sendiri." Lagi-lagi tatapan tajam diberikan Alwan pada Adel.

Adel mendengus kesal. Namun dia berhasil memegang tangan Alwan.

"GWS ya Al. Gue balik dulu."

"Ibu, saya pulang dulu ya. Ini buat Alwan. Assalamualaikum." Setelah berpamitan dan memberikan buah-buahan, Adel keluar dari ruangan tempat Alwan dirawat.

Adel berlari menyusuri lorong rumah sakit yang tampak sepi. Tak terasa air matanya pun jatuh meninggalkan jejak di pipinya.

****

Elina yang masih terlalut dalam kesedihannya kini tengah asyik membaca buku berbahasa Inggris tentang ilmu kedokteran modern dan Islam.

Dia sangat menginginkan profesi itu. Dari kecil dia ingin sekali menjadi seorang dokter.

Mendiang ibunya juga dulu seorang dokter. Beliau membuka praktek sendiri sampai akhirnya beliau meninggal dunia karena sakit yang tak diketahui.

"Ayo loh kak, asyik banget bacanya." Seru Alif.

Alif duduk di sebelah Elina, dan sedikit mengintip apa yang dibaca kakaknya itu.

"Ngapain distabiloin kak?"

"Yang distabiloin itu, kakak ga tau artinya." Jawab Elina.

"Makannya jangan so so an baca buku bahasa Inggris." Ledek Alif seraya menyalakan televisi.

"Emang dari mana sih buku itu?" Tanya Alif tanpa melihat ke arah Elina.

"Adel yang kasih, kenapa?" Elina memelankan suaranya di akhir kalimat. Dia baru sadar dia menyebut nama Adel dengan sangat semangat, padahal sudah jelas hubungan mereka sedang tidak baik sekarang.

Melihat perubahan sang kakak. Alif kembali bertanya.

"Kenapa?"

Elina masih mematung. Pikirannya kembali pada para sahabatnya. Dia sungguh merindukan mereka.

Cinta dalam PersegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang